Anak sulungku itu Kemal "Memet ( Dulu... ) "


Di tengah fenomena Fatinisme , saat mengikuti diskusi milis IGI tulisan cak Habe yang sungguh ciamik mengusik tanganku untuk ikut gatal menulis pengalaman ku punya anak sulung yang pernah berkecimpung didunia enterteiment . Rasanya ingin berbagi juga cerita , Pengalamanku punya sulung yang jadi Memet yang khas dengan tangan di telinga ( mamake preet... ) di Entong abu Nawas TPI ( bahkan sampai saat ini masih sering diputar ulang ) , waktu itu yg memulai debutnya dari umur 6 tahun. Memang cukup berat mempertahankan agama didunia entertaiment, aku yang guru dan ayahnya yang menjadi managementnya betul betul berjuang agar sholat dan puasa tetap terjaga. Dan alhamdulillah kebanggaan kami adalah hingga hari ini puasanya tetap terjaga belum pernah bolong sejak ia berusia 6 tahun. Aku dari sisi pendidikan, dan ayahnya dari sisi orang tua dan agama memang betul betul harus kerja sama.

Kemal Fathurrokhman begitu nama yang kami berikan untuk sulung kami ini , kalau menurut kami artinya pembuka jalan yang sempurna ( amiin ) dan itu benar kurasakan bagi adik adiknya . Sejak kecil , sejak dalam kandungan aku betul betul merencanakan dengan persiapan agama yang matang , Terlebih hampir 5 tahun kami baru bisa punya anak . Walaupun 18 bulan umurnya , aku sudah memberinya adik lagi , itu bukan berarti kami melupakannya sebagai anak sulung . Yang memang sudah kami siapkan mandiri sejak kecil . Aku masih ingat bagaimana dia amat sangat bergerak aktif sekali tidak ada habisnya . Kalau istilah anak sekarang adalah autis aktif . pernah saat umur 1,5 tahun dia terjun bebas dari tempat tidurnya yang padahal sudah kuberi pagar pembatas setinggi 1,5 meter. Tapi tetap saja dia lewat.




Masih diumur yang sama saat aku ajak ke Kecamatan untuk membuat IMB rumah karena ayahnya sibuk , ketika pak Camat menggodanya untuk bernyanyi dahulu sebelum surat kami berikan , ternyata dia dengan beraninya dia naik ke meja dan bernyanyi…walah walah . Dan saat kami tinggal di Semarangpun tak kurang aktivitasnya sebagai wartawan cilik Harian Suara Merdeka yang terkenal , sampai 2x dia masuk Koran karena tingkahnya dan pipinya yang cabi . Saat mewawancarai Juara Olimpiade Bulu Tangkis Taufik Hidayat saat itu , tidak ada rasa takut sama sekali , dari seorang bocah berusia belum 8 tahun mewawancarai jagoan bulutangkis Indonesia .

Begitulah debutnya didunia entertaimentpun dimulai dengan mulus saat diminta casting di MD Entertaiment , seperti Yoyok , Topeng, putri Cantik nya Tamara Blenzinki hingga puncaknya di Lenong bocah bersama Kak Aditya Gumay . Disitulah rejekinya mendapatkan peran yang melambungkan namanya sebagai memet yang usil dan jahil.

Sayang , prestasinya di dunia entertainment tidak didukung oleh sekolahnya SMP di Kabupaten Bekasi. Dimana Kepala Sekolah dan teman teman guru disana justru bukan memberi kemudahan ( walau aku juga tetap bertanggung jawab terhadap belajarnya ) tetapi malah memanfaatkan dari segi finansialnya . Dengan alasan nilai harian dan kehadirannya kurang maka Kemal harus membeli tugas yang diberikan entah berupa peta globe , kaset dan sebagainya , yang kupikir tidak ada hubungannya dengan pembelajaran , Anakku ini memang belum 12 tahun saat masuk SMP , jadi dengan polosnya dia mengikuti kegiatan sekolah selagi tidak ada shoting , tapi berhubung ratingnya terus naik , dari yang seminggu sekali , 2 kali hingga setiap hari akhirnya , mau tidak mau memaksa aku untuk turun tangan membantu KBMnya , ditambah rasa gemas dengan sikap sekolah, padahal kami sudah bersikap kooperatif . Aku bisa bandingkan , anakku secapek apapun saat ulangan umum ya tetap kuantar , walau dengan mata yang masih lengket , bayangkan jam 3 pulang shooting , jam 6 kubangunkan untuk mandi , makan dan tanya jawab pelajaran yang akan diujikan. Untungnya dilokasi dia mau belajar , sehingga dirumah tinggal mengulang ulang.

 Dan ketika hasilnya dibagikan pun tidak malu maluin juga hasilnya , untuk Fisika misalnya 8,5 padahal temannya yang setiap hari datang nilainya 2,5 . Tapi tetap saja anakku harus remedial karena nilai tidak mencukupi , akupun harus turun tangan juga membantunya membelikan apa-apa yang menjadi tugasnya .

Begitu berulang hingga Ulangan Kenaikan Kelas tiba , dengan sikap yang sama kutunjukkan , tetapi , ternyata kepala sekolah memberi keputusan bahwa anakku harus naik terbang dengan alasan kehadiran dan tugas hariannya tidak ada , walau anakku nota bene pintar dan bisa mengikuti pelajaran ( kecuali kami bisa member amplop ke 14 guru bidang studinya , seperti anak pengusaha bis yang juga kebetulan harus tidak naik , tapi karena ayahnya banyak duit itu jadi tidak masalah , berbeda denganku selain aku tidak ingin membiasakan dengan nilai uang , juga keuangan Honor Kemal saat itu belum seperti yang dibayangkan oleh siapapun . Wong kami saja masih jalan kaki ke lokasi shoting ). Dan Itu cukup memukul perasaanku sebagai guru dan orang tuanya, terlebih selama ini kami berusaha kooperatif walau tahu konsekuensi dari pekerjaan anakku itu . Akhirnya setelah kami berdiskusi dengan Kemal anakku , kami sepakat mengambil homeschooling sebagai media belajarnya dengan waktu yang tidak terikat . Alhamdulillah masa masa sulit bisa dia lewati dengan jatuh bangun keadaan itu bisa kami lewati .

Bila Fatin memulai pada usia yang cukup mapan secara pubertas dan agama ( artinya di usia 17 th ) jauh berbeda dengan anak saya yang usianya masih rentan dengan pengaruh . Tapi apapun secara nyata pengaruh dunia Enterteiment itu memang nyata, dan saya masih harus memperbaiki efek itu dengan sisulung walau sudah hampir 5 tahun sudah dia berhenti dari dunia itu karena memilih sekolah setelah hampir 3 th dia harus home scholling dikarenakan harus stripping sinetron tersebut hingga 250 episode . Walaupun SMPnya home schooling alhamdulillah SMA nya normal dan lulus pada waktunya , tidak ada acara mengulang . Dan itu bukan tanpa perjuangan keras kami ibu dan ayahnya untuk terus mengarahkan.


Terlebih saat ini ayahnya sudah wafat, saya sendiri masih terus melewati masa kritis kedewasaannya episode ke sekian walau saat ini usianya 18 th dan sudah kuliah di S1 Ilmu Komunikasi IM Telkom Bandung semester 3 alhamdulillah program JPPAU (beasiswa murni ) secara pendidikan ga malu-maluin tapi secara akhlak/agama jelas berimbas dan godaannya beraaat banget itu yang aku rasakan, bersyukur dia memilih berhenti lebih cepat. Aku tidak bisa membayangkan kalau sampai harus kejadian seperti Rafi Ahmad , sungguh tidak siap. Uang banyak tapi tidak nikmat untuk apa, kami butuh anak Qurrota Ayyun yang bisa mendoakan ortunya , ups maaf jadi kebanyakan cerita ya cak Habe , mbak Istiqomah he he, secara mata juga lagi asyik melotot ke X factor nih he he dan secara aku juga guru . Semoga Fatin tidak sampai seperti Rafi / anakku memet he he . Sekedar berbagi pengalaman.

Posting Komentar

10 Komentar