Tidak Ada yang Kebetulan dalam Hidup ini , Tapi atas SkenarioNya . . .



Ina tercenung dalam renungan siang ini yang didengarnya dari Radio Dakta yang rutin bakda zuhur menyajikan renungan siang. Rasanya pas sekali dengan keadaan hatinya siang ini. Kajian yang menjabarkan bahwa tidak ada yang kebetulan dalam hidup kita tetapi semua adalah skenarionya Sang Maha Pencipta yang terkadang kita tidak bisa menebaknya.


Ina masih ingat yang paling terdekat adalah semalam, saat hari ke-2 Iedul Fitri terjadi keajaiban yang tak pernah disangka sangka. Sesungguhnya ia sudah tidak pernah mengharapkan keluarga besar suaminya untuk datang kerumahnya. Terlebih di lebaran Iedul Adha lalu mereka berselisih paham dengan abang pertama dan istrinya yang sesungguhnya dengan posisinya yang cukup mapan dan tidak ada masalah keuangan, mudah saja bagi mereka untuk membantu kesulitan adik-adiknya. Tapi itu hanya sebatas omongan dan selalu harus ada acara ceramah dulu alias OMDO omong doang.


Terlebih saat itu suaminya sudah dalam keadaan sakit dikakinya. Sebenarnya kalau boleh mencari salah, sakitnya suami adalah saat menjemput ayahnya ke Kalimantan .Disana ayahnya sudah 10 hari tidak bangun, itupun ia mendapat kabar dari abangnya yang pertama, anehnya baik abang pertama maupun abang ke-2 tidak ada satupun yang sempat pulang. Akhirnya suaminya gelisah sendiri. Sedangkan saat itu keuangan keluarga Ina pas pasan sekali. Tapi melihat kegelisahan suaminya tak tega juga Ina, akhirnya pinjam ke koperasi sekolah 2 jt tempatnya mengajar.


Walaupun sambil sebal dan ngedumel ke suaminya karena abangnya tidak ada satupun yang ikut patungan. Ina melepas juga kepergian suaminya yang berangkat naik pesawat dari Bandara Soetha. Rupanya sampai disana ayahnya sudah kena stroke ringan dan segera dibawanya ke RSUD setempat lalu dapat sehari berobat, rupanya si kakek minta pulang langsung kerumah Ina. Praktis 5 hari berturut turut tanpa istirahat suami Ina bolak balik .


Alhamdulillah kakek sehat dan minta kerumah abangnya suami Ina yang pertama dan seterusnya . Maklum karena terbiasa berjalan kemana mana sendiri. Jadi begitu sehat maunya pergi. Kembali kesuaminya, rupanya tiba tiba kaki suami Ina melepuh dan rasanya panas. Ina coba untuk memanggil tukang bekam , alhamdulilah mendingan. Makanya sempat datang kerumah abang ke-2 saat lebaran Idul Adha. Tapi justru saat itulah bersitegang dengan abangnya yang pertama dan keluarganya. Ina yang sempat emosipun membela suaminya dengan mengatakan bahwa suaminya sakit karena menjemput ayahnya. Padahal masih ada 4 orang anaknya, tapi mengapa sudah dijemput dan sehat malah di pojokkan. Akhirnya Ina sekeluarga pulang dengan hati yang kesal.


Namun rupanya kesehatan suami Ina terus menurun sejak itu, sampai tiba luka dikakinya terus melebar dan bengkak begitu juga dengan kondisinya terus melemah . Praktis sejak menjemput ayahnya hingga sakit, tidak ada lagi pemasukan dari suaminya yang berdagang, Untungnya Ina selain mengajar disekolah juga mengajar privat dirumah dan menjadi dosen, lumayan agak ketolong juga. Maka dari itulah Ina membawa suaminya ke rumah sakit terdekat.


Bagai disambar petir saat dokter langsung memintanya untuk dirawat, karena ternyata kadar gula darah dan tensi suaminya sudah sangat tinggi ( suami Ina memang ada keturunan Diabetes tapi selama ini masih bisa diatasi ). Efeknya berimbas ke luka dikakinya.
Dan yang lebih kagetnya adalah kaki suaminya harus diamputasi karena dianggap sudah merembet ke jari jari kaki. Uang dari mana ? Pikirnya, untung Ina menyimpan uang sertifikasi gurunya yang cair bulan Desember ini pula. Sempat ia memberitahu keluarga suaminya, karena Ina tak ingin disalahkan. Sempat abangnya yang pertama dan ayahnya yang sudah sehatpun datang. Tapi mereka hanya bisa melarang amputasi dan menyarankan untuk alternatif herbal saja, tapi tetap saja biaya rumah sakit harus Ina yang menyelesaikan.


Ina harus pontang panting kesana sini cari pinjaman untuk memaksa pulang suaminya yang sementara lumayan dapat 2 hari di rumah sakit langsung tertangani dan kondisinya tambah membaik. Namun dokter internisnya yang kepedean bahwa suaminya sudah pasti akan diamputasi rupanya sudah membersihkan lukanya, sehingga terlihat bolong. Ina saat itu ingin marah dan menuntut mal praktek kepada dokternya dilarang oleh suaminya, untuk bersabar.


Akhirnya tetap saja Ina seorang diri yang harus menanggung penderitaan ini. Mengobati sang kepala keluarga sambil harus menanggung beban keluarga .Baik keluarganya maupun keluarga suami Ina hanya bisa menengok tanpa serupiahpun membantu. Padahal saat itu Ina betul betul sudah kewalahan. Tapi watak Ina yang tak mau meminta membuatnya diam dan menangis dimalam malam tahajudnya, sambil mengadu kesedihan hatinya. Terbayang biaya yang akan dikeluarkan untuk mengobati suaminya, sulung yang akan kuliah tahun ini juga , si tengah sekolah di SMK, dan bungsu kelas 3 SMP tahun depan.


Sempat ada rasa marah dalam dirinya, mengapa cobaan demi cobaan terus menerpa Ina dan keluarganya. Untung sahabat sahabatnya yang juga guru memberinya suport. Suami Ina hanya bisa diam dan bersedih karena tak mampu berbuat apa apa. Untungnya lagi Ina tipe wanita pekerja yang ulet. Penderitaan dan musibah tak mungkin terus ia renungi, harus ada jalan keluar mengatasi. Alhamdulillah suami Ina bisa ditarik pulang kerumah dan memilih pengobatan alternatif/ herbal sebagai ganti kaki tidak diamputasi. 7 juta dalam 2 hari di rumah sakit swasta rasanya seperti mencekik lehernya. Disini skenarioNya kembali berperan, salah satu sekolah tempat mengabdi, walau baru bertugas, rekan rekan mengajar tergerak untuk saweran, begitu Badan Amal Sekolah (BAS) nya memberinya pinjaman 3 jt rupiah, jadi total yang diterima adalah 3,75 an, dari kepanitian di organisasi guru yang disponsori vendor terbesar juga hampir 3 jt berikut saweran. Lumayan terbantu .


Mulailah hari hari panjang proses penyembuhan suaminya, Ina betul betul harus kerja keras. Senin sampai Minggu tidak ada waktu yang kosong sedikitpun. SkenarioNya sekali lagi, saat suami Ina tidak bisa berbuat apa apa dalam hal keuangan, rasanya job itu begitu luar biasa berlimpah. Dari mengajar sampai privat. 3 jagoannya pun alhamdulillah mengerti dan bisa diajak kerja sama untuk membantu pekerjaan dirumah. Yang penting koordinasi. SkenarioNya pula , saat sulung selesai ujian UN, mencoba ikut tes di Universitas Swasta terkenal di Jakarta akhir april, awal Mei sudah diumumkan , dan dia diterima untuk program Beasiswa murni. Artinya Ina tidak perlu mengeluarkan biaya untuk sekolahnya, paling paling hanya untuk kost dan buku saja. Subhanallah , suami Ina sampai tak kuasa menahan tangisnya. Ditengah cobaanNya, ternyata ada kemudahan setelah kesulitan. Juga ada nikmat lain yang diberikan sebagai hadiah kesabaran.


Saat Iedul Fitri lalu , tak banyak yang ia bisa lakukan untuk rumah, tapi subhanallah, ada saja orang tua murid yang memberinya bingkisan. Sehingga Ina tak perlu membuat kue. Sekali lagi alhamdulillah anak anak begitu mengerti keadaan ini. Keluarga besar suaminya datang semua sampai ke anak cucu. Kakek yang baru menyadari kalau anaknya sakit hanya bisa menangis dan terharu melihat perjuangan Ina . Sempat ia marah kepada anak anak yang lain atas ketidak perdulian mereka selama ini . Namun hati Ina ikhlas , semoga Allah selalu melapangkan jalannya . Karena satu keyakinannya , Tidak ada yang kebetulan dalam kehidupan ini . Semua pasti atas skenarioNya.


Griya Tambun , Ditulis di tahun 2012 hampir terlupakan

Posting Komentar

3 Komentar