UAS dan Pembahasan Mata Kuliah Teori, Proses dan Konteks Sosial Budaya Pendidikan


Belajar dalam system Sosial MIPA ?

APA : sebuah pembelajaran MIPA yang tidak lepas dari teori sosial dimana siswa didorong untuk dapat memecahkan masalah yang ada di lingkungan sekitarnya, sebagai titik awal proses penciptaan makna .
oleh Heilbron (1995), teori ilmu sosial pada awalnya bukan hanya merupakan upaya menjelaskan “apa yang dilakukan manusia “ atau “bagaimana manusia bertingkah laku”, tetapi juga “bagaimana seharusnya manusia bertindak dengan tepat dan bijaksana di dalam lingkungan sosialnya”.

Menurut Abdullah (1998:18), IPA merupakan “pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain”.

Pemahaman dan pengetahuan tentang sosial sangat penting untuk memahami proses pembelajaran khususnya pembelajaran MIPA. jelaslah terdapat hubungan yang erat kaitannya antara teori sosial dengan pembelajaran MIPA. Keterkaitan ini tidak sebatas pemahaman terhadap psikologi peserta didik sebagai obyek pembelajar, akan tetapi terkait erat pula dengan perkembangan MIPA sebagai bahan ajar. Adapun di lingkungan sosial sendiri perkembangan MIPA sangat erat dengan perkembangan sosial dari suatu kelompok masyarakat

Analisa SWOT

Analisa SWOT adalah sebuah bentuk analisa situasi dan kondisi yang bersifat deskriptif (memberi gambaran). Analisa ini menempatkan situasi dan kondisi sebagai sebagai faktor masukan, yang kemudian dikelompokkan menurut kontribusinya masing-masing. Satu hal yang harus diingat baik-baik oleh para pengguna analisa SWOT, bahwa analisa SWOT adalah semata-mata sebuah alat analisa yang ditujukan untuk menggambarkan situasi yang sedang dihadapi atau yang mungkin akan dihadapi oleh organisasi, dan bukan sebuah alat analisa ajaib yang mampu memberikan jalan keluar yang cespleng bagi masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi.

Analisa ini terbagi atas empat komponen dasar yaitu :

1. Strength (S), adalah situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan dari organisasi atau program pada saat ini.
2. Weakness (W), adalah situasi atau kondisi yang merupakan kelemahan dari organisasi atau program pada saat ini.
3. Opportunity (O), adalah situasi atau kondisi yang merupakan peluang diluar organisasi dan memberikan peluang berkembang bagi organisasi dimasa depan.
4. Threat (T), adalah situasi yang merupakan ancaman bagi organisasi yang datang dari luar organisasi dan dapat mengancam eksistensi organisasi dimasa depan.

Selain empat komponen dasar ini, analisa SWOT, dalam proses penganalisaannya akan berkembang menjadi beberapa Subkomponen yang jumlahnya tergantung pada kondisi organisasi. Sebenarnya masing-masing subkomponen adalah pengejawantahan dari masing-masing komponen, seperti Komponen Strength mungkin memiliki 12 subkomponen, Komponen Weakness mungkin memiliki 8 subkomponen dan seterusnya.

Berikut ini dijelaskan tambahan hal-hal yang biasanya menjadi:

• Kekuatan:
1. Knowledge atau kepakaran yang dimiliki
2. Produk baru atau pelayanan yang unik
3. Lokasi tempat perusahaan berada
4. Kualitas produk atau proses

• Kelemahan:
1. Kurangnya pengetahuan marketing
2. Produk yang tidak dapat dibedakan dengan produk kompetitor
3. Lokasi perusahaan yang terpencil
4. Kualitas produk yang jelek
5. Reputasi yang buruk

• Peluang:
1. Pasar yang berkembang
2. Penggabungan 2-3 perusahaan atau aliansi
3. Segmen pasar yang baru
4. Pasar internasional
5. Pasar yang luang karena kompetitor yang tidak sanggup memenuhi permintaan customer

• Ancaman:
1. Kompetitor baru di area yang sama
2. Persaingan harga dengan kompetitor
3. Kompetitor mengeluarkan produk baru yang inovatif
4. Kompetitor memegang pangsa pasar terbesar
5. Diperkenalkannya pajak

Lingkungan Pendidikan MIPA

IPA adalah ilmu yang berhubungan dengan lingkungan kehidupan sekitar dan mahluk hidup.

Sejalan dengan pikiran pokok di atas, tugas guru MIPA tidak hanya sekedar

 Mengupayakan diperolehnya berbagai pengetahuan dan ketrampilan dalam MIPA dikalangan peserta didik.
 Lebih penting dari itu, seorang guru MIPA hendaknya dapat mendorong berkembangnya pemahaman dan penghayatan akan prinsip – prinsip dan nilai – nilai IPA dikalangan peserta didik dalam rangka menumbuhkan daya nalar, cara berpikir logis, sistematis dan kreatif, kecerdasan, serta sikap kritis, terbuka dan ingin tahu.
Sehubungan dengan itu, seorang guru MIPA
 Hendaknya tidak sekedar menyampaikan informasi/ceritera tentang MIPA kepada peserta didik tetapi betul – betul membimbing para siswanya berbuat sesuai dengan prinsip – prinsip dan nilai – nilai yang terkandung dalam MIPA.
 Dengan kata lain, guru MIPA hendaknya dapat membawa peserta didiknya untuk menjalani proses MIPA itu sendiri melalui kegiatan pengamatan, percobaan, pemecahan masalah, diskusi dengan teman – temannya dan sebagainya.
 Dapat menumbuhkan kesenangan belajar MIPA dikalangan peserta didik. Ini akan besar pengaruhnya terhadap pencapaian hasil yang diharapkan dari pengajaran MIPA
 Hendaknya memiliki rasa percaya diri yang tinggi sehingga tidak segan mengakui keterbatasan pengetahuannya tentang hal – hal tertentu kepda peserta didik tanpa mengabaikan tanggungjawabnya membantu mereka menemukan jawaban terhadap persoalan – persoalan yang diajukan.

Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Disisi lain proses perkembangan dan pendidikan manusia tidak hanya terjadi dan dipengaruhi oleh proses pendidikan yang ada dalam sistem pendidikan formal (sekolah) saja. Manusia selama hidupnya selalu akan mendapat pengaruh dari keluarga, sekolah, dan masyarakat luas. Ketiga lingkungan itu sering disebut sebagai tripusat pendidikan. Dengan kata lain proses perkembangan pendidikan manusia untuk mencapai hasil yang maksimal tidak hanya tergantung tentang bagaimana sistem pendidikan formal dijalankan. Namun juga tergantung pada lingkungan pendidikan yang berada diluar lingkungan formal

Jadi, lingkungan pendidikan dapat diartikan sebagai berbagai faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap praktek pendidikan. Lingkungan pendidikan sebagai lingkungan tempat berlangsungnya proses pendidikan, yang merupakan bagian dari lingkungan fisik dan juga lingkungan sosial.

Secara umum fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik dalam interaksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya, utamanya berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia, agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang optimal. Terdapat hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi antara lingkungan yang satu dengan lingkungan yang lain.

Lingkungan keluarga sebagai dasar pembentukan sikap dan sifat manusia. Lingkungan sekolah sebagai bekal keterampilan dan ilmu pengetahuan, sedangkan lingkungan masyarakat merupakan tempat praktek dari bekal yang diperoleh di keluarga dan sekolah sekaligus sebagai tempat pengembangan kemampuan diri.

Sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Semakin maju suatu masyarakat semakin penting peran sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam proses pembangunan masyarakatnya itu (Tirtaraharja, 2005:173).

MATERI PERKEMBANGAN MIPA DI INDONESIA

Perkembangan MIPA dalam bidang sains khususnya dalam ilmu fisika dan ilmu matematika, telah memberi kontribusi atau hasil yang sangat besar bagi dunia kita khususnya Negara kita Indonesia, seperti terciptanya computer, handphone, dll. Walau menurut Prof. Tian, bahwa ”ada semacam anomal dalam perkembangan MIPA di Indonesia. Di satu sisi, katanya, muncul keinginan untuk mempercepat kemajuan teknologi, namun di sisi lain justru terjadi penurunan perhatian terhadap ilmu-ilmu dasar”.
Perkemembangan MIPA ini di Indonesia, perlu ditingkatkan lagi, guna meningkatkan mutu pembelajaran sains dan matematika di Tanah Air sehingga mencapai standar kualitas pembelajaran MIPA pada pendidikan tinggi di Indonesia. Perkembengan sains seperti ilmu fisika dan matematika sangat diharapkan dalam menciptakan teknologi-teknologi yang belum pernah ada pada zaman sekarang. Oleh karena itu perkembangan MIPA harus didorong sedemikian rupa agar bisa memberi kontribusi bagi perkembangan ilmu-ilmu terapan.

Dalam perkembangan dalam bidang sains yang lain seperti Biologi juga harus diperhatikan, karena dalam pengajaran biologi yang baik bisa memperluas cakrawala mahasiswa tentang keragaman genetik dan refleksinya, akan tetapi dalam mencapai tujuan tersebut diperlukan fasilitas yang memadai seperti halnya mikroskop. Di Negara kita belum banyak menyediakan mikroskop khususnya dalam tempat laboratorium perkuliahan atau sekolah-sekolah yang ada ditempat plosok, sebagai contoh satu mikroskop yang dipakai untuk dua mahasiswa akan berbeda sekali nilai pembelajarannya dengan satu mikroskop untuk enam mahasiswa apalagi bila lensanya sudah buram karena tidak cukup dana untuk perawatan rutin. Penerimaan jumlah mahasiswa yang tidak diimbangi dengan ketersediaan sarananya, secara langsung atau tidak langsung akan menurunkan kualitas lulusan yang pada gilirannya akan menghasilkan SDM yang tidak kompetitif dalam bidang keilmuannya. Mahasiswa yang mestinya akan menjadi lulusan yang andal dalam analisis jasad renik, dapat menjadi benci terhadap mikrobiologi bukan hanya karena frustasi tak bisa melihat obyek mikro dalam lensa yang buram tetapi juga karena kurang kesempatan untuk eksplorasi sendiri akibat minimnya jumlah mikroskop. Kekurangan lain seperti Ketersediaan ruangan dan fungsi laboratorium, karena itu juga merupakan sejumlah parameter yang perlu diperhatikan dengan serius. Laboratorium cenderung dinilai keberhasilannya karena mampu menjual jasa analisa. Kegiatan esensial suatu laboratorium mestinya adalah produksi publikasi atau kekayaan intelektual nasional atau internasional yang bermutu sehingga membuat laboratorium, departemen, dan fakultas akhirnya universitas disegani secara internasional. Tapi ini semua tidak bisa cuma bottom-up, tapi perlu dukungan dan implementasi visi dari pimpinan, karena bidang-bidang ini umumnya tidak nampak langsung aplikasinya dan tidak glamour, tapi karena ia fondasi maka ia perlu kuat. Tanpa dukungan nyata, penelitian MIPA yang mestinya “dasar”, yang seringkali lebih “njlimet” dan perlu sarana yang tidak murah; akan terseret ke penelitian “aplikasi”, yang relatif lebih mudah memperoleh dana dari swasta atau pemerintah, sehingga makin sedikit yang melakukan riset dasar dengan serius. Keadaan ini akan mendorong keroposnya fondasi untuk ilmu-ilmu aplikasi. Oleh karena itu didalam semua perkembangan MIPA harus diperhatikan dalam memperoleh hasil yang maksimal.

3. Stratifikasi social adalah demensi vertical dari struktur social masyarakat, dalam artian melihat perbedaan masyarakat berdasarkan pelapisan yang ada, apakah berlapis-lapis secara vertical dan apakah pelapisan tersebut terbuka atau tertutup.

Soerjono Soekanto (1981:133), menyatakan social stratification adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atau system berlapis-lapis dalam masyarakat. Stratifikasi social merupakan konsep sosiologi, dalam artian kita tidak akan menemukan masyararakat seperti kue lapis; tetapi pelapisan adalah suatu konsep untuk menyatakan bahwa masyarakat dapat dibedakan secara vertical menjadi kelas atas, kelas menengah dan kelas bawah berdasarkan criteria tertentu.

Paul B Horton dan Chester L Hunt ( 1992: 5 ) menyatakan bahwa stratifikasi social merupakan system peringkat status dalam masyarakat. Peringkat memberitahukan kepada kita adanya demensi vertical dalam status social yang ada dalam masyarakat.

Kriteria apa saja yang dikemukakan oleh para ahli berkaitan dengan demensi secara vertical ini. Paul B Horton ( 1982 : 4) mengatakan bahwa Dua ribu tahun yang lalu Aristoteles mengemukakan bahwa penduduk dapat dibagi ke dalam tiga golongan: golongan sangat kaya, golongan sangat miskin dan golongan yang berada diantara mereka. Menurut Karl Marx, kelas social utama terdiri atas golongan proletariat, golongan kapitalis (borjuis) dan golongan menengah (borjuis rendah)….

Pendapat di atas merupakan suatu penggambaran bahwa stratifikasi social sebagai gejala yang universal, artinya dalam setiap masyarakat bagaimanapun juga keberadaanya pasti akan di dapatkan pelapisan social tersebut. Apa yang dikemukakan Aristoteles. Karl Marx adalah salah satu bukti adanya stratifikasi social dalam masyarakat yang sederhana sekalipun. Kriteria jenis kekayaan dan juga profesi pekerjaan merupakan criteria yang sederhana, sekaligus menyatakan bahwa dalam masyarakat kita tidak akan menemukan masyarakat tanpa kelas.Perkembangan masyarakat selanjutnya menuju masyarakat yang semakin modern dan kompleks, stratifikasi sosial yang terjadi dalam masyarakat akan semakin banyak.

Mengapa terjadi stratisikasi social ?

Menurut Soerjono Sokanto ( 1981 : 133) Selama dalam suatu masyatrakat ada sesuatu yang dihargai dan setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargainya, maka barang sesuatu itu akan menjadi bibit yang dapat menimbulkan adanya system berlapis-lapis yang ada dalam masyarakat itu. Barang sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat itu mungkin berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis, mungkin juga berupa tanah, kekuasan,
ilmu pengetahuan, kesalehan dalam agama, pendidikan atau mungkin juga keturunan dari keluarga yang terhormat.

Terjadinya stratifikasi social dalam masyarakat dikarenakan sesuatu yang dihargai dalam masyarakat jumlahnya terbatas, akibatnya distribusinya di dalam masyarakat tidaklah merata. Mereka yang memperoleh banyak menduduki kelas atas dan mereka yang tidak memperoleh menduduki kelas bawah. Barang sesuatu yang dihargai tersebut menurut Paul B Horton dan Chester L Hunt ( 1989: 7- 12)adalah Kekayaan dan Penghasilan, Pekerjaan, Pendidikan, Kekayaan, Kekuasaan,Kehormatan, Ilmu Pengetahuan.

B. CARA MENENTUKAN GOLONGAN SOSIAL

Konsep tentang golongan sosial tergantung pada cara seseorang menentukan golongan sosial itu. Adanya golongan sosial timbul karena perbedaan status dikalangan golongan masyarakat. Untuk menentukan stratifikasi sosial dapat diikuti tiga metode yakni:

1. Metode obyektif, yaitu stratifikasi ditentukan berdasarkan kriteria obyektif antara lain jumlah pendapatan, lama atau tinggi pendidikan, jenis pekerjaan
2. Metode subyektif, dalam metode ini golongan sosial dirumuskan menurut pandangan anggota masyarakat menilai dirinya dari hirarki kedudukan dalam masyarakat itu.
3. Metode reputasi, metode ini dikembangkan oleh W. Lioyd Warner cs. Dalam metode ini golongan sosial dirumuskan menurut bagaimana anggota masyarakat menempatkan masing-masing dalam stratifikasi masyarakat itu. Kesulitan penggolongan obyektif dan subyektif ialah bahwa penggolongan itu sering tidak sesuai dengan tanggapan orang dalam kehidupan sehari-hari yang nyata tentang golongan sosial masing-masing. Selain itu metode yang digunakan untuk berbagai kriteria sosial ekonomi dibedakan dalam beberapa hal.

Seperti jabatan, jumlah dan sumber pendapatan, tingkat pendidikan, agama, jenis dan luas rumah, lokasi rumah, asal keturunan, partisipasi dalam kegiatan organisasi, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan status sosial seseorang. Tidak ada satu metode yang secara umum berlaku untuk menentukan golongan sosial dalam berbagai masyarakat di dunia ini. Mungkin juga tidak ada kriteria sama yang berlaku bagi masyarakat. Rumah bagus, pendapatan banyak bagi orang desa belum tentu dianggap rumah bagus atau pendapatan banyak bagi orang kota. Selain itu dalam menganalisis masyarakat Warner menemukan enam golongan yakni golongan upper-upper, lower-upper, upper-middle, lower-middle, upperlower, lower-lower. Jadi dapat dibedakan golongan atas, menengah, dan bawah sehingga terdapat enam golongan. Besar tiap kelompok tidak sama, biasanya .

Golongan paling atas kecil jumlah anggotanya, misalnya terdiri atas keturunan feodal kaya raya, yang sangat dihormati, sedangkan golongan rendah pada umumnya besar jumlahnya dan lazim disebut orang kebanyakan. Di sekitar kehidupan masyarakat banyak sekali penyebutan golongan sosial diantaranya golongan masyarakat atas, menengah, dan bawah. Biasanya yang tergolong masyarakat tingkat atas adalah orang-orang golongan ningrat, sedangkan dari golongan menengah ditempati oleh orang-orang kebanyakan yaitu tingkat sedang-sedang saja, dan untuk golongan bawah ditempati oleh orang-orang yang dari segi ekonominya sangat kekurangan. Selain dari penyebutan status sosial atau golongan masyarakat, ada juga yang menyebutnya dengan kelas sosial yaitu kedudukan seseorang dalam lingkungan keluarga atau masyarakat.

C. GOLONGAN SOSIAL SEBAGAI LINGKUNGAN SOSIAL

Golongan sosial menentukan lingkungan seseorang. Pengetahuan, kebutuhan dan tujuan, sikap, watak seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya.Sistem golongan sosial menimbulkan batas-batas dan rintangan ekonomi, kultural dan sosial yang mencegah pergaulan denga goongan - golongan lain.golongan sosial membatasi dan menentukan lingkungan belajar anak.
Orang yang termasuk golongan sosial yang sama cenderung bertempat tinggal di daerah tertentu. Misalkan orang golongan atas akan tinggal di daerah elite karena anggota golongan rendah tidak mampu tinggal di sana.Orang akan mencari pergaulan dikalangan yang dianggap sama golongan sosialnya.Namun demikian ada kemungkinan terjadi perpindahan sosial.

D. TINGKAT PENDIDIKAN DAN TINGAKAT GOLONGAN SOSIAL

Dalam berbagai studi, disebutkan tingkat pendidikan tertinggi yang didapatkan seseorang digunakan sebagai indeks kedudukan sosialnya.Menurut penelitian memang terdapat korelasi yang tinggi antara kedudukan sosial yang seseorang dengan tingkat pendidikanyang telah ditempuhnya,meski demikian pendidikan yang tinggi tidak dengan sendirinya menjamin kedudukan sosial yang tinggi. Korelasi antara pendidikan dan golongan sosial antara lainterjadi karena anak dari golongan rendah kebanyakan tidak melanjutkan pelajarannya sampai perguruan tinggi.Sementara orang yang termasuk golongan atas beraspirasi agar anaknya menyelesaikan pendidikan sampai perguruan tinggi.
Orang yang berkedudukan tinggi, bergelar akademis, yang mempunyai penapatan besar tinggal dirumah elite dan merasa termasuk golongan atas akan mengusahakan anknya masuk universitas dan memperoleh gelar akademis.Sebaliknya anak yang orangtuanya buta huruf mencari nafkahnya dengan mengumpulkan puntung rokok , tinggal digubuk kecil, tak dapat diharapkan akan mengusahakan anaknya menikmati perguruan tinggi.
Ada 2 faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan seorang anak, Yaitu:
1.Pendapaan orangtua.
2.Kurangnya perhatian akan pendidikan dikalangan orangtua.
3.Kurangnya minat si anak untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.

E. GOLONGAN SOSIAL DAN JENIS PENDIDIKAN

Golongan sosial tidak hanya berpengaruh terhadap tingginya jenjang pendidikan anak tetapi juga berpengaruh terhadap jenis pendidikan yang dipilih. Tidak semua orangtua mampu membiayai studi anaknya diperguruan tinggi.Pada umumnya anak-anak yang orangtuanya mampu, akan memilih sekolah menengah umum sebagai persiapan untuk belajar di perguruan tinggi.Sementara orangtua yang mengetahui batas kemampuan keuangannya akan cenderung memilih sekolah kejuruan bagi anaknya, dengan pertimbangan setelah lulus dari kejuruan bisa langsung bekerja sesuai dengan keahliannya.
Dapat diduga sekolah kejuruan akan lebih banyak mempunyai murid dari glongan rendah daripada yang berasal dari golongan atas. Karena itu sekolah menengah dipandang lebih tinggi statusnya daripada sekolah kejuruan.Demikian pula dengan mata pelajaran atau bidang studi yang berkaitan dengan perguruan tinggi dipandang mempunyai status yang lebih tinggi , misal matematika, fisika dipandang lebih tinggi daripada Tata buku.Sikap demikian bukan hanya terdapat dikalangan siswa tetapi juga dikalangan orangtua dan guru yang dengan sengaja atau tidak sengaja menyampaikan sikap itu kepada anak-anaknya.

F. BAKAT DAN GOLONGAN SOSIAL

Berdasarkan penelitian tentang angka-angka murid menunjukkan bahwa angka-angka yang tinggi lebih banyak ditemukan pada murid dari golongan sosial yang tinggi.Kegagalan dalam pelajaran lebih banyak terdapat dikalangan murid dari golongan rendah. Walaupun dalam tes intelegensi ternyata kelebihan IQ anak-anak golongan atas, namun tak semua kegagalan dan angka - angka rendah yang kebanyakan dari anak golongan rendah dapat dijelaskan dengan IQ.
Ini menandakan bahwa Iq mengandung unsur pengaruh lingkungan.Atas pengaruh lingkungan IQ dapat berubah. Lingkungan yang baik dapat meningkatkan IQ.
Pada umumnya ada perbedaan bakat atau pembawaan diantara ank-anak dari berbagai golongan sosial.
Disamping itu terdapat pula perbedaan pula perbedaan minat mereka terhadap kurikulum yang berlaku dan motivasi untuk mencapai angka yang tertinggi. Guru-guru dapat memperhatikan bahwa banyak anak dari golongan rendah mempunyai perhatian yang kurang terhadap pelajaran akademis meskipun mempunyai IQ yang tinggi.Anak-anak dari golongan rendah biasanya turut mencari nafkah kjeluarga sehingga mengurangi minat belajar. Selain itu ada kemungkinan perbedan partisipasi anak-anak dari berbagai golongan sosial dalam berbagai kegiatan ekstra kurikuler yang memerlukan waktu dan biaya, seperti kegiatan olahraga, kemping, musik, seni lukis, kepranukaan dan sebagainya, kecuali bila diharuskan bagi semua siswa.

G. SOSIOMETRI

Dalam KBBI, Sosiometri adalah : teknik penelitian yang umumnya bertujuan untuk meneliti hubungan sosial psikologis antara individu di dalam suatu kelompok. Biasanya metode ini dilakukan sbb. Kepada anak-anak diminta menulis nama satu orang dengan siapa dia duduk sebangku, dapat juga kita minta nama dua orang menurut prioritas anak itu bahkan ditambah dengan nama ank yang tidak disukai. Selain teman sebangku, juga bisa diganti dengan teman menonton, teman belajar, teman bermain dll. dari nama-nama yang ditulis dapat diolah menjadi sosiogram yang menunjukkan gambar diagram hubungan sosial dalam kelas.Anak yang paling dipilih diberi julukan " bintang ", anak yang tidak dipilih oleh siapapun disebut " isolate ". Selain itu bakal muncul dua orang yang saling memilih disebut " pair / pasangan ", kemudian tiga orang yang saling memilih disebut " triangle / segitiga " dan ditemukan juga satu kelompok yang erat hubungan anggotanya disebut " klik / clique ".

H. MOBILITAS SOSIAL

Dalam tiap masyarakat modern terdapat mobilitas sosial atau perpindahan golongan yang cukup banyak. Perpindahan orang dari golongan sosial yang lain, yang lebih tinggi atau lebih rendah disebut mobilitas sosial vertical. Mobilitas sosial ini berarti bahwa individu itu memasuki lingkungan sosial yang berbeda dengan sebelumnya.

Ada faktor penghambant mobilitas seperti agama,kesukuan, jenis kelamin dan sebgainya. Kenaikan golongn sosial dapat diselidiki dengan (a) meneliti riwayat pekerjaan seseorang, (b) membandingkan kedudukan sosial indidu dengan kedudukan orang tuanya,. Jadi tidak ada negara yang sepenuhnya “terbuka” atau “tertutup bagi mobilitas sosial, kerena dalam masyarakat terbuka orang lebih mudah naik kegolongan sosial yang lebih tinggi.

Boleh dikatakan bahwa, status sosial seseorang bergantung pada usaha dan kemauannya untuk meningkatkan golongan sosialnya. Sedangkan dalam masyarakat tertutup kenaikan sosial mengalami banyak kesulitan, diantaranya ada yang tidak dapat diatasi oleh individu itu sendiri, karena ditentukan oleh keturunan. Walaupun dlam madyarakat terbuka setiap orang mencapai tingkat sosial yang paling tinggi yaitu, terdapat banyak mobilitas, yang naik lebih banyak dari pada yang turun, namun kenaikan itu terbatas dinegara maju.faktor lain yang memperluas mobilitas sosial adalah perluasan dan peningkatan pendidikan untuk memenuhi tenaga kerja bagi pembangunan yang kian meningkat, khususnya pendidikan tinggi.
Pada umumnya kenaikan status sosial dianggap bai, karena membuktikan keberhasilan usaha seseorang. Namun, ada mensyinyalir aspek negatif, yakni bagi individu timbulnya rasa ketegangan, keangkuhan dengan memamerkan kekayaan, keguncangan kehidupan, keluarga dengan bertambahnya perceraian atau eretakan keluarga.

Selain itu, moblitas sosial dapat memeperlemah solidaritas kelompok karena, mereka yang beralih golongan sosial akan menerima norma-norma baru dari golongan yang dimasukinya dengan meninggalkan norma-norma golongan sodial semula.

I. PENDIDIKAN DAN MOBILITAS SOSIAL

Pendidikan dipandang sebagai jalan untuk lebih baik didalam masyarakat. Makin tinggi pendidikan diperoleh, makin besar untuk mencapai tujuan itu. Dengan demkian, terbuka kesempatan untuk meningkat kegolongan sosial yang lebih tinggi. Oleh karena itu dikatakan bahwa pendidikan merupakan jalan bagi mobilitas sosial. Ddengan memperluas dan merata pendidikan, diharapkan dicairkannya batas-batas golongan-golongan sosial. Dengan demikian, perbedaan golongan sosial akan dikuranngi jika tidak dapt dihapus seluruhnya.

Mengenai mobilitas sosial terdapat dua pengertian. Yang pertama ialah, bahwa suatu sector dalam masyarakat secara keseluruhan berubah kedudukannya terhadap sector lain. Pengertian kedua,
tentang mobilitas sosial ialah kemungkinan bagi individu untuk pindah dari lapisan satu untuk pindah kelapisan yang satu lagi. Pendidikan membuka kemungkinan adanya mobiitas sosial. Pendidikan secara merata memberikan persmaan dasar pendidikan dan mengurangi perbedaan antara golongan tinggi dan rendah. Walaupun terdapat mobilitas sosial secara sektoral, banyak pula golongan randah yang tetap dianggap rendah. Namun, kedudukan golongan randah tidak statis, aan tetapi dapat terus bergerak maju bila diberi pendidikan yang lebih banyak.

J. MOBILITAS SOSIAL MELALUI PENDIDIKAN

Banyak contoh-contoh yang dapat kita liat disekitar kita, tentang orng yang meningkat dalam status sosialnya berkat pendidikan yang diperolehnya. Salah satu contohnya yaitu pada jaman dahulu orang yang menyelesaikan pelajarannya pada HIS yaitu SD pada jaman belanda, mempunyai harapan menjadi pegawai dan mendapatkan kedudukan sosial yang terhormat. Apa lagi kalau ia lulus MULO, AMS, atau Perguruan Tinggi, maka makin besarlah kesempatannya untuk mendapatkan kedudukan yang baik. Dengan demikian, masuk golongan sosial menengah atas. Kini pendidikan SD bahkan SMA hamper tidak ada pengaruhnya dlam mobilitas sosial.

Karena, kini pendidikan tinggi dianggap suatu syarat bagi mobilitas sosal.di samping ijazah perguruan tinggi, ada lagi faktor-faktor lain membawa seseorang kepada kedudukan tinggi dalam pemerintahan atau dunia usaha. Dapat kita pahami bahwa, anak-anak golongan rendah lebih suka mendapat kedudukan sebagai pimpinan perusahaan disbanding anak pemimpin perusahaan itu sendiri. Hubungan pribadi, rekomendasi dari orang yang berkuasa disamping ijazah dan prestasi turut berperan, untuk mendapatkan posisi yang tinggi. Mobilitas sosial bagi individu agak kompleks karena adanya macam faktor yang membantu sesorang meningkat dalam jenjang sosial. Misalnya, sekolah sebagai jalan bagi mobilitas sosial.

K. TINGKAT SEKOLAH DAN MOBILITAS SOSIAL

Diduga bahwa bertambah tingginya taraf pendidikan. Makin besarnya kemungkina mobilitas bagi anak-anak golngan rendah dan menengah. Ternyata ini tidak selallu benar, bila pendidikan itu hanya terbatas pada pendidikan tingkat menengah. Jadi, walaupun kewajiban beljar ditingkatkan sampai SMA , masih menjadi pertanyaan, apakah mobilitas sosial akan meningkat. Mungkin sekali tidak akan terjadi perluasan mobilitas sosial. Akan tetapi, pendidikan tinggi masih dapat mamberikan mobilitas itu. Walaupun dengan bertambahnya lulusan perguruan tinggi, makin berkurang ijazasah untuk meningkat dalam status sosial.

L. PENDIDIKAN MENURUT PERBEDAAN SOSIAL

Pada umumnya dinegara demokrasi, orang sukar menerima, adanya golongan-golongan sosial dalam masyarakat. Menurut Undang-Undang semua warga negara sama, dalam kenyataannya tak dapat disangkal adanya perbedaan sosial itu, yang tampak dari sikap rakyat biasa terhadap pembesar, orang miskin terhadap orang kaya, pembantu terhadap majikan, dan lain-lain. Perbedaan itu nyata dalam symbol-simbol status seperti; mobil mewah, rumah mentereng, perabot luks, dll. Suka atau tidak suka perbedaan sosial terdapat disepanjang masa, walaupun sering perbedaan tidak selalu mencolok.
Pendidikan bertujuan untuk membekali setiap anak agar masing-masing dapat maju dalam hidupnya mencapai tingkat setinggi-tingginya. Akan tetapi sekolah sendiri tidak mampu meniadakan, batas-batas tingkat sosial itu.

Pendidikan selalu merupakan bagian dari sistem sosial. Namun, segera timbul keberatan terhadap pendirian yang demikian. Karena dianggap bertentangan dengan prinsip demokrasi dengan mengadakan driskriminasi dalam pendidikan. Cara demikian akan memperkuat penggolongn sosial dan menghambat mobilitas sosial yang diharapkan dari pendidikan. Harapan ini tidak mudah diwujudkan karena banyak daya-daya lain duluar sekolah yang menibulkan, stratifikasi sosial yang jauh lebih kuat daripada pendidikan formal. Pada saat ini sekolah-sekolah meneruskan cita-cita untuk menebarluaskan ideal dan norma-norma kesamaan dan mobilitas secara verbal. Disamping adanya daya-daya stratifikasi yang berlangsung terus dalam masyarakat. Ini berarti bahwa usaha untuk mengajarkan kesamaan dan mobilitas akan menghadapi kesulitan dalam dunia nyata.

KESIMPULAN

Dalam arti ini pendidikan dimulai dengan interaksi pertama individu itu dengan anggota masyarakat lainnya,misalnya pada saat pertama kali bayi dibiasakan minum menurut waktu tertentu.Dalam masyarakat primitif tidak ada pendidikan formal yang tersendiri .Setiap anak harus belajar dari lingkungan sosialnya dan harus menguasai sejumlah kekuatan yang diharapkan pada saatnya tanpa ada nya guru tertentu yang bertanggung jawab atas kelakuannya.

Ada faktor penghambant mobilitas seperti agama,kesukuan, jenis kelamin dan sebagainya. Kenaikan golongn sosial dapat diselidiki dengan (a) meneliti riwayat pekerjaan seseorang, (b) membandingkan kedudukan sosial indidu dengan kedudukan orang tuanya,. Jadi tidak ada negara yang sepenuhnya “terbuka” atau “tertutup bagi mobilitas sosial, kerena dalam masyarakat terbuka orang lebih mudah naik kegolongan sosial yang lebih tinggi.

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Apa saya bisa dapatkan materi tentang pengertian dan ruang lingkup sosial budaya di Indonesia sebagai tugas mata kuliah teori, prinsip dan konteks sosbud pendidikan? Terima kasih. Mohon bantuannya.

    BalasHapus