14 Bulan Kemudian . . .(bagian-2 Selesai)


Aku sadar, aku baginya hanyalah . . .simpanan. Baginya hanyalah teman berjuang saat siapapun menjauhinya. Aku rela, walau kadang aku merasa hanya pelacur baginya selama 14 bulan. Semua, segalanya yang ada dalam diri ini tercurah hanya untuknya. Bahkan untuk diri sendiri pun tak ada waktu,  anak-anakku hanyalah prioritas ke dua. Ya Allah, entah apa yang membuat perasaan ini begitu mudah tak berdaya dihadapannya. Begitu mudah segala ketegaran dan kemandirian hilang menjauh. Airmata begitu mudah tumpah dihadapannya. Padahal, apa yang membuatnya begitu berharga dihadapanku. Mahluk yang bernama laki-laki ini sekilas sama saja dengan yang lain. Tapi, perasaan ini kan aku yang rasa! Huft . . .ya Allah, mengapa Kau berikan dia untukku, jika hanya untuk kecewa. Aku yakin campur tanganMu begitu kuat. Bukan aku menyalahkan. Tapi aku tak sanggup menindas rasa yang terlanjur dalam ini.


Kalau hanya rindu sesaat hadir biarlah sebagai hiburan, namun bila cintanya hadir dan tak bisa kubunuh apa yang harus kulakukan. Aku tak ingin kecewa, sejak awal kukatakan padanya. Jika kau hadir hanya untuk mempermainkan perasaan, pergilah. Nyatanya aku tak berdaya dengan caranya mencintai dan membuatku jatuh cinta. Sungguh aku merasa tersiksa dengan keadaan ini. Telah kucoba untuk melupakan segala rasa yang ada ini. Semua kesibukan, aku jalani dan selesaikan, berharap bisa membunuh rasa rindu ini. Dalam sujud malamku, bantalku yang menemani tidur pun merasakan tetesan air mata ini.

Hingga tiba saat usai mengajar hari ini, rasanya ingin segera terbang ke rumah dengan secepat-cepatnya. Tidak mampu menahan sesak dada ini. Sudah hampir seminggu tidak ada kabarnya. Pikiranku kacau, prasangkaku, rasa perempuanku sudah melayang kemana-mana. Baperku wanitaku selalu bertahta dalam setiap rasa yang kulewati. Bayangkan 14 bulan 24 jam utuh milik kami, kini . . .secuil katapun tak ada. Ya Allah, mengapa ini terjadi. Engkau yang menghadirkannya, akankah engkau pula yang membuatnya meninggalkanku?? Haruskah aku kembali kecewa?

Aku hampir tertidur, setelah pulang mengajar jumat ini pulang lebih cepat. Pukul 14.30. Aku tak ingin bungsu melihat aku menangis. Dia selalu peka dengan kesedihan ibunya. Cepat masuk kamar dan menikmati kesedihan, entah air mata ini nggak bisa kubendung. Ngalir terus, tanpa aku komando. Tiba-tiba ada telp masuk ke ponselku. Ku lirik dengan malas-malasan. Terbaca nama "Ayah", aku langsung loncat dan kaget. Ya sejak 14 bulan lalu, dia memintaku untuk memanggilnya ayah. Dia yakin aku akan menjadi miliknya. Dan tidak ingin siapapun mendekatiku lagi. Hanya tinggal menunggu akad kami dihadapan allah yang mengukuhkan kami suami istri. 

"Halo, lama sekali bu, ayah tinggal nunggu motor mau jemput ibu di sekolah." Katanya dengan mantap. "Ayah nggak bercanda kan?" seakan tidak percaya. "Loh memang kenapa bu? Ayah pulang nengokin istri ayah bukan? Ibu nggak kangen ayah? Nggak percaya Ayah sudah di dekat lokasi rumah ibu? " brondongnya. Dan segera diberikan peta lokasi keberadaan dia di BB. Baru aku percaya, dia menyatakan naik ojek online ke rumah abangnya di dekat sekolah tempatku mengajar, lalu di sana dia pinjam motor abangnya untuk menjemput sekaligus mengantarku pulang ke rumah. Aku bilang, bahwa aku sudah dirumah. Dia tampak sedih, tapi tidak mengurangi semangatnya untuk segera menuju rumah. "Tunggu ya, Ayah pasti sampai kesana kira-kira 20 menit lah." Hhhh rasanya tidak percaya, tapi nyata. Aku bergegas ke kamar mandi dan bersiap-siap.

Ya Allah, aku tahu cara kami salah. Tapi Engkau tahu, niat hati kami. Engkau yang mempertemukan kami, Engkau pula yang akan meridhoi langkah kami, batinku sedih. Bukan karena aku perempuan bodoh, atau membabi buta dalam mencintai. Satu hal yang kuyakini, tidak ada skenario seindah skenarioNya. Bahkan daun jatuh pun itu atas seijin Allah. Jadi, aku yakin kami dipertemukan atas ijinNya. Kami sadar, kami 2 manusia dewasa yang punya nafsu. Dan kami harus segera mewujudkan pernikahan kami. Aku menerima dia apa adanya. Siap menjadi istrinya walau harus dari nol. Aku tahu akan mengahadapi masalah lain, tapi itu sudah kami diskusikan selama 14 bulan lamanya. Segala kemungkinan dan langkah, serta apa yang akan dilakukannya sepulang nanti. 

Senyum ini makin mengembang, saat suara motor di depan rumah berhenti. Kuintip dari jendela kamar, si bungsu, yang juga sudah berteman di fb dengannya, nampak menyambutnya. Ya, dulu BB bungsu selalu jadi pilihan, jika hpku atau aku tidak bisa dihubungi. Alhamdulillah anak-anak mengerti. "Maafkan Ayah bu, seminggu tanpa kabar. Begitu banyak yang harus ku bereskan. Mengerti ya . ., Ayah tidak akan meninggalkanmu sampai kapanpun. Ayah ingin membahagiakan ibu." katanya dengan senyum tulus. Aku segera menutup bibirnya dengan jariku, artinya kini tak perlu kata-kata lagi. Terlalu banyak kata-kata yang tercurah selama ini. Bagiku yang penting kini dia hadir membuktikan segala ucapannya.


Dan aku ikhlas menjalani cerita ini, sama ikhlasnya saat mas menikahiku secara agama di hadapan anak-anakku saja. Bagiku itu yang terpenting, restu Allah dan anak-anak lebih penting dari siapapun. Ya Allah, jadikan suamiku ini, menjadi imam terakhir dalam hidupku. Ijinkan kami menjalani ibadah ini sampai umur kami berakhir . . .

Posting Komentar

5 Komentar

  1. Nama:Rizky Yasin Fadilah
    KlS : XII TkR 3
    Tugas MTK bikin cerpen


    Penantian Cinta Berahir Ceria

    Aku sadar,aku baginya hanyalah...simpanan.Baginya hanyalah teman berjuang,kalau hanya rindu sesaat biarlah sebagian hiburan hingga tiba saat usai ini rasanya ingin segers terbang ke rumah.Aku hampir tidur ya allah aku tahu cara kami salah tapi itu sudah kami diskusikan selama 14 bulan lamanya.Dan aku ikhlas menjalani cerita ini,sama ihklas nya saat mas menikahiku secara agama di hadapan anak-anaku saja.

    Komentar nya : iya sih jadi....simpanan itu tidak menyenangkan sebaik nya di hindari tapi kalau sudah takdir kita bisa apa

    BalasHapus