PULANG…...

Sumber Gambar : Google.com

“ Sudah Disiapin semua bang…….Air minum botolnya juga sudah dimasukin  ?”  Berondongku sambil memandangi punggung kekar yang asyik menyiapkan  pakaian dan perlengkapan lainnya, Ah . Menjelang kepulangannya hati ini berat  dan enggan melepasnya.  “Ayah pulangnya besok saja ya yah “ Tiba-tiba si sulung Odie menggelendot manja ke abang . “Eh jangan dong bos , nanti kita nggak bisa pulang ke Bekasi  kalau nggak cari uang , yang penting kamu dan Adik-adik belajar dan juga  jangan lupa Berdoa  , Supaya ayah tenang dan lancer cari rejekinya .  Oke Bos ! “  Kulihat matanya agak memerah , aku pura pura  menyuruhnya minum kopi yang sudah agak  dingin . Tapi dia menolak , kenyang katanya

 “ Berangkat dulu ya Jeng , jaga  Anak-anak…. Jangan terlalu tegang  ya percayalah….Kalau dia sudah menghendaki kita pulang , pasti akan tiba juga saatnya” abang memandangku dengan mimik yang serius , kupalingkan wajahku yang terasa panas , Aku tidak ingin dia melihatku pergi dengan air mata diwajahku .Abang tidak akan tenang bekerja disana nanti , segera ku ambil si bungsu  yang juga tengah menggelayut di gendongnya dan membawakan HP nya, jam menunjuk pukul 9.15 , dia sengaja memilih naik bis yang berangkat jam 10, biar agak santai  dan punya banyak waktu untuk ngobrol denganku dan anak-anak . Kami saling  Membisu hingga tiba di depan pintu rumah induk semangku . Ku serahkan Hpnya . 




 “ Ayo dong jeng ketawa , jangan cemberut aja , ah bang aku tahu kau berat hati   Tapi kau coba menutupinya , dan aku pun tak tahan untuk mencubit pinggangnya  , dan dia pun menggelinjang kegelian….” Kalau sudah sampai jangan lupa kasih  tau bang…” kataku mengingatkannya , walau sebenarnya tak perlu karena dia  pasti akan selalu menelponku , dia bilang dengan sering menelponku dia merasa  aku ada disampingnya. Ini  adalah tahun  pertama kami harus saling berjauhan .

Kemudian aku mengajak ke-3 jagoanku untuk kembali naik ke rumah atas,  kami memang menyewa bagian atas dari rumah induk . “ ayo kakak beresin Mainannya sama Eza dan Aldi…. Sudah waktunya tidur . besok kan harus Sekolah , Aku mengingatkan mereka . sulungku Odie walaupun baru berusia 7 tahun ,namun dia sudah menginjak kelas 2 SD hampir naik kelas 3, Tapi begitu dewasa.mungkin karena keperihatian kamilah yang memaksanya cepat dewasa dari anak yang  seusianya Anak yang tengah Eza 5 tahun kelas Tk 0 besar , sebentar lagi naik  kelas 1 SD , dan terakhir sibungsu aldi 3.5 tahun belum sekolah , “ Si bule “ kata tetangga yang menyukainya , karena walau rambutnya hitam , namun dari ujung  kaki hingga kepala , tubuhnya putih sekali , dan cara bicaranya mirip shincan , tokoh kartun kesukaan anak-anak , membuat siapapun menjadi gemas untuk  mengajaknya bermain  . Syukurku yang tak habis , di tengah keterbatasan dan keperihatian kami , Tuhan memberikan kami anak-anak yang sehat ,Lucu dan mengerti dengan keadaan kami .

Kurebahkan badanku pada karpet kain yang ku gelar di bawah , pikiranku Menerawang ke suamiku , sejenak ku ambil Hp jadulku yang masih lumayan untuk berkomunikasi . iseng ku tulis pesan , tak terasa air mataku menetes . Usai SMS  Aku rebahkan kembali tubuhku disamping sulungku , sambil meneruskan isak  tangisku , entah betapa sentimentalnya aku malam ini, mungkin karena aku belum puas dengan kepulangan suamiku , Sabtu pagi tiba ,minggu malam harus berangkat kembali , rasanya singkat sekali waktu bersamanya , belum tuntas rasa kerinduan ku . memang ku syukuri beberapa minggu ini kesibukan abang kian bertambah , dan berarti peluang untuk pendapatan   akan bertambah besar  .  

Kadang aku  mengutuki diriku sendiri yang terkadang konyol ,seharusnya aku berfikir , toh ini  hanya sementara , komitmen awal setelah uang terkumpul cukup , kami akan berkumpul lagi satu rumah .Tapi begitulah ,kadang ego kewanitaanku Nyelonong tanpa aku bisa menahannya , dulu 3 bulan lalu , aku amat egois hingga sempat  mendiamkan suamiku yang belum juga memperoleh uang . Sampai akhirnya  dengan ongkosnya yang pas-pasan , dia berangkat ke Jakarta , setelah bosnya di proyek dahulu , tempat suamiku mengabdi 13 tahun yang lalu mengajaknya untuk bersama sama mendirikan perusahan Kontraktor. Dan sering aku malu sendiri dengan tingkah laku yang kekanak-kanakan bukannya membantu  dengan doa dan senyum untuk memberinya semangat .


Allhamdulillah , keuangan kamipun mulai membaik . dan terkadang lebih  keinginanku adalah menabung dan terus menabung , supaya cepat menyusul kembali dia ke Jakarta . tapi suamiku melarangnya , dia ingin aku memberikan  gizi yang terbaik kepada anakku, dan menyuruh membeli apapun yang kumau , ia merasa selama ini tidak mampu membahagiakanku dan anak-

anak , jadi wajarlah jika sekarang dia ingin membalasnya , dan aku hanya bisa cemberut kalo abang  pulang selalu inginnya menyenangkan jagoan-jagoan kami . “ ngertiin lah jeng ,  Inilah obatku selama ini aku jauh dari mereka, “ pintanya memohon pengertianku  .
Dasar perempuan umpatku pada diriku sendiri aku hanya mementingkan diriku sendiri,untuk buru-buru pindah , padahal untuk biaya pindah butuh uang yang tidak sedikit,toh abang pun meyakinkanku kalau rumah kontrakan kami laku , kami bisa segera pulang kerumah kami yang telah 3.5 tahun kami tinggalkan . 

Aku tak ingin  pindah-pindah lagi seperti beberapa tahun belakangan ini yang kami lakukan . hingga kami sampai ke kota Semarang , aku ingin punya rumah tangga normal kembali  seperti dulu,sebelum krisis moneter pada tahun 1998 merenggut semua kebahagian kami . Yang jelas aku ingin kembali berkumpul bersama adik-adiku yang kini  ditinggal orang tua kami .

 “ Bu jangan nangis terus dong , ayahkan cari uang ,kok ditangisin “ Suara si Odie menyadarkan tangis dan lamunku . “ kata ibu kalau ayah pergi ke Jakarta jangan  ditangisi nanti ngalangin rezekinya ayah , iya kan bu” cerocosnya aku tersenyum dan segera mengusap air mataku………. “ Iya, iya  ibu cuma masih kangen sama ayah . sudah sana tidur,besok kesiangan gimana ” ujarku sambil merengkuh kepalanya kedalam pelukanku . baru pertama aku merasakan seperti ini , rasanya jauh dari abang , kangen itu pasti yang jelas menumbuhkan kesadaran perlahan pada diriku, betapa indahnya kebersamaan bersamanya , terlebih , 1 bulan ini, aku dilarang  kerja olehnya , aku merasa menganggur , abang bilang anak-anak lelaki kami  sudah menuntut perhatian yang lebih menjelang mereka besar . Selama aku kerja  dulu , ada abang yang mendampingi anak-anak , tapi setelah abang pergi kucoba untuk menitipkan mereka pada tukang cuci yang sehari hari membantu kami .

Si Odie sering protes , katanya “ Udah ayah nggak ada , masa ibu juga ninggalin  kita sih”. Terpaksa aku mendampingi mereka sehari hari , suamiku pun ingin  tanggung jawab keuangan ia ambil ahli semua, agar aku bisa konsentrasi pada perkembangan anak anak kami . Walaupun aku ikhlas mendidik mereka , namun kekosongan itu terkadang membuatku uring uringan tanpa sebab. Sering anak anak kupukul hanya karena mereka berbuat kesalahan sepele , mungkin itu pelampiasanku. Dan bila malam telah larut , aku menangisi sikapku sambil menikmati kepulasan mereka yang seolah tanpa beban . Setelah itu kuambil air wudlu , dan segera menyandarkan diriku padaNya , mencurahkan segala kegundahan hatiku .

Sejak krisis 4 tahun lalu , aku memang labil . . .dan  terkadang tidak menerima kenyataan bahwa suamiku kehilangan pekerjaan dan mempunyai hutang usaha yang sungguh besar akibat bunga bank yang terus menanjak naik secara liar akibat terpaan badai krisis di Indonesia. Akulah yang membuat kami meninggalkan rumah mungil kami dan selalu berpindah tempat tinggal. Abang memang terlalu sayang padaku, walaupun abang kelahiran Sumatra , namun memiliki hati yang lembut , terlebih ketika aku sedang mengandung si bungsu , bukannya aku tidak tahu kalau abang menyimpan kesedihan akan beratnya cobaan , tapi mengatasi hatiku sendiri saja aku tidak mampu.

Mungkin benar kata pepatah “ Ada uang abang sayang , Tak ada uang abang ditendang “ . Rasanya pepatah itu cocok untukku , namun aku bukanlah type istri yang langsung pergi meninggalkan suami karena tak sanggup menahan cobaanNya. Aku hanya merasa tidak kuat jika harus menghadapi debtcollector dan para Bodyguard yang sengaja disewa orang yang ingin menagih hutang hutang kami. Itupun belum cukup , mobil dan sebuah rumahpun harus kami relakan , untuk menambah kekurangan.

Jauh sekali perbedaan hidup kami , biasa hidup berkecukupan , kini harus serba kekurangan . Bahkan untuk membayar biaya persalinan si bungsu pun kami tidak mampu dan harus tertahan dirumah sakit selama 2 minggu sebagai sandera sampai suamiku bisa menebusnya. Sampai kemudian seorang sahabat lama yang tidak sengaja bertemu dirumah sakit menjadi penolong kami. Dengan bantuan kartu kriditnya akhirnya aku dan si bungsupun bisa keluar juga dari rumah sakit . Saat itu aku baru sadar  arti sebuah sahabat dalam keadaan susah itulah yang sebenar benarnya sahabat.

Sedangkan orang tua dan keluarga kami berdua bagai pepatah , “ Ada gula ada semut , Tak ada gula semutpun pergi “ Tak ada yang perduli dengan kesulitan kami. Yang mereka tahu , kini kami sudah tidak bisa memberikan apa apa kepada mereka . Abang adalah mantan karyawan BUMN terbesar di Indonesia. Selain sebagai tenaga ahli Keuangan , iapun memiliki 2 perusahaan kontraktor kelas A yang ia kelola bersama teman teman STM Pembangunan dan kuliahnya dulu. Namun Profesi itupulalah yang pertama terkena imbas Krisis Moneter.

Tinggalah hutang piutang Bank yang terus membengkak mengiringi bunga bank yang terus menggila seiring tingginya nilai tukar dolar yang bahkan pernah menyentuh level Rp 20.000,- /dolar. Gaji diperusahaan pun tinggal gaji pokok saja. Itupun sudah untung ketimbang teman-teman yang di PHK. Tabungan kamipun mulai terkuras habis untuk menutupi uang pesangon karyawan di 2 perusahaan kontraktornya. Sungguh masa yang sulit bagiku , tanpa uang , tanpa dukungan saudara dan teman teman. Teman teman dan sanak saudara yang dulu tak pernah berhenti mengalir bermain kerumah kami , kini bagai hilang ditelan bumi. Telefon dari kami pun sudah tidak ditanggapi dengan ramah. Seolah takut dimintai pertolongan oleh kami. Seakan kami mengidap penyakit menular , satu per satu dan menjauh. Aku hanya bisa mengelus dada , jangankan untuk minta tolong , bahkan untuk tegur sapapun sudah tidak mungkin 
.
Kuhitung sudah 7 kali kami pindah tempat pada masa transisi kami. Hanya kami berdua yang dituntut untuk mengatasi dan melewati segala masalah yang kami alami. Dan sikapku yang labil itulah membuatku terus menyesali kesulitan ini. Bahkan , mamaku, selain kecewa padaku , juga tak ingin membantu. Diapun ikut menanggung malu karena penagih hutangpun mulai datang dan menelponnya. Entah dari mana mereka tahu. Mungkin tetangga tetanggaku yang memberitahu rumah mamaku.

Tragisnya mama baru menyadari kesulitan kami ketika Iedul Fitri datang. Dan itupula yang menjadi pikirannya. Sehingga suatu hari , aku mendapat berita laksana petir disiang bolong , tetapi nyata harus kuterima. Mama meninggal karena serangan jantung mendadak . Padahal adikku bilang , dia terlihat sehat  hingga hari lebaran ke-3, usai berkeliling mengunjungi seluruh keluarga mama yang ada di Jakarta . Seolah olah ingin pamit . Mama merindukan Odie cucu kesayangannya, namun beliau tidakberani mengungkapkannya. Karena tidak enak dengan adik-adik dan kakakku yang lain.

Namun itulah jalan hidup yang merupakan bagian dari kehendaknya , perlahan aku mulai menerima kenyataan. Bahkan ditengah keterbatasan kami , aku masih sempat mengurusi papa yang sakit sakit semenjak ditinggal mama. Saudara saudaraku yang lain tidak mau mengurusinya. Karena sibuk dengan urusannya masing masing. Dan akhirnya beliau menyusul mama untuk selamanya. Kata dokter kesedihan dan kanker paru paru stadium 4 lah yang merengut nyawanya.

Setelah itu cobaan datang bertubi tubi , lebih berat lagi kurasakan. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke kota Semarang , mencoba peruntungan dengan menjadi supplier makanan suplemen kesehatan sekaligus menjadi konsultan kesehatannya. Namun karena kebutuhan hidup kami lebih besar , lama kelamaan modal kamipun habis dan terpaksa aku beerja dipabrik rokok. Sempat kami tidak punya uang sama sekali, sehingga lebaranpun kami lewati dengan air mata. Tak punya uang , jauh dari sanak saudara. Dan disaat itulah ego perrempuanku muncul , marah marah bahkan mendiamkan suamiku. Melimpahkan segala kesalahan, padahal aku tau dia sudah berusaha hutang sana sini, namun terkadang setan mengalahkan sabarku.

Tepat 1 bulan setelah suamiku memutuskan untuk mengadu keuntungan  di Jakarta, kami baru bisa memasukkan Odie dan Eza yang sekolahnya sempat terhenti karena kami berpindah pindah. Untuk alas an membantu mereka mengejar ketinggalan itulah abang memintaku untuk berhenti bekerja.

Tak terasa sudah 2 tahun kami tinggal di kota Semarang. Sebentar lagi anak anak kenaikan kelas. Sekali lagi , mungkin ini kehendak Nya dan garis hidup dariNya. Siapa sangka , niat kami pulang menjadi kenyataan dan lebih cepat dari perkiraan kami. Bukan karena tabungan kami sudah cukup , atau rumah kontrakan kami sudah terjual ( sulitnya menjual rumah ….hiks ) . Namun karena si sulung Odie. Karena iseng , kukirim foto Odie ke salah satu agency di Jakarta , juga dengan segudang prestasinya diumurnya yang masih belia. Ya di Semarang dia sempat menjadi wartawan Cilik di harian Merdeka. Rupanya , produser tertarik dengan wajahnya yang innocent. Dia mendapatkan kesempatan membintangi iklan salah satu merk susu terkenal . Sejak itulah wajahnya sering menghiasi Televisi Swasta yang kini terus bertambah jumlahnya.

Tawaran demi tawaran pun datang bertubi tubi , dan dengan ijin dari suamiku , kamipun mengambil kesempatan tersebut. Hingga , sebuah tawaran menjadi presenter cilik disebuah stasiun TV terkenal , yang shotingnya banyak dilakukan di Jakarta. Disekolahnya pun ia menjadi cepat terkenal dan menghebohkan . tak disangka , anak baru disekolahannya bisa cepat menjadi popular. Anak anak lain mungkin mengalami proses tersebut dengan sulit untuk menjadi artis cilik. Namun Odie melewati proses tersebut dengan amat mudah kalau tak boleh dibilang gampang. Ini mungkin juga berkat campur tanganNya . Dalam hitungan bulan , kesuksesan segera ia raih.

Dan malam ini aku dan abang memandang Odie dan kedua adiknya yang tertidur pulas. Tangan kami berpegang begitu erat. Akhirnya kita pulang juga yah “ kataku terisak. Dan suamiku berkaca kaca menahan haru. “Inilah yang kukatakan Jeng, jika Allah sudah berkehendak , siapapun tak akan bisa menghalangiNya. “ Justru lewat Odie , keinginan kita berkumpul akan segera terwujud.

Abang sempat mengingatkanku , untuk selalu bersyukur dan tidak lupa diri , serta tidak mengabaikan anak kami yang lain. Bagaimanapun aku bertekad memaksimalkan perhatianku terhadap Eza dan Aldi ditengah ketenaran Odie. Setelah apa yang kami lewati , hari hari panjang yang penuh tangis akan sirna berganti kebahagian.

Taklama kemudian aku dan abang tertidur disajadah panjang berdua. Sementara disekeliling kami barang barang sudah terbungkus rapih , siap untuk dibawa ke Bekasi. Ya kami  memilih pulang ke Bekasi ketempat lahir anak anak kami dulu , lagi pula jarak ke Jakarta bisa kami tempuh lewat tol JakartaBekasi nantinya untuk keperluan shoting Odie. Ya Allah jadikanlah kami selalu bersyukur atas segala nikmatMu. Dalam mimpiku ,……kami sudah dalam perjalanan pulang ke Bekasi.

Graha Krapyak Semarang , 2003

Posting Komentar

5 Komentar