By Pak Johan (Founder Komunitas Guru Menulis) kolaborasi ms Juli
Awalnya, ruko akan disewa untuk restoran. Seneng banget karena nilai kontraknya sangat lumayan. Cukuplah untuk beli mobil.
Tiba-tiba sulung ingin bikin cafe. Suntuk terlalu banyak waktu terbuang. Tugas sekolah bisa diselesaikan sejam dua jam. Selebihnya, main ... Terlebih dengan kondisi daring seperti ini belajar hanya 4 jam pelajaran sehari, maksimal selesai jam 12 siang.
Sulung ingin memanfaatkan ruko itu untuk belajar bisnis. Di rumah, tiga anak memang tak pernah mengenal lelah bikin ini dan itu. Lebih lucu lagi, tiga anak itu sudah mahir masak aneka resep yang dipelajarinya dari youtube.
Langsung teringat artikel Profesor Rhenald Khasali yang pernah saya baca selama perjalanan ke Jakarta. Isinya, bentuklah karakter anak-anak dengan pemberian tanggung jawab. Entah cuci piring, pakaian, ngepel, bersih-bersih kamar sendiri dan lain-lain. Kenalkan pekerjaan kasar agar mereka tidak canggung pakai baju kotor dan bau.
Teringat saat kecil saya juga dididik seperti itu terutama sepatu dan baju seragam. Biar merasakan arti kebersihan dan tanggung jawab, barangnya sendiri. Tentu beda dicucikan dengan mencuci sendiri. Mereka lebih menjaga dengan sepenuh hati.
Profesor Rhenald Khasali juga bilang, jangan pernah anak-anak dikasih beban harus jadi ini dan itu. Punya prestasi ini dan itu. Jangan pernah mengukur sukses anak dengan keadaan orang tua. Sangat teramat bahaya. Berikanlah kebebasan anak untuk berekspresi lewat coba-coba. Biarkan gagal dan jangan diejek. Dari beragam kegagalan itulah, mental anak-anak akan terbentuk. Mereka kelak akan tangguh, kokoh, dan pantang menyerah.
Tugas kita hanya memfasilitasi dengan kesempatan dan motivasi, mendidik agar percaya diri. Sukses itu, dimulai dari kesadaran anak akan sebuah tanggung jawab.
Setelah teringat itu, akhirnya saya batalkan rencana sewa ruko. Saya pilih memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk berlatih mandiri daripada menerima setumpuk duit kas. Saya percaya, anak-anak pasti suka karena ini adalah ide mereka sendiri. Sesuatu yang menjadi pilihan biasanya hasil dan tanggung jawabnya lebih maksimal, dari pada sebuah keterpaksaan.
Terbukti. Ruko yang tadinya kurang terawat kini sangat teramat memukau bagian dalamnya. Sangat teramat artistik dan amat milenial. Istimewanya lagi, semuanya memakai bahan bekas alias limbah. Entah drum bekas, kayu bekas, kayu bekas dan lain-lain. Benar-benar bikin decak kagum. Gimana bisa anak SMA bisa jadi tukang kayu, tukang cat, tukang desain interior dan lain-lain.
Satu sisi pendidikan karakter menggunakan apa yang ada, daur ulang terjadi dari barang bekas, kreatifitaspun akan muncul.
Dari sini pula, ada kesadaran dari lubuk hati terdalam. Ternyata guru terbaik itu tersembunyi di kepercayaan orang tua kepada anak-anaknya. Selagi orang tua mengekang kebebasan anak secara berlebihan, pasti kelak mereka akan jadi bonsai. Sebaliknya, anak-anak pasti bisa terbang tinggi ke angkasa seperti rajawali yang berani terbang sendiri dengan penuh keyakinan, karena diberikan kepercayaan oleh orang tuanya.
Selamat membuat runway, Anak-anakku dan seluruh anak Indonesia. Doa Bapak dan ibu selalu menyertaimu ...
Wahai ayah bunda, kelak ke depan anak kita seperti apa? Semua ada di tangan kita memoles dan mendukungnya. Seperti kata Khalil Gibran:
Anakmu bukanlah milikmu,
mereka adalah putra putri sang Hidup,
yang rindu akan dirinya sendiri.
Selamat Malam, ...
13 Komentar
ahh terima kasih miss pengingatnya, diri ini harus terus diingatkan tentang hal ini. Karena kadang masih suka mengukur anak dari sebatas pencapaian-pencapaian luar yang jadi tolok ukur orang. Padahal anak tentu memiliki jalannya sendiri
BalasHapusBenar teh aku punya 3 anak beda semua dan masing-masing ada uniknya
HapusTernyata hampir semua ortu sama ya...awalnya ada kekhawatiran berlebihan. Setelah ikhlas melepas, ternyata lebih mandiri. Semoga sukses putra-putrinya yaa...
BalasHapusSama bunda, tapi belajar dari orang dulu, diarahkan setelah itu dilepas diberi kepercayaan
HapusOh, gitu ya? Kirain guru terbaik adalah orang tua mereka. Hihi malu. Iya sih, pengalaman yanh dimiliki anak-anak akan jadi guru untuk anak-anak. Makanya orang tua perlu membebaskan anak supaya mencoba banyak hal lalu menemukan "guru" dari jatuh bangun mencoba hal baru itu ya?
BalasHapusBenar mbak, kita hanya mengarahkan dan memotivasi selanjutnya beri kepercayaan
HapusSebagai orangtua, saya memberikan kebebasan berekspresi juga kepada anak-anak. Bisa dibilang, saya adalah korban bentukan orangtua. Disuruh begini begitu. Sayangnya dulu saya nggak pernah menolak, iya-iya aja. Nggak maulah kalau anak-anak akan seperti saya. Mereka harus diberikan kesempatan mewujudkan mimpi mereka sendiri. Saya mendukung dan memberikan arahan saja.
BalasHapusSetuju banget Miss. Anak-anak punya Masa depannya sendiri. Kita tak berhak mendiktenya jadi apa yang kita mau. Tugas kita hanya mendampingi dan memfasilitasi. Keren tulisannya sangat menginspirasi Miss..
BalasHapusTerima kasih mbak Bety terus berusaha menulis terbaik
HapusSaya sepakat dengan Mis Juli, anak-anak memang seharusnya diberi kepercayaan untuk menjalani apa yang mereka inginkan. Kita sebagai orang tua mesti mendukungnya
BalasHapusBenar teh terus mendukung jangan bosan dan terus memotivasi
HapusMasya Allah, keren. Anak kreatif itu biasanya suka tantangan dan mencoba hal-hal baru. Biasanya hal baru tersebut juga berbeda dengan yang kita temukan dan alami. Orang tua memang sebaiknya mendukung anak berjuang dan mencoba ya, Miss. Pengalaman yg akan didapatkan anak itu jauh lebih berharga daripada materi :)
BalasHapusBenar nggak dipungkiri ketakutan itu pasti ada
Hapus