Kuantar Kau di Peristirahatanmu yang Terakhir, Kekasih…


Rasanya tak pernah cukup waktu untuk mengurusnya. 4,5 bulan secara intesif sejak seminggu sebelum lebaran hingga 15 Januari 2012 lalu usai sudah perjuangan suamiku melawan penyakitnya yang sudah sejak 1 tahun 2 bulan ini dirasakan. Dimulai dengan diabetesnya yang hampir membuatnya diamputasi , karena dokter internisnya demikian pedenya langsung melubangi kaki kanannya untuk kemudian mengamputasi kakinya yang melepuh dan bengkak karena dia tidak mau dibawa kerumah sakit. Padahal keluarga belum memberikan keputusan , sehingga harus 3 jari yang diamputasi x sekian juta. Saat itu keluarga tidak mampu akhirnya kami memilih memulangkan paksa setelah 3 hari dirawat .



Mulailah hari hari panjang penyembuhan kaki yang sudah terlanjur berlubang untuk dipulihkan sambil mengobati diabetesnya. Hampir 7 bulan sebenarnya sudah hampir pulih dan kakinya juga sudah tertutup lukanya. Namun memasuki bulan ramadhan beliau memaksakan diri untuk ikut berpuasa , memang untuk urusan ibadah suamiku ini nomer 1 jagonya.

Dapat 25 hari berpuasa , dengan asupan yang tidak seimbang ternyata suamiku mulai mual mual dan buang air sehingga kupaksa untuk berhenti daripada tambah lemah badannya. Begitu belum juga mau dibawa kerumah sakit. Baru setelah hari ketiga setelah lebaran beliau mau itupun dipaksa dulu dengan catatan tidak kerumah sakit yang kemarin hampir mengamputasi kakinya.

Awalnya tidak terdeteksi ginjalnya , dokter hanya mendeteksi lambung dan buang airnya saja . Namun ketika masuk RS yang ke 2 kalinya itu dokter mulai curiga akan ginjalnya . Karena badannya mulai bengkak bengkak dan urinnya juga mulai sedikit keluar. Dan saat itu selama September 2012 tiga kali harus bolak balik masuk rumah sakit. Dokterpun tidak memberikan solusi lain kecuali cuci darah. Sedangkan suamiku tidak mau cuci darah, dan dia bertekat untuk mencoba alternative.

Semua jalan alternative ditempuhnya. Kemana saja ku antar atau anak-anakku antar, 5 tempat semua kami datangi hingga kami datangkan kerumah saat tenaganya tak mampu menjangkau. Kami saat itu tak perduli berapapun biaya, yang memang Alhamdulillah saat itu aku sendiri kebanjiran job mengajar sampai sampai aku bingung mana yang harus kutolak. Tapi semua itu kusyukuri yang penting kesehatan sang kepala keluarga itu lebih berarti.

Hingga kami temukan alternative ke Kerawang berupa air hikmah , totokan syaraf dan panduan minum herbal yang melibatkan alam seperti kunyit, kencur , temu ireng , dsb yang biasanya dibuat oleh tukang jamu. Banyak perubahan yang terjadi , seperti bengkaknya mulai kempes , sudah mulai bisa berjalan lagi , walau badannya mulai habis , karena saat itu baru ketahuan ternyata sudah komplikasi dari ginjalny seperti kelenjar getah bening , levernya, bahkan paru parunya. Tapi pak Haji Kerawang demikian aku menyebutnyanya, yang telah membuka praktek hingga 28 tahun begitu memberi harapan. Selama 2 bulan oktober dan November diselingi berobat ke dokter bahkan sempat masuk ICU lagi pada 10 Desember untuk tes lab Alhamdulillah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Dokter sampai salut dengan perjuangannya.

Terakhir teraphy ke Kerawang itu 31 Desember 2012 masih menggembirakan , namun setelah itu seperti sudah diatur skenarioNya justru mulai timbul depresi , nafsu makan berkurang sama sekali , tidak mau lagi dibawa teraphy , mulai uring uringan , banyak kata – kata dan sebagainya sebagai salah satu tanda 40 hari manusia menjelang ajalnya.

Aku sendiri mulai merasakan , namun selalu kutepiskan dengan harapan yang demikian besar meminta pada Illahi Robbi bahwa dia akan kembali pulih dan bisa mendampingiku membesarkan 3 jagoan kami hingga bisa memberikan cucu kepada kami. Begitu banyak rencana indah kurajut dan kusiapkan untuknya jika, andai , apabila , beliau bisa sembuh.

Namun , selasa itu 15 Januari 2013 , masih kuingat jelas sepulangku mengajar 14.30 wajahnya sedemikian pias sekali , Kebetulan hari itu suamiku sudah janjian dengan terapis refleksi untuk yang ke 2 kalinya , namun terapis itu tidak berani untuk menanganinya , karena dia merasa tubuh suamiku sudah demikian melemah, bahkan dia menyarankan untuk segera dibawa ke rumah sakit terdekat.

Masyaallah , aku segera minta tolong ke tetangga tetangaku, Alhamdulillah mereka segera dengan sigap menolongku membawa ke rumah sakit Bella. Sampai disana , dokterpun dengan sigap segera menangani , namun karena ruang ICU penuh semua , ruang UGD pun disulap menjadi ruang ICU dengan layar monitor cadangan yang ada. Aku yang sejak awal mendampinginya , tak pernah berhenti untuk menyemangati dan membacakan pengajian ditelinganya. Saat di cek Tensi bagus, gula bagus , paru parupun bagus , dokter bingung , akhrnya mereka minta ijin untuk tes lab.

Ternyata hasil tes lab sungguh mengagetkan diriku , ginjal yang selama ini sudah bagus ternyata saat itu tinggi sekali , belum hilang kagetku tiba-tiba pukul 18.30 suamiku mulai koma, detak jantungnya tidak stabil. Ya Allah kuatkan aku, saat itu aku sendiri karena tetanggaku sempat pulang terlebih dahulu untuk urusan penting. Anakku nomer 2 yang baru pulang sekolah kuminta untuk menyusul ke Bella , ditemani tetanggaku baru datang. Namun karena dokter meminta untuk mencari tempat ICU rumah sakit yang lain , dia pergi lagi setelah sempat mengaji ditelinga ayahnya. Berapa kali kuhubungi saudara saudara suamiku , namun rupanya mereka terjebak macet dan banjir. Wah panik rasanya hatiku

Aku berusaha menahan kepanikan , dan kesedihan , serta rasa takut kehilangannya . Kuserahkan semua itu kepada sang Kholik. Ya Allah aku tak mampu membohongi diriku aku tak rela ditinggal dia !! jeritku dalam hati. Namun aku tak mau nanti aku kehilangan kendali diri yang membuatku tak mampu berfikir jernih. Menjelang isya aku minta bontotku nomer 3 untuk sholat berjamaah di masjid dan meminta kepada sang imam untuk mendoakan bersama para jamaah pada saat bakda sholat Isya . Sempat jantungnya naik menuju 95 namun jam 20.00 dan seterusnya detak jantungnya terus turun , sempat membuka masker oksigen seolah ingin dicopot , aku bilang “ jangan dicopot yah biar masuk oksigenmu ! “ lalu berusaha memegang kepalaku , dan membuka mata untuk yang terakhir kali , setelah itu menutup mata lagi lalu denyut nadi lehernya makin melemah. Ya allah dingin rasanya kudukku. Dan kulihat jantungnya menjadi nol ! Dokteeeer …. Panggilku panik.

Dokter segera memintaku untuk mengambil tindakan memberi alat pacu jantung , aku sudah pasrah dan mulai mengikhlaskannya, Ya Allah , Aku harus tunduk pada ketentuanmu. Kubisikkan yah , kalau ayah sudah ga kuat pergilah dengan tenang , tapi kalau ayah mau sembuh sembuhlah , temani aku membesarkan anak-anakmu dengan bibir bergetar ditelinganya. Kulihat sunggingan disenyumnya , ya Allah pertanda apa ? Dokter lalu memintaku untuk aku keluar karena mereka ingin memberikan pertolongan terakhir kalinya sekuat mereka mampu. Dengan gontai aku segera keluar kamar , dan 10 menit lebih mereka berusaha , ternyata secara medis terekam 20.41 suamiku dinyatakan menghembuskan nafasnya. Walau kuingat saat itu 20.20 mungkin aku yang salah , karena memang aku tidak membawa jam.

Dokter memintaku melihat suamiku untuk yang terakhir kali, tak kuasa kuciumi wajah suamiku sambil menahan tangis. Ya Allah bimbing aku melewati masa sulit ini, bantu aku mengatasi rasa sedih kehilangan suami tercinta kekasih hatiku belahan jiwaku ini.

Anakku nomer 2 yang sudah kembali kerumah sakit tak kuasa menahan tangisnya , aku rengkuh dalam pelukanku, kukatakan “ abang ayo jangan nangis, abang kuat ! kita harus merelakan ayah diambil pemilikNya , kita sangat sayang , namun Allah lebih sayang padanya nak ! kita sudah cukup melewati hari hari ayah 4,5 bulan ini saat sakit Kataku. Ikhlaskan ! ayah sudah sehat sekarang bersamaNya kataku getir menahan piluku. Jujur akupun sebenarnya tak mampu tapi bagaimana dengan ke tiga jagoanku. Mereka masih membutuhkanku .

Segera aku berkoordinasi dan memberi kabar kepala SMK Yadika 13 sekolahku tempat mengajar dan pengelola kampus STKIP KN dan UT UNJ tempatku mengajar dihari sabtu dan minggu. Serta keluarga kami dua belah pihak. Bontotku dirumah Alhamdulillah dengan tenang menerima kepergian ayahnya walau sedikit isak . Namun saat itu kedewasaannya timbul. Bersama tetangga dirumah bersiap siap menerima jenasah ayahnya yang rencanaku dimandikan dan dikebumikan rabu bakda zuhur menunggu sulungku yang masih di Bandung dan belum sempat kukabari. Terbayang kemarahannya , karena aku memang tidak menyangka bahwa ayahnya akan secepat ini pergi . Karena dia sedang UAS pertimbanganku karena dia masuk program beasiswa aku tak ingin dia terganggu.

Namun aku salah rupanya , tetanggaku yang sudah mendengar rupanya sempat nge twit dan sms anakku yang saat itu sedang siaran di Radio komunitas Sekolahnya sebagai bagian dari PPLnya. Sulungku sms ke aku dengan nada marah ! “ Ibu, Telfon katanya terbaca amarah. Ku telfon segera dia, masyaallah diujung telfon sana sulung ku menangis dengan amarahnya , Ibu jahat kenapa ga ngasih tau abang kalau ayah masuk rumah sakit dan meninggal abang mau lihat ayah untuk yang terakhir kalinya ya Allah….aku tersekat , bukan itu nak maksudku. Aku juga tidak menyangka akan begini akhirnya, sudah 7 kali bolak balik rumah sakit selalu kembali lagi sehat kataku. “ Ya sudah abang pulang pake motor katanya , jangan nak… biar dijemput Om Mahdi saja ( aku menyebut nama temanku yang memang sudah sejak 1 jam yang lalu mendampingi kami ). Kubujuk dan kurayu akhirnya anakku mau walau sedikit ngambek ( aku yakin kedewasaannya pasti mengerti ) Segera kuminta temanku yang memang sering membantu membawa ayahnya kerumah sakit untuk menjemput anakku di Bandung .

Akhirnya Rabu pukul 2.30 dinihari anakku tiba , tetap saja sebagai anak ia menangis memeluk jenasah ayahnya yang memang sejak pukul 22.30 selasa malam sudah tiba dirumah . Keluarga yang sudah berdatangan , dan tetangga menenangkannya . Aku sendiri tak kuasa ikut menangis memeluknya , ya Allah beri aku kekuatan menjaga buah hati kami ini…

Paginya sejak 4.30 subuh tamu dan kerabat mulai berdatangan , segera menyiapkan segala keperluan jenasah. Subhanallah para tetanggaku , tetangga yang hebat ! aku betul betul dijadikan ratu sehari yang hanya bertugas menerima tamu dan mengkoordinasikan yang dirasa perlu !. Walau aku baru 16 bulan tinggal disitu , tetapi perhatian dan bantuan mereka seolah tidak mengenal kasta dan pilih kasih. Aku tetap diperlakukan sama dengan yang lain yang sudah lama menetap disini. Dan itu sungguh membantuku , yang masih gamang antara menerima suratan takdirnya dan kehilangan yang amat sangat. Hingga memandikan pukul 10 pagi ketiga putraku ikut dibimbing petugas memandikan jenasah . Subhanallah tegarnya ketiga jagoanku..ya Allah.Hingga mengafankan, Lalu kami siap siap untuk menyolatkan jenasahnya di masjid yang biasa almarhum terakhir sholat.

Alhamdulillah semua lancar sekali , hingga tiba dipemakaman ketiga jagoanku juga turun bertiga dengan dibimbing untuk menerima jenasah ayahnya lalu setelah dibuka tali pocongnya , anakku yang sulung mulai merah menahan isak tangis, para kerabat mulai berteriak untuk meminta anakku tidak meneteskan airmatanya. Tak kuasa menahan sesak dada ketiganya naik keatas lalu digantikan omnya untuk menuntaskan hingga selesai semua. Aku yang terus berada disitu tak berkedip menahan semua rangkaian acara pemakaman. Kutahan tangisku ya Allah….kutitipkan kekasih hatiku diperistirahatannya yang terakhir. Lapangkan kuburnya , Jauhkan dia dari siksa kubur , berikan dia tempat yang terbaik disisiMu ya Allah. Jadikan dia suami dan kekasihku dunia akhirat pintaku dalam hati. Aku tau masih terbawa emosional hatiku . Tapi itulah keinginanku saat itu.


Kami tinggalkan Tempat pemakaman dengan separuh hati yang tertinggal membayangkan dia disana dalam gelap , kedinginan , dan sepi. Itu Jasadnya kata kerabatku, yang penting hatinya ada di kamu dan anak anak mereka menghiburku. Tinggal Amalan , dan doa keluarga yang sholeh yang terus mendoakannya. Semoga Allah menerima seluruh amal baiknya dan memberi tempat yang terbaik. Karena kami merasa ayah pergi dengan Khusnul Khotimah , sejak sakaratul mautnya hingga pemakaman semua diberi kemudahan. Tamunya pun hingga minggu malam tak pernah berhenti , menandakan ( semoga ) amalan almarhum semasa hidup , amin YRA. Tinggal aku yang harus menata hidup bersama anak-anakku kedepan tanpa sang Ayah…semoga kami diberi kekuatan.. SKU Kompas Bekasi, 20 Januari 2013.

Posting Komentar

13 Komentar