http://magister-pendidikan.blogspot.com/p/teori-konstruktivistik.html
Teori Pembelajaran dan Definisi Pembelajaran
Apa itu Proses Belajar Mengajar?
Proses Belajar Mengajar merupakan suatu proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik, di dalamnya terdapat unsur-unsur belajar maupun pembelajaran yang saling berkaitan.
Seorang pendidik yang profesional terlebih dahulu haruslah mengetahui teori, unsur serta segala hal yang menyangkut masalah belajar maupun pembelajaran bilamana menginginkan terwujudnya suatu keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. Mata kuliah teori pembelajaran terdapat pengetahuan serta teori-teori belajar maupun pembelajaran, muatan tersebut antara lain ;
Pengertian Belajar, Teori Dan Prinsip Belajar, Prinsip-Prinsip Belajar, Tipe-Tipe Belajar, Pengertian Pembelajaran Dan Rencana Pembelajaran, Hubungan Antara Belajar, Pembelajaran Dan Pendidikan, Teori Belajar Behaviorisme, Aplikasi Teori Belajar Behaviorisme Dalam Pembelajaran Di Kelas, Teori Belajar Kognitivesme, Aplikasi Teori Belajar Kognitivesme Dalam Pembelajaran Di Kelas, Teori Belajar Humanisme, Aplikasi Teori Belajar Humanisme Dalam Pembelajaran Di Kelas, Pengertian PAKEM, model Pembelajaran berbasis PAKEM. Kesemua muatan tersebut akan disampaikan dalam 14 x pertemuan yang disampaikan dengan berbagai strategi pembelajaran sehingga diharapkan calon pendidik dapat memahami dan memiliki pengetahuan mengenai teori pembelajaran.
Pengertian Belajar
Menurut Pendapat Tradisional : Belajar adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan
Menurut Ahli Pendidikan Modern : Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan / perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru, berkat pengalaman dan latihan.
Tingkah laku baru itu misalnya :
Dari tidak tahu menjadi tahu, Timbulnya pengertian baru, Timbulnya perkembangan sifat sosial susila dan emosional
Pengertian Belajar dalam Arti Luas dan Sempit
Belajar dalam arti luas adalah Kegiatan psiko (jiwa) fisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya
Belajar dalam arti sempit adalah Sebagai usaha penguasaan ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuk kepribadian seutuhnya.
Pengertian menurut danang (dosen Fkip Pkn UMS), Belajar adalah serangakain kegiatan manusia yang mempelajari berbagai sumber belajar dari kegiatan tersebut difahami serta diamalkan menuju terbentuknya kepribadiaan seutuhnya
Bruner (dalam Dageng 1989) mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah perspektif dan teori belajar adalah deskriptif. Perspektif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal, sedangkan teori belajar bersifat
deskritif karena tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan aantara variable-variabel yang menentukan hasil belajar. Sedangkan teori pembelajaran sebaliknya teori ini menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi proses belajar. Dengan kata lain teori pembelajaran berurusan dengan upaya mengontrol variable yang dispesifikasikan dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar. (C.Asri Budiningsih,2004)
Reigeluth (1983 dalam degeng ,1990) mengemukakan bahwa teori perspektif adalah goal oriented sedangkan teori deskriptif adalah goal free. Maksudnya adalah bahwa teori pembelajaran perspektif dimaksudkan untuk mencapai tujuan, sedangkan teori belajar deskriptif dimaksudkan untuk memberikan hasil.
Dengan kata lain teori pembelajaran mengungkapkan hubungan antara kegiatan pembelajaran dengan proses psikologis dalam diri siswa, sedangkan teori belajar mengungkapkan hubungan antara kegiatan siswa dengan proses psikologis dalam diri siswa.
Pengertian Minat Belajar
Untuk mencapai prestasi yang baik disamping kecerdasan juga minat, sebab tanpa adanya minat segala kegiatan akan dilakukan kurang efektif dan efesien. Dalam percakapan sehari-hari pengertian perhatian dikacaukan dengan minat dalam pelaksanaan perhatian seolah-olah kita menonjolkan fungsi pikiran, sedangkan dalam minat seolah-olah menonjolkan fungsi rasa, tetapi kenyataanya apa yang menarik minat menyebabkan pula kita kita berperhatian, dan apa yang menyebabkan perhatian kita tertarik minatpun menyertai kita.” (Dakir. 1971 : 81)
Dari pengertian minat diatas memberikan pengertian bahwa minat menyebabkan perhatian dimana minat seolah-olah menonjolkan fungsi rasa dan perhatian seolah-olah menonjolkan fungsi pikiran.
Hal ini menegaskan bahwa apa yang menarik minat menyebabkan pula kita berperhatian dan apa yang menyebabkan berperhatian kita tertarik, minatpun menyertainya jadi ada hubungan antara minat dan perhatian.
Pengertian Minat Belajar Menurut Ahli
Pengertian Minat menurut Tidjan (1976 :71) adalah gejala psikologis yang menunjukan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek sebab ada perasaan senang. Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa minat itu sebagai pemusatan perhatian atau reaksi terhadap suatu obyek seperti benda tertentu atau situasi tertentu yang didahului oleh perasaan senang terhadap obyek tersebut.
Sedangkan menurut Drs. Dyimyati Mahmud (1982), Minat dalah sebagai sebab yaitu kekuatan pendorong yang memaksa seseorang menaruh perhatian pada orang situasi atau aktifitas tertentu dan bukan pada yang lain, atau minat sebagai akibat yaitu pengalaman efektif yang distimular oleh hadirnya seseorang atau sesuatu obyek, atau karena berpartisipasi dalam suatu aktifitas.
Berdasarkan definisi minat tersebut dapatlah penulis kemukakan bahwa minat mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
- Minat adalah suatu gejala psikologis
- Adanya pemusatan perhatian, perasaan dan pikiran dari subyek karena tertarik.
- Adanya perasaan senang terhadap obyek yang menjadi sasaran
- Adanya kemauan atau kecenderungan pada diri subyek untuk melakukan kegiatan guna mencapai tujuan.
Berdasarkan beberapa Pengertian Minat menurut ahli tersebut disimpulkan bahwa minat adalah gejala psikologis yang menunjukan bahwa minat adanya pengertian subyek terhadap obyek yang menjadi sasaran karena obyek tersebut menarik perhatian dan menimbulkan perasaan senang sehingga cenderung kepada obyek tersebut.
Definisi Minat Belajar Siswa Menurut Para Ahli -Menurut Kartono (1995), minat merupakan moment-moment dari kecenderungan jiwa yang terarah secara intensif kepada suatu obyek yang dianggap paling efektif (perasaan, emosional) yang didalamnya terdapat elemen-elemen efektif (emosi) yang kuat. Minat juga berkaitan dengan kepribadian. Jadi pada minat terdapat unsur-unsur pengenalan (kognitif), emosi (afektif), dan kemampuan (konatif) untuk mencapai suatu objek, seseorang suatu soal atau suatu situasi yang bersangkutan dengan diri pribadi (Buchori, 1985)
Pengertian Minat Belajar Siswa Menurut Para Ahli - Menurut Hardjana (1994), minat merupakan kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu yang timbul karena kebutuhan, yang dirasa atau tidak dirasakan atau keinginan hal tertentu. Minat dapat diartikan kecenderungan untuk dapat tertarik atau terdorong untuk memperhatikan seseorang sesuatu barang atau kegiatan dalam bidang-bidang tertentu (Lockmono, 1994).
Minat merupakan salah satu faktor pokok untuk meraih sukses dalam studi. Penelitian-penelitian di Amerika Serikat mengenai salah satu sebab utama dari kegagalan studi para pelajar menunjukkan bahwa penyebabnya adalah kekurangan minat (Gie, 1998).
Menurut Gie (1998), arti penting minat dalam kaitannya dengan pelaksanaan studi adalah
- Minat melahirkan perhatian yang serta merta.
- Minat memudahnya terciptanya konsentrasi.
- Minat mencegah gangguan dari luar
- Minat memperkuat melekatnya bahan pelajaran dalam ingatan.
- Minat memperkecil kebosanan belajar belajar dalam diri sendiri.
Minat sebagai salah satu aspek psikologis dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang sifatnya dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal). Dilihat dari dalam diri siswa, minat dipengaruhi oleh cita-cita, kepuasan, kebutuhan, bakat dan kebiasaan. Sedangkan bila dilihat dari faktor luarnya minat sifatnya tidak menetap melainkan dapat berubah sesuai dengan kondisi lingkungan. Faktor luar tersebut dapat berupa kelengkapan sarana dan prasarana, pergaulan dengan orang tua dan persepsi masyarakat terhadap suatu objek serta latar belakang sosial budaya (Slameto, 1995).
Menurut Slameto (1995), faktor-faktor yang berpengaruh di atas dapat diatasi oleh guru di sekolah dengan cara:
- Penyajian materi yang dirancang secara sistematis, lebih praktis dan penyajiannya lebih berseni.
- Memberikan rangsangan kepada siswa agar menaruh perhatian yang tinggi terhadap bidang studi yang sedang diajarkan.
- Mengembangkan kebiasaan yang teratur
- Meningkatkan kondisi fisik siswa.
- Mempertahankan cita-cita dan aspirasi siswa.
- Menyediakan sarana penunjang yang memadai.
Loekmono (1994), mengemukakan 5 butir motif yang penting yang dapat dijadikan alasan untuk mendorong tumbuhnya minat belajar dalam diri seorang siswa yaitu :
- Suatu hasrat untuk memperoleh nilai-nilai yang lebih baik dalam semua mata pelajaran
- Suatu dorongan batin untuk memuaskan rasa ingin tahu dalam satu atau lain bidang studi.
- Hasrat siswa untuk meningkatkan siswa dalam meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi.
- Hasrat siswa untuk menerima pujian dari orang tua, guru atau teman-temannya
- Gambaran diri dimasa mendatang untuk meraih sukses dalam suatu bidang khusus tertentu.
Beberapa langkah untuk menimbulkan minat belajar menurut (Sudarnono, 1994), yaitu :
- Mengarahkan perhatian pada tujuan yang hendak dicapai.
- Mengenai unsur-unsur permainan dalam aktivitas belajar.
- Merencanakan aktivitas belajar dan mengikuti rencana itu.
- Pastikan tujuan belajar saat itu misalnya; menyelesaikan PR atau laporan.
- Dapatkan kepuasan setelah menyelesaikan jadwal belajar.
- Bersikaplah positif di dalam menghadapi kegiatan belajar.
- Melatih kebebasan emosi selama belajar.
Minat dan perhatian dalam belajar mempunyai hubungan yang erat sekali. Seseorang yang menaruh minat pada mata pelajaran tertentu, biasanya cenderung untuk memperhatikan mata pelajaran tersebut. Sebaliknya, bila seseorang menaruh perhatian secara kontinyu baik secara sadar maupun tidak pada objek tertentu, biasanya dapat membangkitkan minat pada objek tersebut.
Teori Deskriptif dan Teori Preskriptif
Teori belajar adalah deskriptif karena tujuan utamanya menjelaskan proses belajar, sedangkan teori pembelajaran adalah preskriptif karena tujuan utamanya menetapkan metode pembelajaran yang optimal.
Adapun Teori pembelajaran preskriptif dimaksudkan untuk mencapai tujuan, sedangkan teori pembelajaran deskriptif dimaksudkan untuk memberikan hasil. Itulah sebabnya, variabel yang diamati dalam teori-teori pembelajaran yang preskriptif adalah metode yang optimal untuk mencapai tujuan.
Adapun contohnya yaitu agar dapat mengingat isi buku teks yang dibaca secara lebih baik, maka bacalah isi buku tersebut berulang-ulang dan buatlah rangkumannya.
Ada beberapa pendapat teori belajar deskriptif dan preskriptif menurut :
1. Menurut Bruner
Teori pembelajaran adalah preskriptif dan teori belajar adalah deskriptif. Preskriptif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal, sedangkan deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar.
2. Menurut Reigeluth
Teori preskriptif adalah goal oriented, sedangkan teori deskriptif adalah goal free. Maksudnya adalah bahwa teori pembelajaran preskriptif dimaksudkan untuk mencapai tujuan, sedangkan teori pembelajaran deskriptif dimaksudkan untk memberikan hasil.
Pembedaan teori belajar (deskriptif) dan pembelajaran (preskriptif) dikembangkan oleh Bruner, lebih lanjut oleh Reigeluth (1983), Gropper (1983), dan Landa (1983).
Menurut Reigeluth (Degeng, 1990) teori-teori dan prinsip pembelajaran yang deskriptif menempatkan variabel kondisi dan metode pembelajaran sebagai givens dan memberikan hasil pembelajaran sebagai variabel yang diamati. Dengan kata lain kondisi dan metode pembelajaran sebagai variabel bebas dan hasil pembelajaran sebagai variabel tergantung.
Sebaliknya dalam teori-teori dan prinsip-prinsip pembelajaran yang preskriptif menempatkan kondisi dan hasil sebagai givens sedangkan metode yang optimal ditetapkan sebagai variabel yang bisa diamati. Jadi metode pembelajaran sebagai variabel tergantung . Menurut Reigeluth bahwa Teori preskriptif adalah goal oriented,
sedangkan teori deskriptif adalah goal free (Budiningsih, 2005: 11). Artinya teori pembelajaran preskriptif adalah untuk mencapai tujuan, sedangkan teori pembelajaran deskriptif dimaksudkan untuk memberikan hasil.
Bruner (Budiningsih, 2005: 11) mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah perspektif dan teori belajar adalah deskriptif. Perspektif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal, sedangkan teori belajar bersifat deskritif karena tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan aantara variable-variabel yang menentukan hasil belajar. Sedangkan teori pembelajaran sebaliknya teori ini menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi proses belajar. Dengan kata lain teori pembelajaran berurusan dengan upaya mengontrol variable yang dispesifikasikan dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar. Dengan kata lain, kondisi dan metode pembelajaran sebagai variable bebas dan hasil pembelajaran sebagai variable tergantung. Maksudnya adalah bahwa teori pembelajaran perspektif dimaksudkan untuk mencapai tujuan, sedangkan teori belajar deskriptif dimaksudkan untuk memberikan hasil. Itulah sebabnya variable yang diamati dalam mengembangkan teori belajar yang perspektif adalah metode yang optimal untuk mencapai tujuan, sedangkan dalam pengembangan teori pem,belajaran deskriptif, variable yang diamati adalah hasil belajar sebagai akibat dari interaksi antara metode dan kondisi. Dengan kata lain teori pembelajaran mengungkapkan hubungan antara kegiatan pembelajaran dengan proses psikologis dalam diri siswa, sedangkan teori belajar mengungkapkan hubungan antara kegiatan siswa dengan proses psikologi dalam diri siswa.
Teori pembelajaran harus memasukkan variable metode pembelajaran. Bila tidak, maka teori itu bukanlah teori pembelajaran. Hal ini penting sebab banyak yang terjadi apa yang dianggap sebagai teori pembelajaran yang sebenarnya adalah teori belajar. Teori pembelajaran selalu menyebutkan metode pembelajaran sedangkan teori belajar sama sekali tidak berurusan dengan metode pembelajaran.
Proposisi Teori Deskriptif Dan Preskriptif
Perbedaan teori deskriptif dan teori preskriptif di atas membawa konsukuensi pada perbedaan proporsisi untuk kedua teori tersebut. Proporsisi untuk perbandingan teori tersebut contohnya adalah:
Teori deskriptif:
Bila isi/materi pelajaran (kondisi) diorganisasi dengan menggunakan metode elaborasi (metode), maka perolehan belajar dan retensi (hasil) akan meningkat.
Jika membuat rangkuman tentang isi buku teks yang dibaca, maka retensi terhadap isi buku teks itu akan lebih baik.
Teori preskriptif:
Agar perolehan belajar dan retensi (hasil) meningkat, organisasilah isi/materi pelajaran (kondisi) dengan menggunakan model elaborasi (metode).
Agar dapat mengingat isi buku teks yang dibaca secara lebih baik, maka bacalah isi buku teks itu berulang-ulang dan buatlah rangkumannya.
Kelebihan Dan Kekurangan Teori Belajar Deskriptif Dan Prespektif
kelebihan teori belajar deskriptif yaitu lebih terkonsep sehingga siswa lebih memahami materi yang akan disampaikan.mendorong siswa untuk mencari sumber pengetahuan sebanyak-banyaknya dalam mengerjakan suatu tugas.
Kekurangan teori belajar deskiptif yaitu kurang memperhatikan sisi psikologis siswa dalam mendalami suatu materi.
Kelebihan teori belajar prespektif yaitu lebih sistematis sehingga memiliki arah dan tujuan yang jelas. banyak memberi motivasi agar terjadi proses belajar mengoptimalisasikan kerja otak secara maksimal.
Kekurangan teori belajar prespektif yaitu membutuhkan waktu cukup lama.
TEORI BELAJAR DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN
Oleh :Lutfi Koto
A.Pengertian belajar1.Slamero (1988 : 2)
Suatu prsoses yang dilakukan individuuntuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalamanindividu itu sendiri dalam interaksi individu dengan lingkungannya
2.Moeslichatoen (1989 : 1)
Sesuatu yang membuat terjadinya proses belajar dan perubahan dihasilkan dari usaha dalam proses belajar.
3.Cronbach (sadirman 1990 : 22) Perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman
4.Geoch Perubahan dalam perfomansi sebagai hasil dari praktek
B. Pengertian Belajar Menurut Teori
1.Teori Behavioristik
Belajar terjadi bila perubahan dalam bentuk tingkah laku dapat diamati. Bila kebiasaan perilaku terbentuk karena pengaruh peristiwa-peristiwa yang terjadi dilingkungan sekitar. Teori behavioristik berpandangan bahwa belajar terjadi karena operant conditioning. Jika seseorang menunjukkan perilaku belajar yang baik akan mendapatkan hadiah dan kepuasan. Peserta didik yang telah mendapatkan hadiah sebagai penguatan akan semakin meningkatkan kualitas perilaku mengajarnya.
2.TeoriKognitif (Bruner)
Teori ini memfokuskan perhatiannya kepada bagaimana dapat mengembangakan fungsi kognitif individu agar mereka dapat belajar dengan maksimal. Kognitif bagi teori ini merupakan faktor pertama dan utama yang perlu dikembangakan oleh para guru, karena kemampuan belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh sejauh mana fungsi konitif peserta didik dapat berkembang secara maksimal melalui sentuhan proses pendidikan. pengetahuan kognitif perlu dikaji secara mendalam oleh para calon guru dan para pendidik untuk menyukseskan proses pembelajaran didalam kelas.
3.Teori Belajar Humanisme (Carl R.Roger)
Belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi. Teori ini berpendapat belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik. Oleh karena itu motivasi belajar harus bersumber dari dalam diri peserta didik sendiri.(morris : 1982).
Proses belajar menurut teori ini adalah orang belajar karena ingin mengetahui dunianya. Individu memilih sesuatu untuk dipelajari , mengusahakan proses pembelajaran dengan caranya sendiri,dan menilainya sendiri tentang apakah proses belajarnya berhasil.
Roger(morris1982)membagi belajar dalam 2 jenis, yaitu :
a.Belajar yang bermakna, terjadi apabila dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik.b.Belajar yang tidak bermakna, terjadi apabila dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran, akan tetapi tidak melibatkanaspek perasaan peserta didik.
Beberapa prinsip belajarkognitifyang penting(Roger), yaitu :
a.Manusia memiliki keinginan alamiah dalam belajar, memiliki rasaingin tahu alamiah terhadap dirinya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan asimilasi pengalaman baru.
b.Belajar akan lebih cepat dan bermakna jika bahan yang dipelajari siswa relevan dengan kebutuhan siswa.
c.Belajar secara partisipatif jauh lebih efektif dari belajar secara pasif dan orang belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan sendiri.
d.Belajar dapat ditingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar.
e.Belajar atas prakarsa sendiridengan melibatkan keseluruhan pribadi,pikiran dan perasaan akan lebih baik dan tahan lama.
f.Kebebasan, kreatifitas, dan kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri sendiri dan evaluasi dari orang lain tidak begitu penting
Menurut Roger peranan guru dalam teori belajar humanistik adalah sebagai berikut :a.Membantu menciptakan kondusi kelas yang kondusif, agar siswa bersikap positif dalam belajar.
b.Membantu siswa untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada siswa dalam belajar
c.Membantu siswa untuk memanfaatkan motivasi dan cita-citanya sebagai kekuatan pendorong belajar.
d.Menyediakan berbagai sumber belajar kepada siswa
e.Menerima pertanyaan, pendapat dan perasaan siswa dengan baik dan sebagaimana adanya
Teori Belajar Behavioristik dan Penerapannya
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fifik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat da kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).
Teori Behavioristik:
1. Mementingkan faktor lingkungan
2. Menekankan pada faktor bagian
3. Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
4. Sifatnya mekanis
5. Mementingkan masa lalu
1. Teori Belajar dan Aplikasi belajar Thorndike
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbantuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dan respon (R).
Teori Thorndike disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.
a. Definisi Teori Belajar Menurut Thordike
Teori belajar Thorndike dikenal dengan “Connectionism” (Slavin, 2000). Hal ini terjadi karena menurut pandangan Thorndike bahwa belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Teori dari Thorndike dikenal pula dengan sebutan “Trial and error” dalam menilai respon-respon yang terdapat bagi stimulus tertentu.
b. Eksperimen – Eksperimen Thorndike
Pada mulanya, model eksperimen Thorndike yaitu dengan mempergunakan kucing sebagai subjek dalam eksperimennya Dengan konstruksi pintu kurungan yang dibuat sedemikian rupa, sehingga kalau kucing menyentuh tombol tertentu, maka pintu kurungan akan terbuka dan akhirnya kucing dapat keluar dan mancapai makanan ( daging ) yang ditempatkan di luar kurungan sebagai hadiah atau daya penarik bagi kucing yang lapar tersebut.
Thordike menafsirkan bahwa “kucing itu sebenarnya tidak mengerti cara membebaskan diri dari kurungan itu, tetapi dia belajar mencamkan ( mempertahankan ) respon – respon yang benar dan menghilangkan atau meninggalkan respon – respon yang salah.”
Eksperimen Thorndike tersebut mempengaruhi pikirannya mengenai belajar pada taraf insansi ( human ).
c. Ciri – Ciri Belajar Menurut Thorndike
Adapun beberapa ciri – ciri belajat menurut Thorndike, antara lain :
1. Ada motif pendorong aktivitas
2. Ada berbagai respon terhadap sesuatu.
3. Ada aliminasi respon - respon yang gagal atau salah
4. Ada kemajuan reaksi – reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu.
d. Hukum –Hukum Teori Belajar Thorndike
Thorndike mengemukakan bahwa asosiasi antara stimulus dan respons mengikuti hukum-hukum berikut:
Hukum kesiapan
yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh perubahan tingkah laku maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Hukum latihan
Yaitu semakin sering suatu tingkah laku diulang/dilatih(digunakan) maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
Hukum Akibat
Yaitu hubungan stimulus respons cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
e. Penerapan Teori Belajar Thorndike
a. Guru harus tahu apa yang akan diajarkan, materi apa yang harus diberikan, respon apa yang diharapkan, kapan harus memberi hadiah atau membetulkan respon. Oleh karena itu tujuan pedidikan harus dirumuskan dengan jelas.
b. Tujuan pendidikan harus masih dalam batas kemampuan belajar peserta didik. Dan terbagi dalam unit-unit sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan menurut bermacaam-macam situasi.
c. Agar peserta didik dapat mengikuti pelajaran, proses belajar harus bertahap dari yang sederhana sampai yang kompleks.
d. Dalam belajar motivasi tidak begitu penting karena yang terpenting adalah adanya respon yang benar terhadap stimulus.
e. Peserta didik yang telah belajar dengan baik harus diberi hadiah dan bila belum baik harus segera diperbaiki.
f. Situasi belajar harus dibuat menyenangkan dan mirip dengan kehidupan dalam masyarakat.
g. Materi pelajaran harus bermanfaat bagi peserta didik untuk kehidupan anak kelak setelah keluar dari sekolah.
h.Pelajaran yang sulit, yang melebihi kemampuan anak tidak akan meningkatkan kemampuan penalarannya.
f. Kelebihan Teori Belajar Thorndike
Dengan sering melakukan pengulangan dalam memecahkan suatu permasalahan, anak didik akan memiliki sebuah pengalaman yang berharga. Selain itu dengan adanya sistem pemberian hadiah, akan membuat anak didik menjadi lebih memiliki kemauan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya
3.Teori Belajar B.F Skinner dan Aplikasinya
a. Sejarah Munculnya Teori Kondisioning Operan B.F Skinner
Asas pengkondisian operan B.F Skinner dimulai awal tahun 1930-an, pada waktu
keluarnya teori S-R. Pada waktu keluarnya teori-teori S-R. Skinner tidak sependapat dengan pandangan S-R dan penjelasan reflex bersyarat dimana stimulus terus memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur. Menurut Skinner penjelasan S-R tentang terjadinya perubahan tingkah laku tidak lengkap untuk menjelaskan bagaimana organisme berinteraksi dengan lingkungannya.
b. Kajian Umum Teori B.F Skinner
Inti dari teori behaviorisme Skinner adalah Pengkondisian operan (kondisioning operan). Pengkondisian operan adalah sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari prilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan diulangi. Ada 6 asumsi yang membentuk landasan untuk kondisioning operan (Margaret E. Bell Gredler, hlm 122). Asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut:
Belajar itu adalah tingkah laku.
Perubahan tingkah-laku (belajar) secara fungsional berkaitan dengan adanya perubahan dalam kejadian-kejadian di lingkungan kondisi-kondisi lingkungan.
Hubungan yang berhukum antara tingkah-laku dan lingkungan hanya dapat di tentukan kalau sifat-sifat tingkah-laku dan kondisi eksperimennya di devinisikan menurut fisiknya dan di observasi di bawah kondisi-kondisi yang di control secara seksama.
Data dari studi eksperimental tingkah-laku merupakan satu-satunya sumber informasi yang dapat di terima tentang penyebab terjadinya tingkah laku.
Penguatan berarti memperkuat. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua bagian:
- Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding).
- Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan).
Belajar, yang digambarkan oleh makin tingginya angka
keseringan respons, diberikan sebagai fungsi urutan ketiga unsure (SD)-(R)-(R Reinsf).
Prinsip Belajar Teori Belajar Skinner
Dengan demikian beberapa prinsip belajar yang dikembangkan oleh Skinner antara lain:
- Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
- Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
- Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
- Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
- Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
- Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya
- Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
d. Hukum-Hukum Teori Belajar Skinner
Disamping itu pula dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
a. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
e. Aplikasi Teori Skinner Terhadap Pembelajaran.
Beberapa aplikasi teori belajar Skinner dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
- Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis.
- Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan jika benar diperkuat.
- Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
- Materi pelajaran digunakan sistem modul.
- Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic.
- Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
- Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
- Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk mengindari pelanggaran agar tidak menghukum.
- Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah.
- Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu)
- Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin meningkat mencapai tujuan.
- Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan shaping.
- Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan.
- Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine.
- Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari bahan secara tuntas menurut waktunya masing-masing karena tiap anak berbeda-beda iramanya. Sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu yang berbeda-beda. Tugas guru berat, administrasi kompleks.
f. Analisis Perilaku Terapan Dalam Pendidikan
Analisis Perilaku terapan adalah penerapan prinsip pengkondisian operan untuk mengubah perilaku manusia.
Ada tiga penggunaan analisis perilaku yang penting dalam bidang pendidikan yaitu
- Meningkatkan perilaku yang diinginkan.
- Menggunakan dorongan (prompt) dan pembentukkan (shaping)
- Mengurangi perilaku yang tidak diharapkan.
g. Kelebihan dan Kekurangan Teori Skinner
Kelebihan
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan.
Kekurangan
Beberapa kelemahan dari teori ini berdasarkan analisa teknologi (Margaret E. B. G. 1994) adalah bahwa:
(i) teknologi untuk situasi yang kompleks tidak bisa lengkap; analisa yang berhasil bergantung pada keterampilan teknologis,
(ii) keseringan respon sukar diterapkan pada tingkah laku kompleks sebagai ukuran peluang kejadian. Disamping itu pula, tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan akan dapat membuat anak didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. hal tersebuat akan menyulitkan lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Dengan melaksanakan mastery learning, tugas guru akan menjadi semakin berat.
Teori Belajar Menurut Watson.
Menurut Watson, stimulus dan respon yang menjadi konsep dasar dalam teori perilaku pada umumnya, haruslah berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Dengan kata lain, walaupun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Watson tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam benak siswa itu penting, tetapi semua itu tidak dapat menjelaskan apkah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika dan biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan dapat diukur. Asumsinya hanya dengan cara demikianlah dapat diramalkan perubahan-perubahan apa yang bakal terjadi setelah seseorang melakukan tindak belajar. Tokoh aliran behavioristik cenderung tidak memperhatikan hal-hal yang tidak dapat diukur dan tidak dapat diamati, seperti perubahan mental terjadi ketika belajar, walaupun demikian mereka tetap mengakui hal itu penting.
Teori Belajar Menurut Clark Hull
Hull menyatakan bahwa interaksi antara stimulus dan respon tidaklah sederhana sebagaimana adanya. Menurut Hull, ada proses lain dalam diri seseorang yang mempengaruhi interaksi antara stimulus dan respon sebagai variabel “intervening” (yang berpengaruh). Hull percaya bahwa dalam asosiasi antara stimulus terhadap respon, ada faktor kebiasaan sebagai “intervening variabel”. Intensitas kebiasaan tersebut menentukan intensitas asosiasi yang terjadi. Proses belajar menurut Hull merupakan upaya menumbuhkan kebiasaan melalui serangkaian percobaan.
Untuk dapat memperoleh kebiasaan diperlukan adanya penguatan dalam proses percobaan. Namun Hull juga menyatakan bahwa penguatan bukan satu-satunya faktor yang menentukan dalam pengemabangan kebiasaan lebih utama dipengaruhi oleh banyaknya percobaan yang dilakukan. Disamping itu, proses belajar juga dipengaruhi oleh berbagai faktor lain yang berinteraksi langsung terhadap reaksi potensial yang timbul. Pada akhirnya, Hull mengembangkan teorinya menjadi suatu teori yang sangat kuantitatif. Hull mencoba mengukur intensitas respon dalam bentuk nilai kuantitatif, dan mencoba menentukan nilai numerik yang tepat untuk membuat persamaan tentang hubungan antara “ intervening variabel” terhadap variabel bebas maupun variabel terikat. Dengan kata lain, respon atau kebiasaan dapat diperidiksi secara kuantitatif dan tepat melalui rumus-rumus tentang interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya.
5. Teori Edwin Guthrie.
Edwin Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Dijelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat sementara, oleh sebab itu dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat lebih tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan beberapa berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon itu. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu merubah kebiasaan dan perilaku seseorang. Selain itu, Guthrie percaya bahwa keterampilan mewakili sebuah kebiasaan, oleh karena itu belajar dapat dicapai sebagai akumulasi dari pengulangan-pengulangan. Guthrie juga menyatakan bahwa motivasi mempengaruhi belajar secara tidak langsung yang terlihat melalui penyebab atau alasan individu melakukan sesuatu. Berdasarkan teori Contiguity dari Guthrie juga menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kapasitas yang berbeda. Dari hasil penelitiannya terhadap sejumlah binatang, Guthrie menyatakan bahwa tidak semua binatang mempunyai tingkat sensitivitas yang sama terhadap satu stimulus, dan tidak semua binatang memiliki indra yang sama menerima informasi. Disamping itu, menurut Guthrie latihan akan mengakomodasikan ataupun menghilangkan respon-respon tertentu sehingga atas kombinasi stimulus yang muncul dapat dihasilkan suatu respon yang menyeluruh sebagimana yang diharapkan atau disebut dengan suatu kinerja yang berhasil.
Penggunaan Teori Behavioristik
Penerapan Teori Behavioristik dalam kegiatan pembelajaran menurut konsep stimulus (Pavlov, Thorndike, Watson, Skinner, Guthrie, Hull) diterapakn dalam bentuk penjelasan tentang tujuan pembelajaran, ruang lingkup, relevansi pembelajaran serta dalam bentuk penyajian materi, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Proses pengkondisian atau interaksi antara stimulus dan respon (Pavlov) diterapkan dalam bentuk pemunculan stimulus yang bervariasi, baik stimulus tunggal, ganda maupun kombinasi stimulus. Misalnya, penyajian materi melalui uraian (ceramah) dan contoh, diskusi, penemuan kembali, kerja laboratorium, permainan dengan menggunakan media tunggal maupun beragam media (papan tulis, OHT, video, computer dan lain-lain). Selain itu, proses pengkondisian juga melibatkan konsep penguatan (Thorndike) yang diterapkan dalam bentuk pujian atau hukuman guru terhadap siswa serta penilaian guru terhadap hasil kerja siswa. Kreativitas guru dalam manipulasi (Watson) proses pengkondisian ini membantu siswa secara positif dalam proses pembelajaran.
Dalam proses pengkondisian, berlaku tiga dalil tentang belajar, yaitu dalil sebab akibat, dalil latihan/pembiasaan dan dalil kesiapan (Thorndike). Jika respon siswa terhadap stimulus yang diberikan guru (contoh, materi, gambar dan lain-lain) menghasilkan rasa yang menyenangkan (dipuji, diminta bantuan teman, nilai bagus, jawaban benar, dan lainnya) bagi peserta didik akan cenderung mengulang untuk melakukan hal yang sama. Begitu pula dengan sebaliknya, jika respon siswa terhadap stimulus yang diberikan menghasilkan rasa tidak senang bagi siswa (nilai jelek, dimarahi, ditertawakan, dan lain-lain) maka siswa cenderung untuk tidak mengulang kelakuan yang sama. Di samping itu respon yang benar akan semakin banyak dimunculkan jika siswa memperoleh latihan yang berulang-ulang. Dengan demikian dalam setiap proses pembelajaran, latihan menjadi komponen utama yang harus dirancang dan dilaksanakan. Penyajian materi saja (dengan contoh, gambar, media, melalui beragam metode) sama sekali tidak menjamin pemunculan respon yang diharapkan jika tidak ada komponen latihannya dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, guru tidak diharapkan terlalu banyak menggunakan waktu untuk berceramah menyajikan materi, namun lebih baik banyak menggunakan waktunya untuk siswa berlatih.
Proses pembelajaran akan dapat berjalan dan respon yang benar akan dapat diharapkan kemunculannya jika terjadi dalam situasi belajar yang menyenangkan bagi siswa. Situasi belajar yang menyenangkan dalam hal ini diterjemahkan dalam sebagai situasi yang tidak menyakitkan siswa secara fisik maupun mental, dimana perhatian siswa terfokus pada pembelajaran yang akan berlangsung dan situasi ketika siswa merasa siap mengikuti pembelajaran. Sebaliknya proses pembelajaran tidak akan dapat berjalan dan respon yang tidak benar dapat dimunculkan dalam situasi belajar yang tidak menyenangkan siswa misalnya pada saat perhatian siswa baru saja sakit atau dimarahi orang tuanya serta bisa saja siswa itu tidak merasa siap untuk belajar.
Proses pembelajaran juga akan berjalan dengan baik jika ada dorongan dioperasionalkan dalam bentuk tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran, yang harus dapat diukur sehingga perubahan perilaku siswa dapat jelas terlihat sebagai akibat dari proses pembelajaran (Watson). Dalam perencanaan pembelajaran, guru menuliskan tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran baik umum maupun khusus. Agar dapat diukur dan bersifat operasional yang dapat diukur. Hal ini merupakan bentuk penerapan konsep “observable behavior” (Watson). Jadi respon yang diharapkan dimunculkan siswa sebagai hasil belajar haruslah sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Tujuan pembelajaran menurut teori Behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas “mimetic” yang menuntun siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Maka dengan memberikan stimulus yang berupa pertanyaan baik lisan maupun tertulis, tes/kuis, latihan maupun
tugas-tugas, guru dapat memahami sejauh mana siswa dapat menyerap mata pelajaran yang telah diajarkan oleh guru. Evaluasi menekankan pada respon pasif, keterampilan secara terpisah, biasanya menggunakan paper atau pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntun satu jawaban benar. Maksudnya, bila siswa menjawab “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual.
Penerapan stimulus teori Behavioristik dalam proses pembelajaran yaitu setelah siswa mengikuti suatu pembelajaran, siswa dapat menjelaskan dan menguraikan kembali apa yang materi apa yang telah diberikan oleh guru. Dengan materi yang dipilah-pilah (Skinner) ke dalam pokok bahasan, sub pokok bahasan, topik dan lainnya maka akan lebih mudah guru menyampaikan materinya. Dalam tahap kegiatan pembelajaran agar siswa lebih cepat untuk memudahkan pemahaman terhadap siswa maka guru dapat mempergunakan contoh-contoh, gambar-gambar, dalam berbagai media dan metode yang dipergunakan dalam menyampaikan materi konsep “Diskriminatif stimulus” (Skinner). Selain itu teori Skinner juga menyatakan bahwa dengan penguatan (Reinforcement) dapat merubah kebiasaan-kebiasaan dari peserta didik. Misalnya anak didik yang bisa mencapai prestasi yang maksimal maka dengan memberikan penguatan seperti berupa acungan jempol maka anak itu akan tambah bersemangat dalam belajarnya. Karakteristik atau perilaku peserta didik akan terpengaruh oleh kebiasaan-kebiasaan “Intervening variabel” (Hull). Misalnya seorang peserta didik yang satu dengan yang lainnya akan berbeda karakteristiknya akan terpengaruh oleh kebiasaan-kebiasaan dari lingkungan sekitarnya. Jadi disini guru dengan memahami karakteristik peserta didiknya maka ia akan lebih mudah menerima materi yang diberikan dari guru. Contohnya anak didik yang suka dalam belajarnya berkelompok jadi guru disini dapat mempergunakan metode dengan cara berdiskusi. Dalam pernyataan (Guthrie) bahwa hukuman “punishment” yang sangat mempengaruhi kebiasaan-kebiasaan atau perilaku peserta didik, disini guru memberikan hukuman yang bersifat positif dan tidak menimbulkan kekerasan/hukuman fisik bagi anak didik, misalnya memberikan tugas tambahan, menyuruh siswa membuat laporan sesuai dengan materi yang diajarkan dan masih banyak yang lainnya.
Siciati dan Prasetya Irwan (dalam Budiningsih: 2004) menyatakan bahwa, langkah-langkah yang digunakan dalam merancang pembelajaran yaitu sebagai berikut.
Langkah-langkah yang digunakan dalam merancang pembelajaran yaitu:
1) Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran,
2) Menganalisis pengetahuan awal (entry behavior) siswa,
3) Menentukan materi pelajaran,
4) Memecah materi pelajaran menjadi bagian kecil-kecil, meliputi pokok bahsan, sub pokok bahasan, topic, dsb,
5) Menyajikan materi pelajaran,
6) Memberikan stimulus, dapat berupa pertanyaan baik lisan maupun tertulis, tes/kuis, latihan atau tugas-tugas,
7) Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan siswa,
8) Memberikan penguatan/reinforcement (mungkin penguatan positif ataupun hukuman,
9) Memberikan stimulus baru,
10) Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan siswa.
Manfaat Teori Behavioristik.
Manfaat yang dapat diperoleh melalui penerapan teori Behavioristik dalam pembelajaran yang berlandaskan pada stimulus dan respon yaitu:
a. Peserta didik dapat belajar berdasarkan stimulus yang diberikan dan guru atau pendidik dapat menentukan langkah yang tepat berdasarkan respon yang ditunjukkan oleh siswa maupun sebaliknya.
b. Guru memberikan penguatan (Reinforcement) terhadap anak didik maka ia akan bisa termotivasi untuk mengikuti pembelajaran yang sedang berlangsung sehingga akan bisa mempengaruhi hasil belajar dari peserta didik.
c. Dengan memberikan stimulus dan respon jadi guru dapat mengetahui sejauh mana siswa tersebut memahami dan menyerap materi yang disampaikan oleh guru.
d. Stimulus yang diberikan kepada peserta didik berupa pertanyaan-pertanyaan baik lisan maupun tertulis baik melalui tes/kuis, latihan maupun tugas-tugas dengan respon dari peserta didik, ia akan tertantang dalam mengikuti pembelajaran.
e. Pemberian penguatan akan berpengaruh terhadap keberhasilan yang telah dialami peserta didik, anak didik akan lebih bersemangat mengikuti pelajaran, misalnya peserta didik yang mengalami suatu keberhasilan dalam belajarnya maka ia perlu diberikan reward atau penghargaan.
f. Siswa akan bisa memperoleh prestasi yang maksimal dengan diberikannya stimulus-stimulus, berupa hukuman, penguatan, penghargaan/reward.
g. guru dapat memahami karakteristik peserta didik dan dapat memecahkan masalah yang dihadapi dalam pembelajaran. Sehingga guru dapat mencari pemecahan masalah yang tepat dalam meningkatkan kualitas peserta didik.
TEORI BELAJAR
Oleh, MAHURI MAHASISWA PASCASARJANA (S2) Teknologi pendidikan UNIB
Sebelum merancang pembelajaran, seorang guru harus menguasai sejumlah teori atau filsafat tentang belajar, termasuk beberapa pendekatan dalam pembelajaran. Teori belajar tersebutsebagian sudah dikenal dalam pelaksanaan Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, dan Kurikulum 2004. Sebagian bahkan sudah dikenal dalam mata kuliah tentang pendidikan dan pengajaran. Penguasaan teori itu dimaksudkan agar guru mampu mempertanggungjawabkan secara ilmiah perilaku mengajarnya di depan kelas.
a. Behaviorisme.
Teori ini di dalam linguistik diikuti antara lain oleh L.Bloomfield dan B.F.Skinner. Dalam hal belajar, termasuk belajar bahasa, teori ini lebih mementingkan faktor eksternal ketimbang faktor internal dari individu, sehingga terkesan siswa hanya pasif saja menunggu stimulus dari luar (guru). Belajar apa saja dan oleh siapa saja (manusia atau binatang) sama saja, yakni melalui mekanisme stimulus – respons. Guru memberikan stimulus, siswa merespons, seperti tampak pada latihan tubian (drill) dalam pelajaran bahasa Inggris. Pelajaran yang mementingkan kaidah tatabahasa, struktur bahasa (fonem, morfem, kata, frasa, kalimat) dan bentuk-bentuk kebahasaan merupakan penerapan behaviorisme, karena behaviorisme lebih mementingkan bentuk dan struktur bahasa ketimbang makna dan maksud.
b. Gestalt.
Berbeda dengan behaviorisme yang bersifat fragmentaris (mementingkan bagian demi bagian, sedikit demi sedikit), teori belajar ini melihat pentingnya belajar secara keseluruhan. Jika Anda mempelajari sebuah buku, bacalah dari awal sampai akhir dulu, baru kemudian bab demi bab. Dalam linguistik dan pengajaran bahasa, aliran ini melihat bahasa sebagai keseluruhan utuh, melihat bahasa secara holistik, bukan bagian demi bagian. Belajar bahasa tidak dilakukan setapak demi setapak,dari fonem, lalu morfem dan kata, frasa, klausa sampai dengan kalimat dan wacana. Bahasa adalah sesuatu yang mempunyai staruktur dan sistem, dalam arti bahasa terdiri atas bagian-bagian yang saling berpengaruhdan saling bergantung.
c. Kognitivisme.
Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar merupakan interaksi antara individu dan lingkungan, dan hal itu terjadi terus-menerus sepanjang hayatnya. Kognisi adalah suatu perabot dalam benak kita yang merupakan “pusat” penggerak berbagai kegiatan kita: mengenali lingkungan, melihat berbagai masalah, menganalisis berbagai masalah, mencari informasi baru, menarik simpulan dan sebagainya. Pakar kognitivisme yang besar pengaruhnya ialah Jean Piaget, yang pernah mengemukakan pendapatnya tentang perkembangan kognitif anak yang terdiri atas beberapa tahap. Dalam hal pemerolehan bahasa ibu (B1) Piaget mengatakan bahwa
(i) anak itu di samping meniru-niru juga aktif dan kreatif dalam menguasai bahasa ibunya;
(ii) kemampuan untuk menguasai bahasa itu didasari oleh adanya kognisi;
(iii) kognisi itu memiliki struktur dan fungsi. Fungsi itu bersifat genetif, dibawa sejak lahir, sedangkan struktur kognisi bisa berubah sesuai dengan kemampuan dan upaya individu.
Di samping itu, teori ini pun mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi. (Lihat strategi pembelajaran!).
d. Konstruktivisme.
Teori Piaget di atas melahirkan teori konstruktivisme dalam belajar. Piaget mengatakan bahwa struktur kognisi itu dapat berubah sesuai dengan kemampuan dan upaya individu sendiri. Menurut konstruktivisme, pebelajar (learner, orang yang sedang belajar) akan membangun pengetahuannya sendiri berdasarkan apa yang sudah diketahuinya. Karena itu belajar tentang dan mempelajari sesuatu itu tidak dapat diwakilkan dan tidak dapat “diborongkan” kepada orang lain. Siswa sendiri harus proaktif mencari dan menemukan pengetahuan itu, dan mengalami sendiri proses belajar dengan mencari dan menemukan itu. Di sini diperlukan pemahaman guru tentang “apa yang sudah diketahui pebelajar”, atau apa yang disebut pengetahuan awal (prior knowledge), sehingga guru bisa tepat menyajikan bahan pengajaran yang pas: Jangan memberikan bahan yang sudah diketahui siswa, jangan memberikan bahan yang terlalu jauh bisa dijangkau oleh siswa. Patut diingat bahwa sebelum belajar bahasa Indonesia siswa sudah mempunyai bahasa ibu (bahasa daerah) sebagai “pengetahuan awal” mereka. Pengetahuan, pengalaman, dan keterampilannya dalam bahasa daerahnya itu harus dimanfaatkan oleh guru untuk belajar berbahasa Indonesia dengan lebih baik.
e. CBSA.
Sebenarnya CBSA sudah kita kenal sejak 1981 yang menyertai Kurikulum 1984 juga. CBSA itu suatu pendekatan yang lahir untuk mengatasi keadaan kelas yang siswanya serba pasif. Adalah pandangan yang salah jika dikatakan CBSA itu mengaktifkan siswa dan “membuat guru diam” (tidak aktif). Juga salah jika CBSA itu mesti berdiskusi secara kelompok, mesti memindahkan bangku dan kursi. Yang penting sebenarnya ialah CBSA itu menuntut agar ada keterlibatan mental-psikologis pada siswa sepanjang proses belajar-mengajar. Hanya saja keterlibatan mental-psikologis itu kadang-kadang harus diwujudkan dalam perilaku fisik, misalnya bertanya, memberikan jawaban dan tanggapan, memberikan pendapat, dsb. Dalam hal pelajaran bahasa Indonesia, CBSA itu harus mewujud dalam kegiatan siswa untuk banyak berbicara dan menulis, pokoknya harus aktif-produktif ketimbang pasif-reseptif. Dalam hal-hal tertentu CBSA itu mengharuskan siswa banyak terlibat dalam proses belajar-mengajar, siswa mengalami belajarnya sendiri, mendalami materi, dsb. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia CBSA amat bisa sejalan dengan pendekatan komunikatif.
f. Keterampilan Proses.
Sebenarnya keterampila proses itu serupa dan senafas dengan CBSA karena roh dari kedua pendekatan itu sama yaitu bagaimana agar siswa itu terlibat aktif dalam proses belajar-mengajar di dalam kelas. Keterampilan proses ini lahir antara lain karena guru sering hanya memperhatikan hasil belajar dan kurang memperhatikan proses untuk mencapai hasil itu. Dengan kata lain, guru (dan murid) menghalalkan segala cara agar memperoleh hasil yang “baik” tanpa melihat cara (teknik, metode, pendekatan, teori) memperoleh hasil itu. Akibatnya, guru berlaku kurang jujur, misalnya dengan membuat soal-soal yang sangat-saangat mudah, membiarkan murid menyontek, dan sebagainya; murid pun berlaku tidak jujur, yakni sengaja menyiapkan sontekan, turunan, dan sebagainya. Sebenarnya, sejak kurikulum 1975 kita sudah mengenal TIK (Tujuan Instruksional Khusus) yang rumusannya mencantumkan cara-cara untuk mencapai hasil belajar yang bisa diamati dan diukur. Dalam rumusan yang kira-kira sama, KBK pun merumuskan “kompetensi” dengan deskriptor-deskriptor tertentu. Dalam bahasa Indonesia pendekatan ini dapat secara langsung digunakan untuk menilai perilaku berbhasa sehari-hari di dalam kelas secara terus-menerus.
g. Belajar secara Sosial.
Istilah Inggrisnya ialah social learning, dan sekarang dikenal dengan istilah belajar secara gotong royong. Pendekatan ini menekankan pentingnya belajar bersama, secara berkelompok atau berpasangan, mengingat di dalam kehidupan bermasyarakat pun orang
selalu bekerja sama untuk melakukan sesuatu. Dalam pelajaran bahasa Indonesia pendekatan ini bisa diterapkan misalnya dalam menyusun karya tulis (membuat laporan, membuat sinopsis, meringkas bacaan, dan sebagainya), berdiskusi, berdialog, mendengarkan, dan sebagainya.
h. CTL.
Seiring dengan diperkenalkannya KBK, muncul gagasan tentang CTL, singkatan dari Contextual Teaching and Learning, atau mengajar dan belajar secara kontekstual. Pendekatan ini sebenarnya diilhami oleh filsafat konstruktivisme. Sebenarnya siswa itu bisa didorong untuk aktif melakukan tindak belajar jika apa yang dipelajari itu sesuai dengan konteks. Konteks ini tidak sekadar diartikan lingkungan belajar. Konteks itu bisa berupa konteks siswa (usia, kondisi sosial-ekonomi, potensi intelektual, keadaan emosi, dsb), konteks isi (materi pelajaran), konteks tujuan (tujuan belajarnya, kompetensi yang hendak dicapai), konteks sosial-budaya, konteks lingkungan, dsb. Ada beberapa unsur dalam CTL yang harus diterapkan di dalam proses belajar-mengajar, antara lain, pertanyaan, inkuiri, penemuan, pengalaman. Dalam pelajaran bahasa dan sastera Indonesia guru hendaknya memperhatikan kondisi kebahasaan siswa: apakah siswa Anda berasal dari pedesaan atau perkotaan, dari keluarga ekonomi lemah atau keluarga mampu, ada di SMP atau SMA. Guru hendaknya juga memperhatikan besar-kecilnya pengaruh bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia dalam pemakaian bahasa Indonesia sehari-hari. Hal ini sering menyulitkan guru karena guru dan murid mempunyai latar belakang kebahsaan yang sama sehingga kedua pihak bisa melakukan “kesalahan” yang sama dalam berbahasa Indonesia. Guru yang berlatar belakang bahasa Bali tentu sulit mengidentifikasi kesalahan dalam berbahasa Indonesia yang dilakukan murid-muridnya yang juga berkatar belakang bahasa Bali, karena guru tidak menyadari kesalahannya sendiri. Minat siswa dalam sastra dan kesastraan juga bisa bergantung kepada latar belakang di atas.
i. Pendekatan Komunikatif.
Ini adalah pendekatan khas dalam belajar berbahasa. Intinya pendekatan ini menuntut agar
(i) siswa diberi kebebasan berbicara tanpa beban (wajib berbahasa Indonesia yang baik dan benar);
(ii) siswa mampu mengomunikasikan gagasannya kepada orang lain dan mampu menangkap dana memahami gagasan orang lain;
(iii) siswa lebih banyak belajar berbahasa (empat keterampilan berbahasa) ketimbang belajar bahasa (teori, kaidah tatabahasa, struktur bahasa,dsb);
(iv) guru tidak perlu banyak menyalahkan ujaran siswa, apalagi menginterupsi ketika siswa sedang berbicara, karena hal itu dapat mematikan motivasi siswa untuk berbicara. Bahasa harus kita pandang secara holistik (menyeluruh), bukan serpih-serpih (bagian demi bagian). Pendekatan komunikatif hakikatnya juga sejalan dengan prinsip-prinsip dalam pragmatik.
j. Pendekatan Tematik-Integratif.
Sebenarnya pendekatan ini sudah kita kenal pada kurikulum 1984. Intinya, tiap pelajaran harus berpijak pada tema atau subtema tertentu. Dan tiap bahan pelajaran tidaklah berdiri sendiri melainkan dipadukan (diintegrasikan) dengan bahan pelajaran yang lain. Dalam belajar berbahasa Indonesia, bahan pelajaran dapat dipadukan secara internal, misalnya keterampilan berbicara dengan tema pariwisata dengan keterampilan menulis, dengan aspek kebahasaan seperti kalimat dan frasa. Dapat pula secara eksternal dipadukan dengan sastra. Bahkan bahasa Indonesia dapat dipadukan dengan mata pelajaran yang lain. Misalnya, untuk pelajaran kalimat majemuk, guru dapat memadukan kalimat majemuk dengan keterampilan membaca, dan bacaan itu diambil dari buku teks Sejarah, Ekonomi, Biologi, IPA, IPS, dsb. Artinya, siswa dapat ditugasi untuk mencari dan menemukan contoh-contoh kalimat majemuk di dalam buku-buku teks itu.
2. Penerapan Teori Belajar.
Dalam hal penerapan teori belajar, guru hendaknya memperhatikan dulu kompetensi dasar yang hendak dicapai oleh siswa, indikator, deskriptor, dan bahan ajarnya. Misalnya, jika untuk kompetensi K, indikator I, dan deskriptor D, serta bahan ajar fakta dan kosep frasa, guru akan menggunakan pendekatan tematik-integratif, bagaimana wujudnya dalam Rencana Pembelajaran?
Untuk menjawab pertanyaan ini guru hendaknya menentukan dulu temanya, misalnya lalu-lintas. Jika kompetensi yang hendak dicapai ialah keterampilan membaca pemahaman, maka ditentukan bacaan bertema lalu-lintas yang dipastikan mengandung sekian banyak frasa. Jika Anda mengajar di SMP, bacaan seperti itu dapat dicari dalam buku teks IPS tentang transportasi. Di situ Anda sudah melakukan integrasi antardisiplin atau antarmata pelajaran. Di dalam bacaan itu siswa diperkenalkan dengan fakta tentang frasa dan bukan frasa. Lalu guru melakukan diskusi untuk mencapai pemahaman tentang konsep frasa. Siswa kemudian bisa diajak mengalami belajar dengan cara mencari dan menemukan frasa-frasa lain dalam novel atau cerpen. Lagi-lagi ini adalah pendekatan integratif. Siswa akhirnya diminta membuat laporan singkat secara tertulis. Artinya, Anda telah melakukan integrasi internal: aspek kebahasaan (yakni konsep frasa), keterampilan membaca, dan keterampilan menulis.
Berikut 7 Teori Belajar
Teori Belajar menurut Faculty Psychology (Ilmu Jiwa Daya /bagian)
Jiwa manusia itu terdiri dari berbagai bagian-bagian
Contoh : daya berfikir, mengamati, mengingat, mengingat dan lain-lain.
Daya-daya ini / bagian-bagian ini dapat berkembang dan berfungsi apabila dilatih dengan bahan-bahan dancara-cara tertentu.
Menurut teori ini, Belajar adalah : Usaha melatih daya-daya agar berkembang sehingga kita dapat berfikir, mengingat dan mengenal dan sebagainya.
Teori Belajar Ilmu Jiwa Asosiasi (Gabungan)
Jiwa manusia terdiri dari asosiasi dari berbagai tanggapan yang masuk dalam ( ke dalam) jiwa manusia lewat Asosiasi bisa terbentuk berkat adanya hubungi stimulus dengan response ( S – R)
Menurut teori ini, Belajar adalah : Membentuk hubungan S – R dan melatih hubungan agar bertalian erat.
Teori Classical Conditioning
Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah Ivan Petrovich Pavlov, warga Rusia yang hidup pada tahun 1849-1936. Teorinya adalah tentang conditioned reflects.
Pavlov mengadakan penelitian secara intensif mengenai kelenjar ludah. Penelitian yang dilakukan Pavlov menggunakan anjing sebagai objeknya. Anjing diberi stimulus dengan makanan dan isyarat bunyi, dengan asumsi bahwa suatu ketika anjing akan merespons stimulan berdasarkan kebiasaan.
Teori Operant Conditioning
Teori ini dikemukakan oleh Burhus Frederic Skinner.
Ia membedakan tingkah laku responden, yaitu tingkah laku yang ditimbulkan oleh stimulus yang jelas.
Misalnya, kucing lari ke sana kemari karena melihat daging. Operant Behavior adalah tingkah laku yang ditimbulkan oleh stimulus yang belum diketahui, namun semata-mata ditimbulkan oleh organisme itu sendiri, dan belum tentu dikehendaki oleh stimulus dari luar. Misalnya, kucing lari ke sana kemari karena kucing itu lapar, bukan karena melihat daging (Sri Rumini, 1993: 75-76).
Teori Gestalt
Max Wertheimer adalah psikolog Jerman yang menjadi tokoh teori ini.
Penemuan teori gestalt bermula ketika Wertheimer melihat cahaya lampu yang
berkedap-kedip saat naik kereta api pada jarak tertentu. Sinar itu memberinya kesan sebagai sinar yang bergerak datang-pergi dan tidak terputus. Gestalt berasumsi, bila suatu organisasi dihadapkan pada suatu problem, kedudukan kognisi tidak seimbang sampai problem itu terpecahkan. Kognisi yang tidak seimbang mendorong organisme untuk mencari keseimbangan sistem mental. Menurut getalt, problem merupakan stimulus sampai didapat suatu pemecahannya. Organisme atau individu akan selalu berpikir tentang suatu bahan agar dapat memecahkan masalah yang dihadapinya sebagai bentuk respons dari stimulus yang berupa masalah tadi.
Teori Medan (Field Theory)
Lingkungan dipandang sebagai gejala yang saling memengaruhi. Teori medan memandang bahwa tingkah laku dan atau proses kognitif adalah suatu fungsi dari banyak variabel yang muncul secara simultan (serempak). Perubahan pada diri seseorang bisa mengubah hasil keseluruhan.
Teori Humanistik
Arthur Combs, Abraham H. Maslow, dan Carl R. Rogers adalah tiga tokoh utama dalam teori belajar humanistik. Berikut uraian pandangan mereka.
Arthur Combs , seorang humanis, berpendapat bahwa perilaku batiniah , seperti perasaan, persepsi, keyakinan, dan maksud, menyebabkan seseorang berbeda dengan orang lain. Untuk memahami orang lain, kita harus melihat dunia orang lain seperti ia merasa dan berpikir tentang dirinya.Pendidik dapat memahami perilaku peserta didik Jika ia mengetahui bagaimana peserta didik memersepsikan perbuatannya pada suatu situasi. Apa yang kelihatannya aneh bagi kita, mungkin saja tidak aneh bagi oranglain.
Cobalah buat Rancangan Pembelajaran, dengan kondisi seperti di atas tetapi dengan menggunakan teori konstruktivisme!
HASIL BELAJAR
Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor (Slametto, 2003:16).
Hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti (Hamalik, 2006:30).
Teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perincian menurut Munawan (2009:1-2) adalah sebagai berikut :
1. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.
2. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
3. Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati). Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.
Howard Kingsley pada tahun 1998 membagi 3 macam hasil belajar yaitu, keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian serta sikap dan cita-cita. Pendapat dari Horward Kingsley ini menunjukkan hasil perubahan dari semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut (Sudjana, 2006: 22).
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri. Dari pendapat ini faktor yang dimaksud adalah faktor dalam diri siswa perubahan kemampuan yang dimilikinya seperti yang dikemukakan oleh Clark pada tahun 1981 bahwa hasil belajar siswa disekolah 70 % dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan. Demikian juga faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan yang paling dominan berupa kualitas pembelajaran (Sudjana, 2006 : 39).
Belajar adalah suatu perubahan perilaku, akibat interaksi dengan lingkungannya. Perilaku dalam proses belajar terjadi akibat dari interaksi dengan lingkungan. Interaksi biasanya berlangsung secara sengaja. Dengan demikian belajar dikatakan berhasil apabila
terjadi perubahan dalam diri individu. Sebaliknya apabila terjadi perubahan dalam diri
individu maka belajar tidak dikatakan berhasil. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kamampuan siswa dan kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik) (Ali, 2011:1).
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupa sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif (Djamarah, 2011:1).
Dari beberapa pendapat di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupa sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Menurut Munadi (Rusman, 2012:124) antara lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal:
Faktor Internal
Faktor Fisiologis. Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam menerima materi pelajaran.
Faktor Psikologis. Setiap indivudu dalam hal ini peserta didik pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif dan daya nalar peserta didik.
Faktor Eksternal
Faktor Lingkungan. Faktor lingkungan dapat mempengurhi hasil belajar. Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban dan lain-lain. Belajar pada tengah hari di ruangan yang kurang akan sirkulasi udara akan sangat berpengaruh dan akan sangat berbeda pada pembelajaran pada pagi hari yang kondisinya masih segar dan dengan ruangan yang cukup untuk bernafas lega.
Faktor Instrumental. Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana dan guru
Menurut Sunarto (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain:
Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang dapat mempengaruhi prestasi belajarnya. Diantara faktor-faktor intern yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang antara lain:
Ø Kecerdasan/intelegensi
Ø Bakat
Ø Minat
Ø Motivasi
Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang yang sifatnya berasal dari luar diri seseorang tersebut. Yang termasuk faktor-faktor ekstern antara lain:
Ø Keadaan lingkungan keluarga
Ø Keadaan lingkungan sekolah
Ø Keadaan lingkungan masyarakat
PEMBELAJARAN EFEKTIF
pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang berorientasi pada program pembelajaran berkenaan dengan usaha mempengaruhi, memberi efek, yang dapat membawa hasil sesuai dengan tujuan maupun proses yang ada di dalam pembelajaran itu sendiri.
Pembelajaran dikatakan efektif apabila dalam proses pembelajaran setiap elemen, berfungsi secara keseluruhan, peserta merasa tenang, puas dengan hasil pembelajaran, membawa kesan, sarana dan prasarana yang memadai serta materi, metode dan media yang sesuai serta guru yang professional.
Juga keberhasilan proses pembelajaran banyak tertumpu pada sikap dan cara belajar siswa, baik perorangan maupun kelompok, selain itu, tersedianya sumber belajar dengan memanfaatkan media pembelajaran dengan tepat merupakan factor pendorong dan pemeliharaan kegiatan belajar siswa yang produktif, efektif dan efisien.
Pembelajaran efektif mencakup 4 dimensi:
1. Konteks
Merupakan situasi/latar belakang yang mempengaruhi tujuan dan strategi yang dikembangkan.misalnya berupa kebijakan departemen, sasaraan yang ingin dicapai oleh unit kerja dsb.
2. Masukan (input)
Mencakup bahan, peralatan dan fasilitas yang disiapkan untuk keperluan program. Misalnya dokumen, kurikulum, staf pengajar, media pembelajaran dsb.
3. Proses
Merupakan pelaksanaan yang nyata dari program pendidikan di kelas/lapangan.
4. Hasil/product
Merupakan hasil keseluruhan yang dicapai oleh program. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kompetensi siswa.
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan tentang pengertian dari pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang berorientasi pada program pembelajaran berkenaan dengan usaha mempengaruhi, memberi efek yang dapat membawa hasil sesuai dengan tujuan maupun proses yang ada di dalam pembelajaran itu sendiri.
kinerja guru harus selalu ditingkatkan mengingat tantangan dunia pendidikan untuk menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang mampu bersaing di era global semakin
ketat. Kinerja guru (performance) merupakan hasil yang dicapai oleh guru dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan waktu. Upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja itu biasanya dilakukan dengan cara memberikan motivasi disamping cara-cara yang lain.
Guru hakekatnya adalah sebuah jabatan profesi yang dalam kiprahnya membutuhkan suatu keahlian khusus dibidangnya, memiliki komitmen dan tanggung jawab moral dalam mengantar para peserta didik pada dunia kehidupan yang lebih dewasa dan berguna bagi semua, memiliki kecintaan, keikhlasan kepedulian pada profesi yang diembannya.
Menurut uu guru dan dosen no.14 tahun 2005 pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah”. Upaya pofesionalisme jabatan guru memang berkaitan erat dengan upaya meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar siswa, artinya bahwa peningkatan hasil belajar siswa ditentukan oleh kualitas pembelajaran dan kualitas guru atau profesionalisme guru.
Guru mempunyai pengaruh yang paling penting terhadap kemajuan siswa, bahkan lebih penting daripada status sosial ekonomi dan lokasi sekolah. Selain itu, guru merupakan kunci dalam sistem pendidikan, tetapi masih memiliki permasalahan terkait rendahnya kualitas pengajaran, kualitas pendidikan, maupun praktik pengajarannya. Masalah yang lainnya yaitu tidak adanya sistem pemantauan yang layak atau pengawasan yang efektif, terhadap aspek-aspek efektifitas dalam mengajar, maupun komponen lainnya. Keadaan ini mengindikasikan bahwa terdapat permasalahan dalam penilaian kinerja guru.
Indikator tugas guru sekolah dasar dalam mengajar terdiri dari membuat rencana program mengajar, melaksanakan program pembelajaran, dan melaksanakan tindak lanjut program pembelajaran. Indikator tugas guru sekolah dasar dalam mendidik meliputi: mengembangkan potensi peserta didik, mengembangkan kepribadian peserta didik, dan melaksanakan penyesuaian penyelengaraan mendidik.
Indikator tugas guru sekolah dasar dalam melatih dan megarahkan yaitu, memberikan motivasi belajar, memberikan panduan dalam belajar, dan membiasakan berperilaku positif. Indikator tugas guru sekolah dasar dalam membimbing meliputi: membuat rencana program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, dan melaksanakan tindak lanjut program bimbingan. Indikator tugas guru sekolah dasar dalam menilai dan mengevaluasi meliputi, menyusun rencana evaluasi, melaksanakan dan memanfaatakan hasil evaluasi. Berdasarkan fit model terbaik, penilaian tugas guru dalam mengajar dan melatih lebih tepat meggunakan instrument penilaian atasan. Tugas guru dalam mendidik dan membimbing lebih tepat menggunakan instrumen penilaian diri, serta tugas guru dalam menilai dan mengevaluasi lebih tepat menggunakan instrumen penilaian teman sejawat.
PENDIDIKAN DI JEPANG: DULU DAN KINI
Pendidikan adalah hak setiap orang, tanpa memandang adanya perbedaan status sosial maupun latar belakang. Demikian disampaikan dosen tamu, seorang ahli mengenai comparative education dari Hiroshima University, Jepang, Prof. Yutaka Otsuka pada kuliah umum di PPs UNY. Pada kesempatan tersebut, Prof. Otsuka mengupas secara mendalam perkembangan sistem pendidikan di Jepang sejak awal hingga sekarang. Sistem pendidikan yang diberlakukan di Jepang turut memberikan kontribusi yang
signifikan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang pesat di negara tersebut.
Sebagai contohnya, Prof. Otsuka memaparkan beberapa sekolah yang berdiri di abad 15-17 dan berperan penting dalam pengembangan kebijakan pendidikan di Jepang, misalnya sekolah Ashikaga di Perfektur Tochigi. Sekolah tersebut saat itu menawarkan jenjang pendidikan tertinggi di Jepang dan siswanya berasal dari kalangan atas. Sekarang, bangunan sekolah ini dipergunakan sebagai perpustakaan yang khusus menyimpan karya-karya klasik Cina. Selain sekolah Ashikaga, Prof. Otsuka juga menyampaikan keberadaan sekolah-sekolah lain di masa tersebut yang banyak dipengaruhi oleh agama, yaitu Sekolah Budha dan Kristen. Sekolah Budha di Five Zen Temples adalah sekolah khusus untuk calon bhiksu. Sekolah tersebut cukup berpengaruh pada masa itu dalam pemerintahan di Jepang. Sekolah Kristen yang juga ada pada masa tersebut membawa ide baru bagi sistem pendidikan di Jepang dengan membawa paham bahwa pendidikan terbuka bagi siapa saja, bukan hanya kalangan tertentu saja.
Berbagai isu pendidikan yang berkembang kala itu antara lain adalah adanya pemahaman yang bias terhadap budaya tradisional, diskriminasi karena adanya kelas-kelas sosial, serta belum adanya standar yang jelas mengenai durasi pendidikan di tiap jenjang serta isi kurikulum dan evaluasi terhadap siswa.
Pada perkembangan selanjutnya, di akhir abad 19, sistem pendidikan di Jepang semakin terbuka untuk semua kalangan siswa. Sistem pendidikan modern yang pertama di Jepang adalah Gakusei, dengan fokus utama pada pengembangan pribadi siswa secara akademik maupun non-akademik. Sejak masa tersebut, pemerintah mengalokasikan dana yang banyak per tahun untuk pendidikan dan mulai menerapkan standarisasi mengenai jenjang pendidikan, fasilitas, struktur sekolah, hingga kurikulum dan materi pembelajaran. Tidak lupa pula disisipkan berbagai nilai sosial dan budaya kepada siswa dengan tujuan terbentuknya sistem pendidikan yang berakar pada budaya dan karakteristik bangsa.
Lebih lanjut, Prof. Otsuka, yang juga merupakan presiden Japan Comparative Education Society, juga menyampaikan bahwa di Jepang, nilai-nilai moral penting untuk ditanamkan pada siswa, mengingat fenomena bunuh diri di kalangan siswa yang angkanya cukup tinggi. Pembinaan karakter merupakan salah satu hal yang ditonjolkan dalam sistem pendidikan di sana.
Selain itu, prioritas utama dalam pendidikan modern di Jepang saat ini adalah tercapainya keharmonisan antara sikap pribadi siswa dan kemampuan mereka untuk bekerjasama dengan orang lain. Hal itu tampak pula dalam pembelajaran di kelas. Misalnya, melalui berbagai aktivitas yang didesain untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam kelompok untuk menumbuhkan tanggung jawab mereka sebagai individu sekaligus anggota kelompok.
Pada saat ini, 90% pemuda Jepang kuliah di perguruan tinggi, baik universitas maupun technical college. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, khusus untuk calon guru, pemerintah Jepang membekali mahasiswa dengan training khusus yang wajib mereka ikuti. Training tersebut diselenggarakan setiap tahun dan biayanya ditanggung oleh Pemerintah.
Di akhir kuliah umum tersebut, Prof. Otsuka menggarisbawahi bahwa pendidikan merupakan hal yang penting bagi perkembangan suatu bangsa. Oleh karena itu, penting pula untuk mempelajari berbagai hal terkini yang berkaitan dengan pendidikan baik yang terjadi di negara tersebut maupun di negara lain.
Diambil dari :
- http://www.uny.ac.id/berita/pendidikan-di-jepang-dulu-dan-kini.html
- http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-minat-belajar-siswa-menurut.html
- https://joegolan.wordpress.com/2009/04/13/teori-pembelajaran/
- http://catatantanti.blogspot.com/2012/08/teori-belajar-thorndike-pavlop-dan.html
- http://ayuindrawati48.blogspot.com/2014/01/teori-belajar-behavioristik.html
- http://dedi26.blogspot.com/2013/01/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-hasil.html
- https://yuniarlestari.wordpress.com/2013/09/22/41/
- http://asepsaepulrohman.blogspot.com/2011/10/kinerja-guru-dalam-perencanaan-proses.html
- http://www.uny.ac.id/berita/dr-hesti-sadtyadi-kembangkan-instrumen-kinerja-guru-sd.html
Untuk Soal UTS bisa dilihat terpisah di Soal UTS Teori Belajar PGSD
0 Komentar