Sertifikasi Bukan Segalanya Tapiiii . .


"Bu ya allah gajiku di SDIT fulan 264 rb. Gimana aku bisa beli susu buat anak bu ? tega banget padahal aku dalam kondisi bgini.kuatkan aq ya allah. " begitu bunyi sms suatu siang yang kuterima dari salah seorang teman guru saat aku menjadi Kepala Sekolah sebelumnya di SDIT itu . Tapi aku lebih dulu memilih keluar , karena idealisku tidak bisa menerima keadaan yang sebenarnya keadaan didalam . Padahal aku baru 2 bulan memegang jabatan itu .

Demikian bunyi sms yang kuterima awal bulan ini. Bukan bunyi smsnya yang bikin aku tercenung, aku sadar berapapun rizki wajib disyukuri dan berapa sih gaji guru di Indonesia yang bisa paling tinggi, sehingga beliau bisa tenang dalam menjalankan pekerjaannya sekaligus pencari nafkah tunggal karena sedang berproses berpisah dengan suaminya karena kezoliman suaminya yang rajin berselingkuh dengan perempuan-perempuan binal dan hanya menguras harta suaminya semata.



Justru yang kupikirkan adalah, keprihatinan yang amat mendalam. Tentang keberadaan sekolah-sekolah tempat menghasilkan calon pemimpin bangsa dididik oleh para pemberi ilmu yang dimana tidak sedikit karena memang mencintai profesi mengajarnya tetap bertahan walau harus pontang panting mencari tambahan untuk bertahan hidup . Walaupun banyak juga yang merusak dengan menjadikan guru sebagai pekerjaan antara atau batu loncatan, atau sebagai tujuan akhir karena tidak mendapat pekerjaan dimana mana, itu juga bagian yang tidak bisa dipungkiri .

Aku yang tinggal disebuah kabupaten di provinsi Ja-bar amat merasakan, sebagai tenaga honorer disekolah sekolah swasta atau SDIT yang pernah 2x aku merasakan. Yang terfikir olehku adalah, mengapa mudah sekali sebuah sekolah berdiri, hanya karena dia mampu membangun gedung dan punya pengalaman sedikit sebagai tenaga guru. Seolah tidak perlu manajemen profesional. Bisa gedung dan sekolah berdiri lengkap dengan surat surat ijinnya, tapi penggajian guru dan tenaga pendukungnya amat sangat prihatin dan miris sekali.

Betul kita jangan berharap pada gaji seorang guru, tapi dengan segala hal yang telah sebuah yayasan swasta lakukan, hanya menimbulkan gerundelan atau apa ya bahasa enaknya ? Keluhan dalam hati para gurunya yang terpaksa menerima karena dekat dengan rumah atau karena awalnya dipaksa dan diiming imingi harapan. Padahal gajinya jauh sekali dari ketentuan UMR.

Sedangkan tuntutan dan pekerjaannya melebihi imbalan. Artinya, batinku adalah, kalau memang belum bisa menggaji layak, jangan buka sekolah ! Kalau hanya isinya tergiur saat ini sekolah sekolah sedang Booming. Yang ada hanyalah , yayasan berfikir keuntungan semata , dan menjadikan guru pekerja semata , bukan sebagai mitra yang harus bahu membahu untuk memajukan anak bangsa dan sekolah .

Sehingga yang terjadi adalah , seringkali guru guru keluar masuk mencari sekolah yang lebih bersahabat dari segi kenyamanan dan keuangan . Hal yang wajar , dan manusiawi bukan ? Beruntung kini ada tunjangan sertifikasi , bisa sedikit membantu , bahkan yayasan yang masih memberi gaji dibawah 1 juta untuk guru yang harus mengajar sampai jam 16 harusnya merasa berterimakasih . Tidak perlu menambah gaji . Namun terkadang , hal itupun sulit dilakukan karena alasan macam macam . Nanti kalau sudah sertifikasi kabur deh , pernah kudengar hal itu dari mulut pemilik yayasan di sekolah tempatku pernah mengabdi . Astaghfirullah . dan mereka mempersulit dari segi administrasinya .

Kalaupun diijinkan , sering terjadi perjanjian , dimana mereka harus memberi 20% pendapatanya untuk yayasan dimana tempat mereka mengabdi . Kalau tidak , guru akan dipersulit administrasinya saat mengurus verifikasi pemberkasan dan sebagainya . Aku tahu , tidak semua yayasan begitu , masih ada beberapa persen yang mau berpihak pada guru . Tapi itu juga perlunya dukungan Kepala Sekolahnya yang kuat dan merasakan hal yang sama keadaannya .

Aku adalah salah satu guru yang pernah merasakan hal hal seperti diatas . Dan itu kebanyakan kurasakan saat aku mengabdi di sekolah sekolah SD swasta . ada 3 Sekolah swasta besar dan 2 sekolah swasta kecil tempatku mengabdi sejak 2003 – 2011 . Kenapa aku harus pindah pindah tempat ? Sesungguhnya , aku juga inginnya tidak pindah pindah sekolah . Apalagi disekolah pertama kali tempatku mengabdi sejak kepulanganku dari Semarang , karierku cukup melesat bagus . Dari jadi guru favorit matematika dan IPA , wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan hingga Kepala Sekolah selama 2 tahun dan sempat membawa sekolah ini berada pada posisi ke 2 di bawah SDIT Thoriq bin Zyat yang saat itu notabene milik Bupati Bekasi waktu itu dalam hal perolehan nilai NEM pada Ujian Nasional Juni 2010 lalu . Aku apalah , bukan seorang pemilik yayasan , tapi dibawah kepemimpinanku dan kerjasama dengan guru guru , SD ini terus harum namanya dengan prestasi Akreditasi Sekolahpun terus bertahan di A+ . Sayang prestasiku dibalas dengan yayasan sebaliknya . Boro boro hadiah atau pujian , bahkan yang ada hanya tekanan demi tekanan atas pengaduan guru senior yang merasa dirugikan dengan peraturan sekolah yang padahal itu juga peraturan yayasan , tapi liciknya justru aku dijadikan tameng menutupi kelemahan yayasan . Begitu juga dengan protes orang tua tentang kebijakan sekolah yang sekali lagi itu tidak pernah lepas dari pengaruh yayasan . Aku sebagai kepala sekolah sering dibayang bayangi dengan berbagai permasalahan . Yang membuatku tidak merasa nyaman .

Pengawas atau UPTD setempat juga tidak mampu berbuat banyak . Walaupun mereka merasa terbantu nama dinas tempat mereka bekerja naik saat disebut sekolahku itu berada di wilayah mereka. Bahkan mereka pernah memprediksi aku akan menjadi kepala sekolah yang akan bertahan lama dengan prestasiku itu . Tapi hal itu tidak terbukti , aku mengajukan pengunduran diri setelah itu karena justru merasakan hal yang tidak nyaman dan leluasa untuk menjabat posisi itu . Aku memilih menjadi seorang guru saja , agar lebih tenang dan tidak perlu pusing memikirkan sekolah dan yayasan. Saat itu ternyata namaku keluar sebagai guru yang berhak mendapat kesempatan PLPG sertifikasi. Sempat aku mendapat halangan , tapi Alhamdulillah aku lulus PLPG dan berhak atas tunjang Profesi . Dan aku memilih keluar untuk mencari sekolah yang bersahabat .

Aku sempat 5 kali keluar masuk setelah keluar dari sekolah SD pertamaku . terlebih begitu Pendataan DAPODIK diaktifkan , tunjanganku tidak cair selama hampir 1 tahun. Dataku juga hilang tidak terdaftar dimana mana . Sahabatku yang dulu pernah jadi guru Agama saat aku menjadi kepala Sekolah , dan kini menjadi Direktur Yayasan Sekolah Keluarganya, sempat membantuku untuk mengembalikan dataku dengan menyertakan aku sebagai gurunya , walau aku hanya mengajar setiap hari jumat saja ternyata tidak cukup membantu. Saat itu aku sudah lelah di SD dan menerima tawaran mengajar di SMK Swasta tempatku kini bernaung , terlebih aku juga mendapat kesempatan menjadi Dosen Matematika di sebuah STKIP dan UT UPBJJ disuatu pokjar . Aku berinisiatif untuk menutup Sertifikasiku di SD setelah berkonsultasi dengan Kepala Sekolahku . Dan beliau mendukungku untuk mutasi NUPTK ku ke SMKku ini.

Alhamdulillah di awal 2014 dengan program Siap Padamu Negri , namaku keluar sebagai calon PLPG lagi , walau berliku dan sempat menimbulkan polemik , bahkan sempat dipersulit karena aku belum GTY sesuai peraturan yang baru , membuatku harus maju ke LPMP Jawa Barat . Akhirnya setelah perjuangan itu hampir setahun , Sertifikat Guru Profesi kini kumiliki lagi dipenghujung tahun 2014 ini di UPI Bandung . Sebagai kekuatanku untuk terus menjadi guru Professional , sebagai penguat kemampuan keuanganku yang harus membesarkan ketiga jagoanku kini seorang diri . Mereka sudah besar dan biaya sekolah atau kuliahnya mulai banyak , akupun harus menyelesaikan S-2 ku karena tuntutan profesi Dosenku . Aku bersyukur Di Kesempatan PLPG terakhir ini aku masih diberi jalan oleh Allah . Karena tahun depan sudah tidak ada PLPG ( Pendidikan dan Latihan Profesi Guru ) lagi dimana hanya 10 hari pelaksanaanya dibawah Universitas yang ditunjuk oleh pemerintah . Mulai tahun depan adalah PPG ( Pendidikan Profesi Guru ) dengan biaya sendiri selama 6 sampai 12 bulan seperti kuliah . Subhanallah , alhamdulillah ya Allah.Semoga aku bisa menjaga amanahmu ini .

Sertifikasi memang bukan segalanya dan penjamin keprofessionalan seorang guru , tetapi buat seorang guru sepertiku yang mencintai profesi guru hal ini sangat membantu . Aku yakin masih banyak guru guru sepertiku , masalah sertifikasi sempat ternodai oleh ketidak professionalan guru kemudian merusak arti sebuah sertifikasi , itu adalah oknum . Masih lebih banyak yang menginginkan professional dan sungguh sungguh mendidik anak bangsa . Terlebih Negara / sekolah belum bisa memberikan gaji yang layak seperti di Negara Negara lainnya , arti sebuah sertifikasi sangat dinanti .


Griya Tambun , 28 Desember 2014 penuh rasa syukur.

Posting Komentar

2 Komentar