http://blog.ub.ac.id/amaliakf/files/2014/06/ilustrasi_100907203254.jpg
SEJARAH DAN FILSAFAT MATEMATIKA
Oleh Dr Marsigit, M. A.
Fakultas Pascasarjana UNY
A. Sejarah Matematika
Menurut Berggren, JL, 2004, penemuan matematika pada jaman Mesopotamia dan
Mesir Kuno, Artefak matematika yang ditemukan menunjukkan bahwa bangsa Mesopotamia
telah memiliki banyak pengetahuan matematika yang luar biasa, meskipun
matematika mereka masih primitif dan belum disusun secara deduktif seperti
sekarang. Matematika pada jaman Mesir Kuno dapat
dipelajari dari artefak yang ditemukan yang kemudian disebut sebagai Papyrus Rhind (diedit pertama kalinya
pada 1877), telah memberikan gambaran bagaimana matematika di Mesir kuno telah
berkembang pesat. Artefak-artefak berkaitan dengan matematika yang ditemukan
berkaitan dengan daerah-daerah kerajaan seperti kerajaan Sumeria 3000 SM,
Akkadia dan Babylonia rezim (2000 SM), dan kerajaan Asyur (1000 SM), Persia
(abad 6-4 SM), dan Yunani (abad ke 3 - 1 SM).
Pada jaman Yunani kuno paling tidak tercatat matematikawan penting yaitu Thales dan Pythagoras mempelopori pemikiran dalam bidang Geometri, tetapi Pythagoraslah yang
memulai melakukan atau membuat bukti-bukti matematika. Sampai masa pemerintahan
Alexander Agung dari Yunani dan sesudahnya, telah tercatat Karya monumental
dari Euclides berupa karya buku yang berjudul Element (unsur-unsur) yang
merupakan buku Geometri pertama yang disusun secara deduksi.
Risalah penting dari periode awal matematika Islam banyak yang hilang, sehingga ada pertanyaan yang belum terjawab masih banyak tentang hubungan antara matematika Islam awal dan matematika dari Yunani dan India. Selain itu, jumlah jumlah dokumen yang relatif sedikit menyebabkan kita mengalami kesulitan untuk menelusuri sejauh mana peran matematikawan Islam dalam pengembangan matematika di Eropa selanjutnya. Tetapi yang jelas, sumbangan matematikawan Islam cukup besar bersamaan dengan kebangkitan pemikiran modern yang muncul himpunanelah jaman kegelapan sampai sekitar abad ke 15 himpunan setelah masehi.
Risalah penting dari periode awal matematika Islam banyak yang hilang, sehingga ada pertanyaan yang belum terjawab masih banyak tentang hubungan antara matematika Islam awal dan matematika dari Yunani dan India. Selain itu, jumlah jumlah dokumen yang relatif sedikit menyebabkan kita mengalami kesulitan untuk menelusuri sejauh mana peran matematikawan Islam dalam pengembangan matematika di Eropa selanjutnya. Tetapi yang jelas, sumbangan matematikawan Islam cukup besar bersamaan dengan kebangkitan pemikiran modern yang muncul himpunanelah jaman kegelapan sampai sekitar abad ke 15 himpunan setelah masehi.
Penemuan alat cetak mencetak pada jaman modern, yaitu sekitar abad ke 16,
telah memungkinkan para matematikawan satu dengan yang lainnya melakukan
komunikasi secara lebih intensif, sehingga mampu menerbitkan karya-karya hebat.
Hingga sampailah pada jamannya Hilbert yang berusaha untuk menciptakan
matematika sebagai suatu sistem yang tunggal, lengkap dan konsisten. Namun
usaha Hilbert kemudian dapat dipatahkan atau ditemukan kesalahannya oleh
muridnya sendiri yang bernama Godel yang menyatakan bahwa tidaklah mungkin
diciptakan matematika yang tunggal, lengkap dan konsisten. Persoalan Geometri
dan Aljabar kuno, dapat ditemukan di dokumen yang tersimpan di Berlin. Salah
satu persoalan tersebut misalnya memperkirakan panjang diagonal suatu persegi
panjang. Mereka menggunakanhubungan antara panjang sisi-sisi persegi panjang
yang kemudian mereka menemukan bentuk segitiga siku-siku. Hubungan antara
sisi-sisi siku-siku ini kemudian dikenal dengan nama Teorema Pythagoras.
Teorema Pythagoras ini sebetulnya telah digunakan lebih dari 1000 tahun sebelum
ditemukan oleh Pythagoras.
Orang-orang Babilonia telah menemukan sistem bilangan sexagesimal yang
kemudian berguna untuk melakukan perhitungan berkaitan dengan ilmu-ilmu
perbintangan. Para astronom pada jaman Babilonia telah berusaha untuk
memprediksi suatu kejadian dengan mengaitkan dengan fenomena perbintangan,
seperti gerhana bulan dan titik kritis dalam siklus planet (konjungsi, oposisi,
titik stasioner, dan visibilitas pertama dan terakhir). Mereka menemukan teknik
untuk menghitung posisi ini (dinyatakan dalam derajat lintang dan bujur, diukur
relatif terhadap jalur gerakan jelas tahunan Matahari) dengan berturut-turut
menambahkan istilah yang tepat dalam perkembangan aritmatika. Matematika di
Mesir Kuno disamping dikarenakan pengaruh dari Masopotamia dan Babilonia,
tetapi juga dipengaruhi oleh konteks Mesir yang mempunyai aliran sungai yang
lebar dan panjang yang menghidupi masyarakat Mesir dengan peradabannya.
Persoalan hubungan kemasyarakatan muncul dikarenakan kegiatan survive bangsa
Mesir menghadapi keadaan alam yang dapat menimbulkan konflik diantara mereka,
misalnya bagaimana menentukan batas wilayah, ladang atau sawah dipinggir sungai
Nil himpunanelah banjir bandang terjadi yang mengakibatkan tanah mereka
tertimbun lumpur hingga beberapa meter. Dari salah satu kasus inilah kemudian
muncul gagasan atau ide tentang luas daerah, batas-batas dan bentuk-bentuknya.
Maka pada jaman Mesir Kuno, Geometri telah tumbuh pesat sebagai cabang
Matematika.
Dalam waktu relatif singkat (mungkin hanya satu abad atau kurang), metode
yang dikembangkan oleh orang Babilonia dan Masir Kuno telah sampai ke tangan
orang-orang Yunani. Misal, Hipparchus (2 abad SM) lebih menyukai pendekatan
geometris pendahulu Yunani, tetapi kemudian ia menggunakan metode dari
Mesopotamia dan mengadopsi gaya seksagesimal. Melalui orang-orang Yunani itu
diteruskan ke para ilmuwan Arab pada abad pertengahan dan dari situ ke Eropa,
di mana itu tetap menonjol dalam matematika astronomi selama Renaissance dan
periode modern awal. Sampai hari ini tetap ada dalam penggunaan menit dan detik
untuk mengukur waktu dan sudut. Aspek dari matematika Babilonia yang telah
sampai ke Yunani telah meningkatkan kualitas kerja matematika dengan tidak
hanya percaya denganbentuk-bentuk fisiknya saja, melainan diperoleh kepercayaan
melalui bukti-bukti matematika. Prinsip-prinsip Teorema Pythagoras yang sudal
dikenal sejak jaman Babilonia yaitu sekitar seribu tahun sebelum jaman Yunani,
mulai dibuktikan secara matematis oleh Pythagoras pada jaman Yunani Kuno.
Pada jaman Yunani Kuno, selama periode dari sekitar 600 SM sampai 300 SM ,
yang dikenal sebagai periode klasik matematika, matematika berubah dari fungsi
praktis menjadi struktur yang koheren pengetahuan deduktif. Perubahan fokus
dari pemecahan masalah praktis ke pengetahuan tentang kebenaran matematis umum
dan perkembangan obyek teori mengubah matematika ke dalam suatu disiplin ilmu. Orang
Yunani menunjukkan kepedulian terhadap struktur logis matematika. Para pengikut
Pythagoras berusaha untuk menemukan secara pasti
Panjang sisi miring suatu segitiga siku-siku. Tetapi mereka tidak dapat
menemukan angka yang tertentu dengan skala yang sama yang berlaku untuk semua
sisi-sisi segitiga tersebut.
Hal inilah yang kemudian dikenal dengan persoalan Incommensurability, yaitu
adanya skala yang tidak sama agar diperoleh bilangan yang tertentu untuk sisi
miringnya. Jika dipaksakan digunakan skala yang sama (atau commensurabel) maka
pada akhirnya mereka menemukan bahwa panjang sisi miring bukanlah bilangan
bulat melainkan bilangan irrasional.
Prestasi bangsa Yunani Kuno yang monumental adalah adanya karya Euclides
tentang Geometri Aksiomatis. Sumber utama untuk merekonstruksi pra-Euclidean
buku karya Euclides bernama Elemen (unsur-unsur), di mana sebagian besar isinya masih relevan dan
digunakan hingga saat kini. Element terdiri dari 13 jilid. Buku I berkaitan
dengan kongruensi segitiga, sifat-sifat garis paralel, dan hubungan daerah dari
segitiga dan jajaran genjang; Buku II menetapkan kehimpunanaraan yang
berhubungan dengan kotak, persegi panjang, dan segitiga; Buku III berisi
sifat-sifat Lingkaran; dan Buku IV berisi tentang poligon dalam lingkaran.
Sebagian besar isi dari Buku I-III adalah karya-karya Hippocrates, dan isi dari
Buku IV dapat dikaitkan dengan Pythagoras, sehingga dapat dipahami bahwa buku
Elemen ini memiliki sejarahnya hingga berabad-abad sebelumnya. Buku V
menguraikan sebuah teori umum proporsi, yaitu sebuah teori yang tidak
memerlukan pembatasan untuk besaran sepadan. Ini teori umum berasal dari
Eudoxus. Berdasarkan teori, Buku VI menggambarkan sifat bujursangkar dan
generalisasi dari teori kongruensi pada Buku I. Buku VII-IX berisi tentang apa yang oleh orang-orang
Yunani disebut "aritmatika," teori bilangan bulat. Ini mencakup
sifat-sifat proporsi numerik, pembagi terbesar, kelipatan umum, dan bilangan
prima(Buku VII); proposisi pada progresi numerik dan persegi (Buku VIII), dan
hasil khusus, seperti faktorisasi bilangan prima yang unik ke dalam, keberadaan
yang tidak terbatas jumlah bilangan prima, dan pembentukan "sempurna"
angka, yaitu angka-angka yang sama dengan jumlah pembagi (Buku IX). Dalam
beberapa bentuk, Buku VII berasal dari Theaetetus dan Buku VIII dari Archytas. Buku
X menyajikan teori garis irasional dan berasal dari karya Theaetetus dan
Eudoxus. Buku Xiberisi tentang bangun ruang; Buku XII membuktikan theorems pada
rasio lingkaran, rasio bola, dan volume piramida dan kerucut.
Warisan Matematika Yunani, terutama dalam geometri , sangat besar. Dari periode awal orang-orang Yunani merumuskan tujuan matematika tidak dalam hal prosedur praktis tetapi sebagai disiplin teoritis berkomitmen untuk mengembangkan proposisi umum dan demonstrasi formal. Kisaran dan keragaman temuan mereka, terutama yang dari abad SM-3, geometri telah menjadi materi pelajaran selama berabad-abad himpunanelah itu, meskipun tradisi yang ditransmisikan ke Abad Pertengahan dan Renaissance tidak lengkap dan cacat.
Peningkatan pesat dari matematika di abad ke-17 didasarkan sebagian pada pembaharuan terhadap matematika kuno dan matematika pada jaman Yunani. Mekanika dari Galileo dan perhitungan-perhitungan yang dibuat Kepler dan Cavalieri, merupakan inspirasi langsung bagi Archimedes. Studi tentang geometri yang dilakukan oleh Apollonius dan Pappus dirangsang oleh pendekatan baru dalam geometri-misalnya, analitik yang dikembangkan oleh Descartes dan teori proyektif dari Desargues Girard.
Warisan Matematika Yunani, terutama dalam geometri , sangat besar. Dari periode awal orang-orang Yunani merumuskan tujuan matematika tidak dalam hal prosedur praktis tetapi sebagai disiplin teoritis berkomitmen untuk mengembangkan proposisi umum dan demonstrasi formal. Kisaran dan keragaman temuan mereka, terutama yang dari abad SM-3, geometri telah menjadi materi pelajaran selama berabad-abad himpunanelah itu, meskipun tradisi yang ditransmisikan ke Abad Pertengahan dan Renaissance tidak lengkap dan cacat.
Peningkatan pesat dari matematika di abad ke-17 didasarkan sebagian pada pembaharuan terhadap matematika kuno dan matematika pada jaman Yunani. Mekanika dari Galileo dan perhitungan-perhitungan yang dibuat Kepler dan Cavalieri, merupakan inspirasi langsung bagi Archimedes. Studi tentang geometri yang dilakukan oleh Apollonius dan Pappus dirangsang oleh pendekatan baru dalam geometri-misalnya, analitik yang dikembangkan oleh Descartes dan teori proyektif dari Desargues Girard.
Kebangkitan matematika pada abad 17 sejalan dengan kebangkitan
pemikiran para filsuf sebagai anti tesis abad gelap dimana kebenaran didominasi
oleh Gereja. Maka Copernicus merupakan tokoh pendobrak yang menantang pandangan
Gereja bahwa bumi sebagai pusat jagat raya; dan sebagai gantinya dia
mengutarakan ide bahwa bukanlah Bumi melainkan Mataharilah yang merupakan pusat
tata surya, sedangkan Bumi mengelilinginya. Jaman kebangkitan ini kemudian
dikenal sebagai Jaman Modern, yang ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh
pemikir filsafat sekaligus matematikawan seperti Immanuel Kant, Rene Descartes,
David Hume, Galileo, Kepler, Cavalieri, dst.
B. Filsafat
Matematika
Wilkins, DR, 2004, menjelaskan
bahwa terdapat beberapa definisi tentang matematika yang berbeda-beda. Ahli
logika Whitehead menyatakan bahwa matematika dalam arti yang paling luas adalah
pengembangan semua jenis pengetahuan yang bersifat formal dan penalarannya bersifat deduktif. Boole berpendapat bahwa itu
matematika adalah ide-ide tentang jumlah dan kuantitas. Kant mengemukakan bahwa ilmu matematika
merupakan contoh yang paling cemerlang tentang bagaimana akal murni berhasil
bisa memperoleh kesuksesannya dengan bantuan pengalaman. Von Neumann percaya
bahwa sebagian besar inspirasi matematika terbaik berasal dari pengalaman. Riemann menyatakan bahwa jika dia hanya
memiliki teorema, maka ia bisa menemukan bukti cukup mudah. Kaplansky
menyatakan bahwa saat yang paling menarik adalah bukan di mana sesuatu terbukti
tapi di mana konsep baru ditemukan. Weyl menyatakan bahwa Tuhan ada karena
matematika adalah konsisten dan iblis ada karena kita tidak dapat membuktikan matematika
konsistensi ini. Hilbert menyimpulkan
bahwa ilmu matematika adalah kesatuan yang konsisten, yaitu sebuah struktur yang
tergantung pada vitalitas hubungan antara bagian-bagiannya, dan penemuan dalam
matematika dibuat dengan penyederhanaan metode, menghilangnya prosedur lama
yang telah kehilangan kegunaannya dan penyatuan kembali unsur-unsurnya untuk
menemukan konsep baru.
Hempel, CG, 2001, menegaskan
kembali apa yang telah dikemukakan oleh John Stuart Mill bahwa matematika itu
sendiri merupakan ilmu empiris yang berbeda dari cabang lain seperti astronomi,
fisika, kimia, dll, terutama dalam dua hal: materi pelajaran adalah lebih umum
daripada apapun lainnya dari penelitian ilmiah, dan proposisi yang telah diuji
dan dikonfirmasi ke tingkat yang lebih besar dibandingkan beberapa bagian yang
paling mapan astronomi atau fisika. Dengan demikian, sejauh mana hukum-hukum
matematika telah dibuktikan oleh pengalaman masa lalu umat manusia begitu luar
biasa bahwa kita telah dibenarkan olh teorema matematika dalam bentuk
kualitatif berbeda dari hipotesis baik dari cabang lain.
Hempel, CG, 2001, lebih lanjut
menyatakan bahwa sekali istilah primitif dan dalil-dalil yang telah ditetapkan,
seluruh teori sepenuhnya ditentukan. Dia menyimpulkan bahwa himpunaniap istilah
dari teori matematika adalah didefinisikan dalam hal primitif, dan himpunaniap
proposisi teori secara logis deducible dari postulat, adalah sepenuhnya tepat.
Perlu juga untuk menentukan prinsip-prinsip logika yang digunakan dalam
pembuktian proposisi matematika. Ia mengakui bahwa prinsip-prinsip dapat
dinyatakan secara eksplisit ke dalam kalimat primitif atau dalil-dalil logika.
Dengan menggabungkan analisis dari aspek sistem Peano, Hempel menerima tesis
dari logicism bahwa Matematika adalah cabang dari logika karena semua konsep
matematika, yaitu aritmatika, aljabar analisis, dan, dapat didefinisikan dalam
empat konsep dari logika murni, dan semua teorema matematika dapat disimpulkan
dari definisi tersebut melalui prinsip-prinsip logika. Bold, T., 2004,
menyatakan bahwa komponen penting dari matematika mencakup konsep angka
integer, pecahan, penambahan, perpecahan dan persamaan; di mana penambahan dan
pembagian terhubung dengan studi proposisi matematika dan konsep bilangan bulat
dan pecahan adalah elemen dari konsep-konsep matematika.
Bold, T., 2004, lebih lanjut
menunjukkan bahwa elemen penting kedua untuk interpretasi konsep matematika
adalah kemampuan manusia dari abstrak, yaitu kemampuan pikiran untuk mengetahui
sifat abstrak dari dari obyek dan menggunakannya tanpa kehadiran obyek. Karena
kenyataan bahwa semua matematika adalah abstrak, ia percaya bahwa salah satu
motif dari intuitionists untuk berpikir matematika adalah produk satu-satunya
pikiran. Dia menambahkan bahwa elemen penting ketiga adalah konsep infinity,
sedangkan konsep tak terbatas didasarkan pada konsep kemungkinan. Dengan
demikian, konsep tak terbatas bukan kuantitas, tetapi konsep yang bertumpu pada
kemungkinan tak terbatas, yang merupakan karakter dari kemungkinan. Berikutnya
ia mengklaim bahwa konsep pecahan hanya berdasarkan abstraksi dan kemungkinan.
Menurut dia, isu yang terlibat dengan bilangan rasional dan irasional sama
sekali tidak relevan untuk interpretasi konsep pecahan sebagaimana selalu
dikhawatirkan oleh Heyting Arend. Sejauh berkenaan dengan konsep-konsep
matematika, bilangan rasional sebagai n / p dan bilangan irasional dengan p
adalah bilangan bulat, hanya masalah cara berekspresi. Perbedaan antara mereka
adalah masalah dalam matematika untuk dijelaskan dengan istilah matematika dan
bahasa.
Di sisi lain, Podnieks, K., 1992, menyatakan bahwa konsep bilangan asli dikembangkan dari operasi manusia dengan koleksi benda-benda kongkrit, namun tidak mungkin untuk memverifikasi pernyataan seperti itu secara empiris dan konsep bilangan asli sudah yang stabil tentang dan terlepas dari sumber yaitu sebenarnya. Hubungan kuantitatif dari himpunanbenda-benda fisik dalam praktek manusia, dan mulai bekerja sebagai model mandiri yang kokoh. Menurut dia, sistem bilangan asli adalah idealisasi hubungan-hubungan kuantitatif; di mana orang memperolehnya dari pengalaman mereka dengan himpunan dan ekstrapolasi aturan ke himpunan yang jauh lebih besar (jutaan hal) dan dengan demikian situasi idealnya menjadi nyata. Dia menegaskan bahwa proses idealisasi berakhir kokoh, tetap, dan mandiri , sementara bangun-bangun fisiknya berubah. Sementara konsep matematika diperoleh dengancara melepaskan sebagian besar sifat-sifatnya kemudian untuk memikirkan sebagian kecil sifat-sifat tertentunya saja. Hal demikian yang kemudian disebut sebagai abstraksi. Sementara sifat-sifat yang tersisa yang memang harus dipelajari, diasumsikan bahwa mereka mempunyai sifat yang sempurna; misal bahwa lurus adalah sempurna lurus, lancip adalah sempurna lancip, demikian himpunanerusnya. Yang demikian itulah yang kemudian dikenal sebagai idealisasi.
Di sisi lain, Podnieks, K., 1992, menyatakan bahwa konsep bilangan asli dikembangkan dari operasi manusia dengan koleksi benda-benda kongkrit, namun tidak mungkin untuk memverifikasi pernyataan seperti itu secara empiris dan konsep bilangan asli sudah yang stabil tentang dan terlepas dari sumber yaitu sebenarnya. Hubungan kuantitatif dari himpunanbenda-benda fisik dalam praktek manusia, dan mulai bekerja sebagai model mandiri yang kokoh. Menurut dia, sistem bilangan asli adalah idealisasi hubungan-hubungan kuantitatif; di mana orang memperolehnya dari pengalaman mereka dengan himpunan dan ekstrapolasi aturan ke himpunan yang jauh lebih besar (jutaan hal) dan dengan demikian situasi idealnya menjadi nyata. Dia menegaskan bahwa proses idealisasi berakhir kokoh, tetap, dan mandiri , sementara bangun-bangun fisiknya berubah. Sementara konsep matematika diperoleh dengancara melepaskan sebagian besar sifat-sifatnya kemudian untuk memikirkan sebagian kecil sifat-sifat tertentunya saja. Hal demikian yang kemudian disebut sebagai abstraksi. Sementara sifat-sifat yang tersisa yang memang harus dipelajari, diasumsikan bahwa mereka mempunyai sifat yang sempurna; misal bahwa lurus adalah sempurna lurus, lancip adalah sempurna lancip, demikian himpunanerusnya. Yang demikian itulah yang kemudian dikenal sebagai idealisasi.
Peterson, I., 1998, menjelaskan
bahwa pada awal abad ke-20, Jerman yang hebat matematika David Hilbert
(1862-1943) menganjurkan program yang ambisius untuk merumuskan suatu sistem
aksioma dan aturan inferensi yang akan mencakup semua matematika, dari dasar
aritmatika hingga mahir kalkulus; impiannya adalah menyusun metode penalaran
matematika dan menempatkan mereka dalam kerangka tunggal. Hilbert menegaskan
bahwa suatu sistem formal dari aksioma dan aturan harus konsisten, yang berarti
bahwa seseorang tidak dapat membuktikan sebuah pernyataan dan kebalikannya pada
saat yang sama, ia juga menginginkan skema yang lengkap, artinya satu selalu
dapat membuktikan pernyataan yang diberikan bisa benar atau salah. Hilbert
berpendapat bahwa harus ada prosedur yang jelas untuk memutuskan apakah suatu
proposisi tertentu berikut dari himpunan aksioma, dengan itu, diberikan sebuah
sistem yang jelas dari aksioma dan aturan inferensi yang tepat, akan lebih
mungkin, meskipun tidak benar-benar praktis, untuk menjalankan melalui semua
proposisi mungkin, dimulai dengan urutan terpendek simbol, dan untuk memeriksa
mana yang valid. Pada prinsipnya, suatu prosedur keputusan secara otomatis akan
menghasilkan semua teorema mungkin dalam matematika.
Di sisi lain, ia menjelaskan
bahwa matematika formal didasarkan pada logika formal; mengurangi hubungan
matematis untuk pertanyaan keanggotaan himpunan; objek primitif hanya
terdefinisi dalam matematika formal adalah himpunan kosong yang berisi apa-apa.
Ada klaim bahwa hampir setiap abstraksi matematika yang pernah diselidiki dapat
diturunkan sebagai seperangkat aksioma teori himpunan dan hampir setiap bukti
matematis yang pernah dibangun dapat dibuat dengan asumsi tidak ada di luar
yang aksioma. Itu juga menyatakan bahwa jika tak terhingga merupakan potensi
dan tidak pernah menjadi kenyataan selesai maka himpunan terbatas tidak ada,
karena itu, ahli matematika mencoba untuk mendefinisikan struktur tak terbatas
yang paling umum dibayangkan karena itu tampaknya memberikan harapan paling
baik, jika himpunan tidak terbatas ada maka akan menjadi landasan matematika
yang kokoh. Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa matematika harus langsung
terhubung ke sifat program non-deterministic di alam semesta yang potensial
tidak terbatas, hal ini akan membatasi ekstensi untuk sebuah himpunan bilangan
ordinal dan himpunan yang dapat dibangun dari mereka. Obyek didefinisikan dalam
suatu sistem matematis yang formal tidak peduli apakah aksioma tak terhingga
itu termasuk yang dimasukkan, dan bahwa sistem formal dapat diartikan sebagai
suatu program komputer untuk menghasilkan teorema di mana program tersebut
dapat menghasilkan semua nama-nama benda atau himpunan yang didefinisikan dalam
sistem tersebut. Selanjutnya, semua bilangan kardinal yang lebih besar yang
pernah didefinisikan dalam sistem matematika yang terbatas, tidak akan dihitung
dari dalam sistem tersebut.
Peterson, I., 1998, mencatat bahwa
apa Hilbert berpendapat bahwa kita dapat memecahkan masalah jika kita cukup
pintar dan bekerja cukup lama, dan matematikawan Gregory J. Chaitin dan Thomas
J. Watson tidak percaya dengan prinsip bahwa ada batas untuk apa matematika
bisa dicapai. Namun, pada tahun 1930, Kurt Godel (1906-1978) membuktikan bahwa
tidak ada prosedur keputusan tersebut adalah mungkin untuk setiap sistem logika
yang terdiri dari aksioma dan proposisi cukup canggih untuk mencakup jenis
masalah matematika yang hebat yang bekerja pada setiap hari; ia menunjukkan
bahwa jika kita asumsikan bahwa sistem matematika konsisten, maka kita bisa menunjukkan
bahwa itu tidak lengkap. Peterson mengatakan bahwa dalam pikiran Godel, tidak
peduli apa sistem aksioma atau aturannya, akan selalu ada beberapa pernyataan
yang dapat tidak terbukti atau tidak valid dalam sistem. Memang, matematika penuh dengan pernyataan
dugaan dan menunggu bukti dengan jaminan
bahwa jawaban tertentu telah pernah ada.
Chaitin membuktikan bahwa suatu prosedur tidak dapat menghasilkan hasil yang lebih kompleks dari pada prosedur itu sendiri, dengan kata lain, dia membuat teori bahwa wanita berbobot 1-pon tidak bisa melahirkan bayi berbobot 10-pon. Wanita berbobot 10 pon tidak bisa melahirkan bayi 100 pon, dst. Sebaliknya, Chaitin juga menunjukkan bahwa tidak mungkin membuat prosedur untuk membuktikan bahwa sejumlah kompleksitas bersifat acak, maka, sejauh bahwa pikiran manusia adalah sejenis komputer, mungkin ada jenis kompleksitas begitu mendalam dan halus yang akal kita tidak pernah bisa memahami nya; urutan apapun yang mungkin terletak pada kedalaman akan dapat diakses, dan selalu akan muncul untuk kita sebagai keacakan. Pada saat yang sama, membuktikan bahwa berurutan adalah acak juga dapat mengatasi kesulitan, tidak ada cara untuk memastikan bahwa kita tidak diabaikan. Peterson, I., 1998, menyatakan bahwa hasil Chaitin ini menunjukkan bahwa kita jauh lebih mungkin untuk menemukan keacakan dari ketertiban dalam domain matematika tertentu; kompleksitas versin teorema Godel menyatakan bahwa meskipun hampir semua bilangan adalah acak, tidak ada sistem formal aksiomatis yang akan memungkinkan kita untuk membuktikan fakta ini.
Selanjutnya, Peterson, I.,
1998, menyimpulkan bahwa pekerjaan Chaitin ini menunjukkan bahwa ada jumlah tak
terbatas pernyataan matematika di mana seseorang dapat membuat, katakanlah,
aritmatika yang tidak dapat direduksi menjadi aksioma aritmatika, jadi tidak
ada cara untuk membuktikan apakah pernyataan tersebut benar atau salah dengan
menggunakan aritmatika; dalam pandangan Chaitin ini, itu praktis sama dengan
mengatakan bahwa struktur aritmatika adalah acak. Chaitin menyimpulkan bahwa
struktur matematika adalah fakta matematis yang analog dengan hasil dari sebuah
lemparan koin dan kita tidak pernah bisa benar-benar membuktikan secara logis
apakah itu adalah benar, ia menambahkan bahwa dengan cara yang sama bahwa tidak
mungkin untuk memprediksi saat yang tepat di mana seorang individu yang terkena
radiasi atom mengalami peluruhan radioaktif. Matematika tak berdaya untuk
menjawab pertanyaan tertentu, sedangkan fisikawan masih dapat membuat prediksi
yang dapat diandalkan tentang rata-rata lebih dari besar dari atom, ahli
matematika mungkin dalam beberapa kasus terbatas pada pendekatan yang sama;
yang membuat matematika jauh lebih dari ilmu pengetahuan eksperimental.
Hempel, CG, 2001, berpendapat
bahwa setiap sistem postulat matematika yang konsisten, bagaimanapun, mempunyai
interpretasi yang berbeda dari istilah primitifnya, sedangkan satu himpunan
definisi dalam arti kata yang kaku menentukan arti dari definienda dengan cara
yang unik . Sistem yang lebih luas dari itu Peano postulat yang diperoleh masih
belum lengkap dalam arti bahwa tidak setiap bilangan memiliki akar kuadrat, dan
lebih umum, tidak setiap persamaan aljabar memiliki solusi dalam sistem; ini
menunjukkan bahwa ekspansi lebih lanjut dari sistem bilangan dengan pengenalan
bilangan real dan akhirnya kompleks. Hempel menyimpulkan bahwa pada dasar dari
dalil operasi aritmatika dan aljabar berbagai dapat didefinisikan untuk jumlah
sistem baru, konsep fungsi, limit, turunan dan integral dapat diperkenalkan,
dan teorema berkaitan erat dengan konsep-konsep ini dapat dibuktikan, sehingga akhirnya
sistem besar matematika seperti di sini dibatasi bertumpu pada dasar yang
sempit dari sistem Peano itu; setiap konsep matematika dapat didefinisikan
dengan menggunakan tiga unsur primitif dari Peano, dan setiap proposisi
matematika dapat disimpulkan dari lima postulat yang diperkaya oleh definisi
dari non-primitif tersebut, langkah penyederhanaan, dalam banyak kasus, dengan
cara tidak lebih dari prinsip-prinsip logika formal; bukti beberapa theorems
tentang bilangan real, bagaimanapun, memerlukan satu asumsi yang biasanya tidak
termasuk di antara yang terakhir dan ini adalah aksioma yang disebut pilihan di
mana ia menyatakan bahwa terdapat himpunan-himpunan saling eksklusif, tidak ada
yang kosong, ada setidaknya satu himpunan yang memiliki tepat satu elemen yang
sama dengan masing-masing himpunan yang diberikan.
Hempel, CG, 2001, menyatakan
bahwa berdasarkan prinsip dan aturan logika formal, isi semua matematika dapat
diturunkan dari sistem sederhana Peano ini yaitu prestasi yang luar biasa dan
sistematis, isi matematika dan penjelasan dasar-dasar yang validitas. Menurut
dia, sistem Peano memungkinkan interpretasi yang berbeda, sedangkan dalam
sehari-hari maupun dalam bahasa ilmiah, dapat dikembangkan untuk arti khusus
untuk konsep aritmatika. Hempel bersikeras bahwa jika karena itu matematika
adalah menjadi teori yang benar dari konsep-konsep matematika dalam arti yang
dimaksudkan, tidak cukup untuk validasi untuk menunjukkan bahwa seluruh sistem
adalah diturunkan dari Peano mendalilkan kecocokan definisi, melainkan, kita
harus bertanya lebih jauh apakah postulat Peano sebenarnya benar ketika unsur primitif
dipahami dalam arti sekedar sebagai kebiasaan. Jika definisi di sini ditandai
secara hati-hati dan ditulis yaitu bahwa hal ini merupakan salah satu kasus di
mana teknik-teknik simbolik, atau matematika, dan logika membuktikan bahwa
definiens dari setiap satu dari mereka secara eksklusif mengandung istilah dari
bidang logika murni.
Hempel, CG, 2001, menyatakan bahwa sistem mandiri yang stabil tentang
prinsip dasar adalah ciri khas dari teori matematika; model matematika dari
beberapa proses alami atau perangkat teknis pada dasarnya adalah sebuah model
yang yang stabil tentang yang dapat diselidiki secara independen dari
"aslinya "dan, dengan demikian, kemiripan model dan" asli
"hanya menjadi terbatas, hanya model tersebut dapat diselidiki oleh
matematikawan. Hempel berpikir bahwa setiap upaya untuk menyempurnakan model yaitu
untuk mengubah definisi untuk mendapatkan kesamaan lebih dengan
"asli", mengarah ke model baru yang harus tetap stabil, untuk
memungkinkan penyelidikan matematika, dengan itu, teori-teori matematika adalah
bagian dari ilmu kita yang bisa secara terus melakukannya jika kita bangun. Hempel
menyatakan bahwa model matematika tidak terikat dengan ke "aslian"
sumbernya; akan tetapi terlihat bahwa beberapa model dibangun dengan buruk,
dalam arti korespondensi untuk "aslian" sumber mereka, namun yang
matematikawan investigasi berlangsung dengan sukses. Menurut dia, sejak model
matematis didefinisikan dengan tepat, "tidak perlu lagi " "keaslian"
nya sumber lagi. Satu dapat mengubah model atau memperoleh beberapa model baru
tidak hanya untuk kepentingan korespondensi dengan sumber "asli",
tetapi juga untuk percobaan belaka. Dengan cara ini orang dapat memperoleh
berbagai model dengan mudah yang tidak memiliki "sumber asli" nya, yaitu
sebuah cabang matematika yang telah dikembangkan yang tidak memiliki dan tidak
dapat memiliki aplikasi untuk masalah yang nyata.
Hempel, CG, 2001, mencatat
bahwa, dalam matematika, teorema dari teori apapun terdiri dari dua bagian -
premis dan kesimpulan, karena itu, kesimpulan dari teorema berasal tidak hanya
dari himpunan aksioma, tetapi juga dari premis yang khusus untuk teorema
tertentu; dan premis ini bukan perpanjangan dari sistemnya. Dia menyadari bahwa
teori-teori matematika yang terbuka untuk gagasan-gagasan baru, dengan
demikian, di Kalkulus setelah konsep kontinuitas terhubung maka berikut
diperkenalkan: titik diskontinyu, kontinuitas, kondisi Lipschitz, dll dan semua
ini tidak bertentangan dengan tesis tentang karakter aksioma, prinsip dan
aturan inferensi, namun tidak memungkinkan "matematika bekerja" dengan menganggap teori-teori matematika
sebagai yang sesuatu tetap. Kemerling, G., 2002, menjelaskan bahwa pada
pergantian abad kedua puluh, filsuf mulai mencurahkan perhatian terhadap
dasar-dasar sistem logis dan matematis, karena dua ribuan tahun logika
Aristotelian tampak penjelasan yang lengkap dan final dari akal manusia, namun
geometri Euclid juga tampaknya aman, sampai Lobachevsky dan Riemann menunjukkan
bahwa konsepsi alternatif tidak hanya mungkin tetapi berguna dalam banyak
aplikasi. Dia menyatakan bahwa upaya-upaya serupa untuk berpikir ulang struktur
logika mulai akhir abad kesembilan belas di mana John Stuart Mill mencoba untuk
mengembangkan sebuah rekening komprehensif pemikiran manusia yang difokuskan
pada induktif daripada penalaran deduktif; bahkan penalaran matematika, John
Stuart Mill seharusnya, dapat didasarkan pada pengamatan empiris. Kemerling
summep up yang banyak filsuf dan matematikawan Namun, mengambil pendekatan yang
berbeda.
Ia menjelaskan bahwa Logika
adalah studi tentang kebenaran yang diperlukan dan metode sistematis untuk
mengekspresikan dengan jelas dan rigourously menunjukkan kebenaran tersebut;
logicism adalah teori filsafat tentang status kebenaran matematika, yakni,
bahwa mereka secara logis diperlukan atau analitik. Disarankan bahwa untuk
memahami logika pertama-tama perlu untuk memahami perbedaan penting antara
proposisi kontingen, yang mungkin atau mungkin tidak benar, dan proposisi
perlu, yang tidak bisa salah; logika adalah bukti untuk membangun, yang
memberikan kita konfirmasi yang dapat diandalkan kebenaran proposisi terbukti.
Logika dapat didefinisikan sebagai bersangkutan dengan metode untuk penalaran.
Sistem logical kemudian formalisations satu metode yang tepat dan kebenaran
logis adalah mereka dibuktikan dengan metode yang benar. Kebenaran-kebenaran
matematika karena itu kontingen, namun untuk logicism, kebenaran matematika
adalah sama dalam semua kemungkinan dunia, karena mereka tidak tergantung pada
keberadaan himpunan, hanya pada konsistensi anggapan bahwa himpunan yang
dibutuhkan ada; sejak benar dalam himpunaniap dunia yang mungkin, matematika
harus logis diperlukan.
Shapiro, S., 2000, bersikeras
bahwa, logika adalah cabang kedua matematika dan cabang filsafat; bahasa
formal, sistem deduktif, dan model-teori semantik adalah objek matematika dan,
dengan demikian, ahli logika yang tertarik pada mereka matematika sifat dan
hubungan. Menurut Shapiro, logika adalah studi tentang penalaran yang benar,
dan penalaran merupakan kegiatan, epistemis mental, dan karena itu menimbulkan
pertanyaan mengenai relevansi filosofis aspek matematis dari logika; bagaimana
deducibility dan validitas, sebagai properti bahasa formal, berhubungan dengan
penalaran yang benar, apa hasil matematika dilaporkan di bawah ini ada
hubungannya dengan masalah filosofis asli. Beberapa filsuf menyatakan bahwa
kalimat deklaratif bahasa alam telah mendasari bentuk logis dan bahwa
bentuk-bentuk yang ditampilkan oleh formula bahasa formal. WVO Quine menyatakan
bahwa bahasa alam harus teratur, dibersihkan untuk pekerjaan ilmiah dan
metafisik yang serius, salah sesuatu yg diinginkan perusahaan adalah bahwa
struktur logis dalam bahasa diperintah harus transparan. Oleh karena itu,
bahasa formal adalah model matematika dari bahasa alami, sebuah bahasa formal
menampilkan fitur tertentu dari bahasa alam, atau idealisasi dari padanya,
sementara mengabaikan atau menyederhanakan fitur lainnya. Shapiro menyatakan
bahwa tujuan dari model matematika adalah untuk menjelaskan apa yang mereka
model, tanpa mengklaim bahwa model tersebut akurat dalam semua hal atau bahwa
model harus mengganti apa itu model.
Kemerling, G. 2002, menjelaskan
bahwa titik puncak dari pendekatan baru untuk logika terletak pada kapasitasnya
untuk menerangi sifat penalaran matematika, sedangkan kaum idealis berusaha
untuk mengungkapkan hubungan internal dari realitas absolut dan pragmatis
ditawarkan untuk memperhitungkan manusia Permintaan sebagai pola longgar
investigasi, ahli logika baru berharap untuk menunjukkan bahwa hubungan paling
signifikan antara dapat dipahami sebagai murni formal dan eksternal. Kemerling
mencatat bahwa matematikawan seperti Richard Dedekind menyadari bahwa atas
dasar ini dimungkinkan untuk membangun matematika tegas dengan alasan logis,
sedangkan Giuseppe Peano telah menunjukkan pada 1889 bahwa semua aritmatika
dapat dikurangi ke sistem aksiomatis dengan hati-hati dibatasi himpunan awal
mendalilkan . Pada sisi lain, Frege segera berusaha untuk mengekspresikan
mendalilkan dalam notasi simbolik temuannya sendiri, dan dengan 1913, Russell
dan Whitehead telah menyelesaikanmonumental Principia Mathematica (1913),
dengan tiga volume besar untuk bergerak dari sebuah aksioma logis saja melalui
definisi nomor bukti bahwa "1 + 1 = 2." Kemerling menyatakan bahwa
meskipun karya Gödel dibuat menghapus keterbatasan dari pendekatan ini,
signifikansi bagi pemahaman kita tentang logika dan matematika tetap undimmed.
Pietroski, P., 2002, bersikeras
yang menarik bagi bentuk logis muncul dalam konteks upaya untuk mengatakan
lebih banyak tentang perbedaan antara kesimpulan intuitif sempurna, yang
mengundang metafora keamanan dan kedekatan, dan kesimpulan yang melibatkan
risiko tergelincir dari kebenaran kepalsuan . Dia menyatakan bahwa pemikiran
kuno adalah bahwa kesimpulan tanpa cela menunjukkan pola yang dapat dicirikan oleh
skema abstrak dari isi tertentu dari tempat tertentu dan kesimpulan, dengan
demikian mengungkapkan bentuk umum bersama banyak kesimpulan sempurna lainnya;
bentuk seperti, bersama dengan kesimpulan bahwa contoh mereka, dikatakan valid.
Pietroski diuraikan kesimpulan Stoik mencerminkan bentuk abstrak: jika pertama
kemudian yang kedua, dan yang pertama, maka yang kedua. Oleh karena itu, Stoik
dirumuskan yaitu skemata lain yang valid. Jika pertama kemudian yang kedua,
tetapi tidak yang kedua, jadi bukan yang pertama; Entah pertama atau kedua,
tetapi tidak yang kedua, jadi yang pertama, dan tidak baik yang pertama dan
kedua, tapi yang pertama, sehingga tidak yang kedua .
Pietroski, P., 2002, menyatakan bahwa formulasi skema logis memerlukan variabel dalam proposisi; proposisi adalah istilah seni untuk apapun variabel di atas direpresentasikan dalam berbagai berani lebih dan dengan demikian merupakan hal-hal yang bisa benar atau salah, sebab mereka adalah tempat potensial / yaitu kesimpulan. hal yang bisa mencari dalam kesimpulan yang valid. Dia mengatakan bahwa kesimpulan dapat menjadi proses mental dimana pemikir menarik kesimpulan dari beberapa tempat, atau proposisi pemikir akan menerima mungkin sementara atau hipotetis jika dia menerima lokasi dan kesimpulan, dengan satu proposisi ditunjuk sebagai konsekuensi dugaan orang lain. Dia mencatat bahwa tidak jelas bahwa semua kesimpulan sempurna adalah contoh dari beberapa bentuk yang valid, dan dengan demikian kesimpulan yang impeccability adalah
karena bentuk proposisi-proposisi yang relevan, tetapi pikiran ini menjabat sebagai ideal untuk studi inferensi, himpunanidaknya sejak pengobatan Aristoteles tentang contoh seperti. Menurut dia, Aristoteles membahas berbagai kesimpulan tertentu, yang disebut silogisme, yaitu melibatkan quantificational proposisi. ditunjukkan dengan kata-kata seperti "setiap 'dan' beberapa”.
'.
Pietroski, P., 2002,
menggunakan terminologi yang sedikit berbeda bahwa teoretikus lain
memperlakukan semua elemen umum sebagai predikat, dan proposisi dengan struktur
tertentu dan dikatakan memiliki bentuk kategoris sebagai berikut: subyek-kata
kerja penghubung-predikat, dimana sebuah kata kerja penghubung, ditunjukkan
dengan kata-kata seperti 'adalah' atau 'adalah', link subjek yang terdiri dari pembilang
dan predikat untuk predikat, tetapi dengan merumuskan berbagai schemata
inferensi Aristotelian, dengan analisis proposisi kompleks, infererences
sempurna banyak yang terungkap sebagai kasus bentuk silogisme valid. Pietroski
menyatakan bahwa para ahli logika abad pertengahan membahas hubungan logika
untuk tata bahasa, ia membedakan bahwa bahasa yang diucapkan harus menutupi
aspek-aspek tertentu dari struktur logis dan memiliki struktur; mereka terdiri,
dengan cara yang sistematis, dari kata-kata; dan asumsi adalah bahwa kalimat
mencerminkan aspek utama bentuk logis, termasuk subjek-predikat struktur. Dia
mengakui bahwa menjelang akhir abad kedelapan belas, Kant bisa mengatakan tanpa
berlebihan bahwa banyak logika mengikuti jalur tunggal sejak awal, dan bahwa
sejak Aristoteles itu tidak harus menelusuri kembali satu langkah. Menurut dia,
Kant mengatakan bahwa logika silogisme adalah untuk semua tampilan lengkap dan
sempurna.
Hanya ada tiga istilah dalam
silogisme, karena kedua istilah dalam kesimpulan sudah dalam premisnya, dan
satu istilah umum bagi kedua premisnya. Ini mengarah pada definisi berikut:
predikat dalam kesimpulan disebut suku utama, subjek dalam kesimpulan disebut
suku kecil; istilah umum disebut term tengah, sedangkan premis yang mengandung
istilah utama disebut premis utama; dan premis yang mengandung istilah minor
disebut premis minor. Silogisme selalu ditulis premis mayor, premis minor,
kesimpulan, melainkan terbatas pada argumen silogisme, dan tidak bisa
menjelaskan kesimpulan umum yang melibatkan beberapa argumen. Hubungan dan
identitas harus diperlakukan sebagai hubungan subjek-predikat, yang membuat
pernyataan identitas matematika sulit untuk ditangani, dan tentu saja istilah
tunggal dan proposisi tunggal.
Pietroski, P., 2002, menjelaskan
bahwa dengan demikian, orang mungkin menduga bahwa ada relatif sedikit
disimpulkan pola dasar, beberapa kesimpulan bisa mencerminkan transisi inheren
menarik dalam pikiran; jelas bahwa para ahli logika berhak untuk mengambil
aturan inferensi dari B 'jika A , dan A, maka B 'sebagai sesuatu yang
aksiomatis, dan namun, berapa banyak aturan yang masuk akal dianggap sebagai
fundamental dalam pengertian ini? Dia berpendapat bahwa keanggunan teoritis dan
teori-teori yang mendukung penjelasan mendalam dengan asumsi tereduksi sedikit,
dan geometri Euclid telah lama menyediakan model untuk bagaimana menyajikan obyek
pengetahuan sebagai jaringan proposisi yang mengikuti dari aksioma dasar
beberapa, dan untuk beberapa alasan, dasar pertanyaan memainkan peran penting
dalam logika abad kesembilan belas dan matematika. Pietroski mengambil karya
Boole dan lain-lain untuk menunjukkan bahwa kemajuan dalam hal ini adalah
mungkin sehubungan dengan kesimpulan logika yang melibatkan variabel
proposisional; namun silogisme tetap tidak dapat disatukan dan tidak lengkap,
yang berhubungan dengan alasan lain dari gagalnya logika tradisional / tata
bahasa.
Dalam pengembangan matematika
modern, notasi Frege dirancang pertama yang cocok untuk membangun matematika
formal. Notasi yang lebih presisi memungkinkan Russell untuk menemukan kelemahan
dalam penalaran yang mereka dukung, yang dikenal sebagai paradoks Russell. Hal
ini pada gilirannya mendorong perkembangan lebih lanjut dalam pemahaman kita
tentang teori formal, khususnya, mereka menghasilkan axiomatization teori himpunan
yang didukung oleh intuisi semantik yang merupakan iteratif konsepsi yang
ditetapkan. Hal utama dari metode analisis logis formal adalah penggunaan model
matematika untuk menjabarkan arti dari konsep yang dipertimbangkan; ini membawa
unsur semantik ke latar depan dan mendorong pengakuan bahwa ketika kita ingin
menggunakan bahasa secara tepat kita harus memilih arti yang tepat pula, dengan
menganggap bahwa makna yang tepat yang bisa didapatkan dari preseden, dapat
dilakukan.
Pada sisi lain, Kemerling, G.,
2002, menyatakan bahwa William Hamilton menyarankan bahwa kuantifikasi predikat
terkandung dalam proposisi kategoris tradisional mungkin mengizinkan
interpretasi aljabar yang isinya merupakan pernyataan eksplisit dari identitas;
pandangan ini didorong Augustus De Morgan yang mengusulkan ekspresi simbolis
dari kopula sebagai hubungan logis
murni, yang resmi mendapatkan fitur dalam konteks yang berbeda banyak. Dia
mencatat bahwa Teorema De Morgan sama baiknya untuk himpunan irisan, himpunan
gabungan, dan dalam logika dan disjungsi, De Morgan juga menjelajahi gagasan
Laplace probabilitas sebagai derajat keyakinan rasional yang bisa jatuh antara
kepastian sempurna dari kebenaran atau kepalsuan. Selanjutnya, Kemerling menjelaskan
bahwa George Boole menyelesaikan transformasi ini dengan secara eksplisit dan menafsirkan
logika kategoris dengan referensi himpunan dari hal-hal dimana logis / himpunan-teoritis
/ matematika relasi terus di antara kelas tersebut dapat dinyatakan setidaknya
juga dalam "aljabar Boolean". Kemerling mencatat bahwa Leonhard
Euler, dan John Venn menunjukkan, hubungan ini dapat direpresentasikan dalam
diagram topografi, model fitur validitas yang formal;dan semua perkembangan ini
mendorong para filsuf untuk memeriksa isomorfisma logika dan matematika lebih
dekat.
Ia menjelaskan bahwa logika
tradisional adalah istilah yang longgar untuk tradisi logis yang berasal dari
Aristoteles dan banyak berubah sampai munculnya logika predikat modern di akhir
abad kesembilan belas, dan asumsi mendasar dalam logika tradisional adalah
bahwa proposisi terdiri dari dua istilah dan bahwa proses penalaran pada
gilirannya dibangun dari proposisi; istilah adalah bagian dari mewakili
sesuatu, tetapi yang tidak benar atau salah dalam dirinya sendiri; proposisi
terdiri dari dua istilah, di mana satu istilah ditegaskan dan yang lainnya kebenaran
atau kepalsuan; silogisme adalah kesimpulan yang salah satu proposisi berikut
kebutuhan dari dua orang lain. Dalam logika , "proposisi" hanyalah
sebuah bentuk bahasa: jenis kalimat tertentu, dalam subjek dan predikat
digabungkan, sehingga untuk menyatakan sesuatu benar atau salah, itu bukan
pikiran, atau entitas yang abstrak atau apapun; kata "propositio"
berasal dari bahasa Latin, yang berarti premis pertama dari silogisme.
Aristoteles menggunakan premis kata (protasis) sebagai kalimat yang menegaskan
atau menyangkal satu hal lain sehingga premis juga merupakan bentuk kata-kata.
Namun, dalam logika filsafat modern, sekarang berarti apa yang ditegaskan
sebagai hasil dari mengucapkan kalimat, dan dianggap sebagai sesuatu yang aneh
mental atau disengaja. Kualitas proposisi adalah apakah itu positif atau
negatif. Dengan demikian "setiap orang adalah fana" adalah ya, karena
"fana" ditegaskan dari "manusia"; "Tidak ada pria
abadi" adalah negatif, karena "abadi ditolak dari" manusia
", sedangkan, kuantitas proposisi adalah apakah itu universal atau
tertentu.
Logika Aristoteles, juga
dikenal sebagai silogisme, adalah jenis tertentu dari logika yang dibuat oleh
Aristoteles, terutama dalam karya-karyanya Sebelum Analytics dan De
Interpretatione, tetapi kemudian dikembangkan menjadi apa yang dikenal sebagai
logika tradisional atau Logika Jangka. Aristoteles membuat 4 macam kalimat terukur,
masing-masing yang mengandung subjek dan predikat: afirmatif yang universal
yaitu S setiap P; yaitu negatif yang universal tidak S adalah P; yaitu
afirmatif tertentu beberapa S adalah P, dan negatif tertentu tidak setiap S
adalah P. Ada berbagai cara untuk menggabungkan kalimat tersebut ke dalam
silogisme, keduanya valid dan tidak valid; di zaman abad pertengahan, logika
Aristotelian diklasifikasikan setiap kemungkinan dan memberi mereka nama.
Aristoteles juga mengakui bahwa setiap jenis memiliki kalimat, misalnya, kebenaran
universal yang memerlukan sebuah afirmatif kebenaran afirmatif tertentu yang
sesuai, serta kesalahan negatif yang sesuai negatif dan tertentu universal.
Moschovakis, J., 2002,
bersikeras bahwa logika intuitionistic meliputi prinsip-prinsip penalaran logis
yang digunakan oleh LEJ Brouwer dalam mengembangkan matematika intuitionistic nya,
secara filosofis, intuitionism berbeda dari logicism dengan memperlakukan
logika sebagai bagian dari matematika bukan sebagai dasar dari matematika ;
dari finitism dengan memungkinkan penalaran tentang koleksi tak terbatas, dan
dari Platonisme dengan melihat objek matematika sebagai konstruksi mental yang
tanpa keberadaan yang ideal independen. Moschovakis menyatakan bahwa program
formalis Hilbert, untuk membenarkan matematika klasik dengan mengurangi ke
sistem formal yang konsistensi harus ditetapkan dengan cara finitistic, adalah
saingan kontemporer paling ampuh untuk intuitionism Brouwer 's berkembang. Pada
tahun 1912 Intuitionism dan Formalisme Brouwer dengan tepat memprediksikan
bahwa setiap upaya untuk membuktikan konsistensi induksi lengkap tentang
bilangan alam akan mengakibatkan lingkaran setan.
Banyak filsuf telah mengambil
matematika menjadi paradigma pengetahuan, dan penalaran yang digunakan dalam
mengikuti bukti matematika sering dianggap sebagai lambang pemikiran rasional,
namun matematika juga merupakan sumber yang kaya masalah filosofis yang menjadi
pusat epistemologi dan metafisika sejak awal filsafat Barat; di antara yang
paling penting adalah sebagai berikut: bilangan nol dan entitas matematika
lainnya ada secara independen dari kognisi manusia; Jika tidak maka bagaimana
kita menjelaskan penerapan matematika yang luar biasa bagi ilmu pengetahuan dan
urusan praktis?? Jika demikian maka apa hal yang mereka dan bagaimana kita bisa
tahu tentang mereka;? Dan Apa hubungan antara matematika dan logika? (.
Filsafat Matematika, http://Googlesearch) Pertanyaan pertama adalah pertanyaan
metafisik dengan kedekatan dekat dengan pertanyaan tentang keberadaan entitas lain
seperti universal, sifat dan nilai-nilai, sesuai dengan banyak filsuf, jika
entitas tersebut ada maka mereka sehingga di luar ruang dan waktu, dan mereka
tidak memiliki kekuatan kausal, mereka sering disebut abstrak dibandingkan
dengan entitas beton.
Jika kita menerima keberadaan
objek matematika abstrak maka epistemologi yang memadai matematika harus
menjelaskan bagaimana kita bisa tahu tentang mereka, tentu saja, bukti
tampaknya menjadi sumber utama pembenaran bagi proposisi matematika tetapi
bukti bergantung pada aksioma dan pertanyaan tentang bagaimana kita bisa tahu
kebenaran dari aksioma tetap. Hal ini biasanya berpikir bahwa kebenaran
matematika adalah kebenaran yang diperlukan, bagaimana kemudian apakah mungkin
bagi terbatas, makhluk fisik yang mendiami dunia yang kontingen memiliki
pengetahuan tentang kebenaran tersebut? Dua pandangan yang luas secara baik
yaitu mungkin kebenaran matematika dikenal dengan alasan, atau mereka dikenal
oleh inferensi dari pengalaman sensorik. Pandangan rasionalis mantan diadopsi
oleh Descartes dan Leibniz yang juga berpikir bahwa konsep-konsep matematika
adalah bawaan, sedangkan Locke dan Hume himpunanuju bahwa kebenaran matematika
dikenal oleh akal tapi mereka pikir semua konsep-konsep matematika yang
diperoleh abstraksi dari pengalaman; dan Mill adalah seorang empiris lengkap
tentang matematika dan memegang kedua bahwa konsep-konsep matematika berasal
dari pengalaman dan juga bahwa kebenaran matematika adalah benar-benar
generalisasi induktif dari pengalaman. Sementara itu, penemuan pada pertengahan
abad kesembilan belas non-Euclidean geometri berarti bahwa filsuf dipaksa untuk
menilai kembali status geometri Euclidean yang sebelumnya telah dianggap
sebagai contoh Shinning pengetahuan tertentu di dunia, banyak mengambil
keberadaan non konsisten -Euclidean geometri menjadi penentangan secara
langsung dari kedua Mill dan filsafat Kant tentang matematika. Pada akhir abad
kesembilan belas penyanyi telah ditemukan berbagai paradoks dalam teori kelas
dan ada sesuatu krisis dalam dasar matematika.
Pada awal abad kedua puluh kita
melihat kemajuan besar dalam matematika dan juga dalam logika matematika dan
dasar matematika dan sebagian besar isu-isu fundamental dalam filsafat
matematika dapat diakses oleh siapa saja yang akrab dengan geometri dan
aritmatika dan yang telah memiliki pengalaman mengikuti matematika bukti.
Namun, beberapa perkembangan filosofis paling penting dari abad kedua puluh itu
dipicu oleh perkembangan yang mendalam yang terjadi dalam matematika dan
logika, dan apresiasi yang tepat dari masalah ini hanya tersedia bagi seseorang
yang memiliki pemahaman tentang teori himpunan dasar dan menengah logika. Untuk
membahas falsafah matematika pada tingkat lanjutan yang benar-benar harus
memeriksa gagasan yang mencakup bukti dari teorema ketidaklengkapan Gödel 's
serta membaca tentang berbagai topik dalam filsafat matematika. Nikulin, D.,
2004, menjelaskan bahwa para ilmuwan kuno dan filsuf yang mengikuti program
Platonis-Pythagoras, dirasakan bahwa matematika dan metode yang dapat digunakan
untuk menggambarkan alam. Menurut Plato, matematika dapat memberikan
pengetahuan tentang engsel yang tidak bisa sebaliknya dan karena itu tidak ada
hubungannya dengan hal-hal fisik pernah lancar, tentang yang hanya ada pendapat
yang mungkin benar. Nikulin menyatakan bahwa Platonis hati-hati membedakan
antara aritmetika dan geometri dalam matematika itu sendiri, sebuah
rekonstruksi teori Plotinus 'dari nomor, yang mencakup pembagian Plato an dari
angka ke substansial dan kuantitatif, menunjukkan bahwa angka yang terstruktur
dan dipahami bertentangan dengan entitas geometris. Secara khusus, angka ini
dibentuk sebagai kesatuan sintetis terpisahkan, unit diskrit, sedangkan objek
geometris yang terus menerus dan tidak terdiri dari bagian tak terpisahkan.
Nikulin, D., 2004, menemukan bahwa Platonis dianggap bahwa obyek matematika dianggap entitas intermediate antara hal-hal fisik (obyek) dan niskala, hanya masuk akal, entitas (pengertian). Menurut dia, dalam tradisi Platonis, kecerdasan, dilihat dari kategori kehidupan, mampu hamil prinsip pertama; ditafsirkan sebagai dan aktualitas murni, intelek selanjutnya disajikan melalui perbedaan antara pikiran sebagai berpikir dan berpikir sebagai masuk akal , sebagai objek pemikiran yang ada dalam komunikasi terganggu; pada pemikiran, bertentangan diskursif, pada dasarnya terlibat dalam argumentasi matematis dan logis, tidak lengkap dan hanya parsial. terus menerus dan tidak terdiri dari bagian tak terpisahkan. Nikulin menunjukkan bahwa untuk Platonis alasan diskursif melakukan kegiatannya di sejumlah langkah berurutan dilakukan, karena, tidak seperti intelek, tidak mampu mewakili obyek pemikiran secara keseluruhan dan kompleksitas yang unik dan dengan demikian harus memahami bagian objek dengan sebagian, dalam urutan tertentu. Sementara, Folkerts, M., 2004, menunjukkan bahwa Platonis percaya bahwa realitas abstrak adalah kenyataan. Dengan demikian, mereka tidak memiliki masalah dengan kebenaran karena objek di bagian ideal matematika memiliki sifat. Sebaliknya Platonis memiliki masalah epistemologis - seseorang dapat memiliki pengetahuan tentang objek di bagian ideal matematika, mereka tidak dapat menimpa pada indera kita dengan cara apapun.
Ini mungkin bahwa selama
bagian tengah abad ini ada didirikan untuk sementara waktu penasaran stand-off;
saat ini baik logicism dan Formalisme ditahan telah gagal, hasil
ketidaklengkapan Gödel 's telah ikut berperan dalam kedua kasus, tapi
intuitionism tetap utuh , maka secara filosofis intuitionism menjadi hal utama.
Hebat matematika di sisi lain, sepanjang mereka menganggap hal ini, mungkin
tetap fomalist atau logicist dalam kecenderungan, dalam paruh kedua tekanan
pada abad ini paradigma klasik telah berkembang dari beberapa sumber. Untuk
perbedaan pendapat para filsuf telah ditambahkan perbedaan pendapat dari ahli
matematika yang telah menemukan kesalahan dengan teori himpunan klasik sebagai
sebuah yayasan, atau yang meragukan perlunya memiliki dasar sama sekali; ilmu
komputer semakin teoritis telah memasuki arena ini, dan telah cenderung
pengaruh radikal. (-----, 1997, Kategori Teori dan Dasar-dasar Matematika RBJ,
http://www.rbjones.com/rbjpub/rbj.htm)
Istilah "dasar atau landasan matematika" kadang-kadang digunakan untuk bidang tertentu dari matematika itu sendiri, yaitu untuk logika matematika, teori himpunan aksiomatik, teori bukti dan teori model; pencarian dasar matematika Adalah juga pertanyaan sentral dari filosofi matematika: atas dasar apa dapat laporan utama matematika disebut "benar"? Paradigma matematika saat ini dominan didasarkan pada teori himpunan aksiomatik dan logika formal; semua teorema matematika hari ini dapat dirumuskan sebagai teorema teori disusun; kebenaran pernyataan matematika, dalam pandangan ini, kemudian apa-apa kecuali klaim bahwa pernyataan itu dapat berasal dari aksioma teori himpunan menggunakan aturan logika formal. Namun, pendekatan formalistik tidak menjelaskan beberapa isu seperti mengapa kita harus menggunakan aksioma yang kita lakukan dan bukan orang lain, mengapa kita harus menggunakan aturan logika yang kita lakukan dan bukan lainnya, mengapa "benar" pernyataan matematika tampaknya benar dalam dunia fisik; dimana Wigner disebut ini sebagai efektivitas yang tidak masuk akal matematika dalam ilmu fisika. -----, 1997, Dasar-dasar matematika Wikipedia, ensiklopedia bebas. http://en.wikipedia.org/wiki/GNU_FDL.
Kita mungkin mempertanyakan apakah mungkin bahwa semua pernyataan matematika, bahkan kontradiksi, dapat diturunkan dari aksioma-aksioma teori mengatur, apalagi, sebagai konsekuensi dari teorema ketidaklengkapan Gödel kedua, kita tidak pernah bisa yakin bahwa ini tidak terjadi. Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa dalam realisme matematika, kadang-kadang disebut Platonisme, keberadaan dunia objek matematika independen dari manusia ini mendalilkan; kebenaran tentang obyek ditemukan oleh manusia, dalam pandangan ini, hukum alam dan hukum-hukum matematika memiliki status yang sama, dan "efektivitas" berhenti menjadi "masuk akal" dan tidak aksioma kita, tetapi dunia yang sangat nyata dari objek matematika membentuk yayasan. Ia menjelaskan bahwa pertanyaan yang jelas, kemudian, adalah: bagaimana kita mengakses dunia ini, beberapa teori modern dalam filsafat matematika menyangkal keberadaan yayasan dalam arti asli; beberapa teori cenderung berfokus pada praktek matematika, dan bertujuan untuk? menggambarkan dan menganalisis kerja aktual yang hebat matematika sebagai kelompok sosial, sedangkan, yang lain mencoba untuk menciptakan ilmu pengetahuan kognitif matematika, dengan fokus pada kognisi manusia sebagai asal dari keandalan matematika ketika diterapkan pada 'dunia nyata', dan karena itu, ini teori akan mengusulkan untuk menemukan dasar hanya dalam pemikiran manusia, tidak dalam 'tujuan' di luar konstruk. Singkatnya, masalah ini masih kontroversial. (-----, 1997, Dasar-dasar matematika Wikipedia, ensiklopedia bebas. Http://en.wikipedia.org/wiki/GNU_FDL)
Podnieks, K, 1992, berpendapat apakah matematika hanya sebuah ilmu pengetahuan abstrak dengan definisi yang ketat yang hanya masalah pembuktian dan kejam, atau tentang dunia fisik tapi kita harus belajar bagaimana menggunakan teori yang tepat tentang apa yang kita rasakan di yang kita perlu teori intuisi untuk memungkinkan kita untuk menjaga bagian infinitary matematika. Ia menunjukkan bahwa dalam matematika, ini, diakui bahwa masalah timbul karena kejelasan un-yang hebat matematika memiliki sekitar hubungan antara metode geometris dan metode numerik; metode geometris yang memungkinkan sangat kecil terlalu tidak tepat dan ini menyebabkan pengenalan aritmatika teknik untuk mempelajari analisis sangat kecil untuk memberikan kekakuan yang kembali ke ide-ide Pythagoras. Sementara Kalderon, ME, 2004, menyatakan bahwa untuk mengembalikan "standar Euclidean lama kekakuan" dengan memberikan bukti jelas klaim aritmatika yang memenuhi dua kondisi bahwa asumsi himpunaniap eksplisit dinyatakan, dan himpunaniap transisi inferensial adalah sesuai dengan aturan mengakui . Dia mengatakan bahwa dorongan baru dari kekakuan dalam geometri dan analisis yang telah menuai berbuah dengan mengungkapkan "batas berlaku" theorems penting, dengan membuat eksplisit prinsip-prinsip dapat disimpulkan bahwa secara implisit memandu penilaian kita kita dapat sampai pada metode umum pembentukan konsep yang dapat membantu kita untuk memecahkan pertanyaan matematika terbuka. Kalderon mengklaim bahwa dengan mengurangi jumlah penilaian yang diterima tanpa bukti kita mencapai ekonomi teoritis yang berharga, bahkan jika kebenaran adalah jelas masih merupakan muka matematis untuk membuktikannya.
Istilah "dasar atau landasan matematika" kadang-kadang digunakan untuk bidang tertentu dari matematika itu sendiri, yaitu untuk logika matematika, teori himpunan aksiomatik, teori bukti dan teori model; pencarian dasar matematika Adalah juga pertanyaan sentral dari filosofi matematika: atas dasar apa dapat laporan utama matematika disebut "benar"? Paradigma matematika saat ini dominan didasarkan pada teori himpunan aksiomatik dan logika formal; semua teorema matematika hari ini dapat dirumuskan sebagai teorema teori disusun; kebenaran pernyataan matematika, dalam pandangan ini, kemudian apa-apa kecuali klaim bahwa pernyataan itu dapat berasal dari aksioma teori himpunan menggunakan aturan logika formal. Namun, pendekatan formalistik tidak menjelaskan beberapa isu seperti mengapa kita harus menggunakan aksioma yang kita lakukan dan bukan orang lain, mengapa kita harus menggunakan aturan logika yang kita lakukan dan bukan lainnya, mengapa "benar" pernyataan matematika tampaknya benar dalam dunia fisik; dimana Wigner disebut ini sebagai efektivitas yang tidak masuk akal matematika dalam ilmu fisika. -----, 1997, Dasar-dasar matematika Wikipedia, ensiklopedia bebas. http://en.wikipedia.org/wiki/GNU_FDL.
Kita mungkin mempertanyakan apakah mungkin bahwa semua pernyataan matematika, bahkan kontradiksi, dapat diturunkan dari aksioma-aksioma teori mengatur, apalagi, sebagai konsekuensi dari teorema ketidaklengkapan Gödel kedua, kita tidak pernah bisa yakin bahwa ini tidak terjadi. Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa dalam realisme matematika, kadang-kadang disebut Platonisme, keberadaan dunia objek matematika independen dari manusia ini mendalilkan; kebenaran tentang obyek ditemukan oleh manusia, dalam pandangan ini, hukum alam dan hukum-hukum matematika memiliki status yang sama, dan "efektivitas" berhenti menjadi "masuk akal" dan tidak aksioma kita, tetapi dunia yang sangat nyata dari objek matematika membentuk yayasan. Ia menjelaskan bahwa pertanyaan yang jelas, kemudian, adalah: bagaimana kita mengakses dunia ini, beberapa teori modern dalam filsafat matematika menyangkal keberadaan yayasan dalam arti asli; beberapa teori cenderung berfokus pada praktek matematika, dan bertujuan untuk? menggambarkan dan menganalisis kerja aktual yang hebat matematika sebagai kelompok sosial, sedangkan, yang lain mencoba untuk menciptakan ilmu pengetahuan kognitif matematika, dengan fokus pada kognisi manusia sebagai asal dari keandalan matematika ketika diterapkan pada 'dunia nyata', dan karena itu, ini teori akan mengusulkan untuk menemukan dasar hanya dalam pemikiran manusia, tidak dalam 'tujuan' di luar konstruk. Singkatnya, masalah ini masih kontroversial. (-----, 1997, Dasar-dasar matematika Wikipedia, ensiklopedia bebas. Http://en.wikipedia.org/wiki/GNU_FDL)
Podnieks, K, 1992, berpendapat apakah matematika hanya sebuah ilmu pengetahuan abstrak dengan definisi yang ketat yang hanya masalah pembuktian dan kejam, atau tentang dunia fisik tapi kita harus belajar bagaimana menggunakan teori yang tepat tentang apa yang kita rasakan di yang kita perlu teori intuisi untuk memungkinkan kita untuk menjaga bagian infinitary matematika. Ia menunjukkan bahwa dalam matematika, ini, diakui bahwa masalah timbul karena kejelasan un-yang hebat matematika memiliki sekitar hubungan antara metode geometris dan metode numerik; metode geometris yang memungkinkan sangat kecil terlalu tidak tepat dan ini menyebabkan pengenalan aritmatika teknik untuk mempelajari analisis sangat kecil untuk memberikan kekakuan yang kembali ke ide-ide Pythagoras. Sementara Kalderon, ME, 2004, menyatakan bahwa untuk mengembalikan "standar Euclidean lama kekakuan" dengan memberikan bukti jelas klaim aritmatika yang memenuhi dua kondisi bahwa asumsi himpunaniap eksplisit dinyatakan, dan himpunaniap transisi inferensial adalah sesuai dengan aturan mengakui . Dia mengatakan bahwa dorongan baru dari kekakuan dalam geometri dan analisis yang telah menuai berbuah dengan mengungkapkan "batas berlaku" theorems penting, dengan membuat eksplisit prinsip-prinsip dapat disimpulkan bahwa secara implisit memandu penilaian kita kita dapat sampai pada metode umum pembentukan konsep yang dapat membantu kita untuk memecahkan pertanyaan matematika terbuka. Kalderon mengklaim bahwa dengan mengurangi jumlah penilaian yang diterima tanpa bukti kita mencapai ekonomi teoritis yang berharga, bahkan jika kebenaran adalah jelas masih merupakan muka matematis untuk membuktikannya.
Kalderon, ME, 2004, berpendapat
apakah titik proyek Frege untuk membuktikan yang sudah jelas atau tidak, apa
adalah status epistemologis kebenaran matematika;? Mereka analitik apriori,
sintetik apriori, atau sintetik aposteriori;? Dan bagaimana adalah angka yang
diberikan kepada kami; bagaimana media Kant sensibilitas dan menengah Frege
nalar? Menurut dia, keputusan matematika adalah analitik hanya dalam kasus
konsep subjek berisi konsep predikat, dan penilaian matematika adalah analitik
hanya dalam kasus penolakan adalah kontradiksi-diri. Menurut Kalderon, Kant
menganggap konsep sebagai melibatkan check list fitur, konsep empiris adalah
konsep macam hal encounterable dalam pengalaman mana untuk menjadi jenis yang
relevan dari hal adalah memiliki fitur secara empiris dapat diamati, F1, F2,
..., Fn, yang secara logis independen, karena itu, penghakiman adalah analitik
hanya dalam kasus daftar fitur yang berhubungan dengan konsep predikat adalah
bagian dari daftar fitur yang berhubungan dengan konsep subjek. Kalderon
mencatat bahwa Kant menulis seolah-olah konsep selalu konsep khusus
encounterable; ia tidak membuat tunjangan untuk konsep relasional atau untuk
konsep hal yang tidak teramati dan fitur pada daftar tersebut yang seharusnya
secara logis independen, tetapi tidak semua konsep empiris sesuai pola ini dan
tidak semua konsep memiliki daftar fitur.
Kant, 1787, berpendapat bahwa matematika adalah produk murni alasan, dan terlebih lagi adalah benar-benar kimis, ia menemukan bahwa semua kognisi matematika memiliki keganjilan ini dan pertama kali harus menunjukkan konsep dalam intuisi visual dan memang apriori, oleh karena itu dalam intuisi yang tidak empiris, tetapi murni; tanpa ini, matematika tidak dapat mengambil satu langkah, oleh karena keputusan-keputusannya selalu visual, yaitu, intuitif;. sedangkan filsafat harus puas dengan penilaian diskursif dari konsep-konsep belaka, dan meskipun mungkin menggambarkan doktrin-doktrinnya melalui sosok visual, tidak pernah dapat memperoleh mereka dari itu. Di sisi lain, Kant mengklaim bahwa intuisi empiris memungkinkan kita tanpa kesulitan untuk memperbesar konsep yang kita bingkai dari suatu obyek dari intuisi, dengan predikat baru, yang intuisi itu sendiri menyajikan secara sintetis dalam pengalaman, sedangkan intuisi murni melakukannya juga, hanya dengan perbedaan ini , bahwa dalam kasus terakhir penghakiman kimis adalah apriori tertentu dan apodeictical, dalam, mantan hanya posteriori dan empiris tertentu; karena yang terakhir ini hanya berisi apa yang terjadi pada intuisi empiris kontingen, tetapi yang pertama, yang tentu harus ditemukan dalam intuisi murni. Menurut Kant, karena intuisi adalah suatu representasi sebagai segera tergantung pada keberadaan objek, tampaknya tidak mungkin untuk intuisi dari awal apriori, karena intuisi akan dalam acara yang berlangsung tanpa baik mantan atau benda hadir untuk merujuk untuk, dan oleh konsekuensi tidak bisa intuisi.
Selanjutnya, Kant, 1787, berpendapat bahwa intuisi matematika murni yang meletakkan pada dasar dari semua kognisi dan penilaian yang muncul sekaligus apodiktis dan diperlukan adalah Ruang dan Waktu, karena matematika harus terlebih dahulu memiliki semua konsep dalam intuisi, dan matematika murni intuisi murni, maka, matematika harus membangun mereka. Menurut Kant, Geometri didasarkan pada intuisi murni ruang, dan, aritmatika menyelesaikan konsep angka dengan penambahan berurutan dari unit dalam waktu; dan mekanik murni terutama tidak dapat mencapai konsep gerak tanpa menggunakan representasi waktu. Kant menyimpulkan bahwa matematika murni, sebagai kognisi kimis apriori, hanya mungkin dengan mengacu ada benda selain yang indra, di mana, di dasar intuisi empiris mereka terletak sebuah intuisi murni (ruang dan waktu) yang apriori. Kant menggambarkan bahwa dalam prosedur biasa dan perlu geometers, semua bukti kesesuaian lengkap dari dua angka yang diberikan akhirnya datang ini bahwa mereka mungkin dibuat bertepatan; yang ternyata tidak lain proposisi kimis beristirahat pada intuisi langsung, dan intuisi ini harus murni, atau diberikan secara apriori, jika proposisi tidak dapat peringkat sebagai apodictically tertentu, tetapi akan memiliki kepastian empiris saja. Kant selanjutnya menyimpulkan bahwa dasar matematika sebenarnya intuisi murni, sedangkan deduksi transendental tentang konsep-konsep ruang dan waktu menjelaskan, pada saat yang sama, kemungkinan matematika murni.
Kant, 1787, menyatakan bahwa penilaian Matematika semua kimis dan ia berpendapat bahwa fakta ini tampaknya sampai sekarang telah sama sekali lolos dari pengamatan mereka yang telah dianalisis akal manusia; bahkan tampaknya langsung menentang semua dugaan mereka, meskipun tak diragukan tertentu, dan yang paling penting dalam konsekuensinya. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa untuk saat ditemukan bahwa kesimpulan yang hebat matematika semua berjalan sesuai hukum kontradiksi seperti yang dituntut oleh semua kepastian apodiktis, pria meyakinkan dirinya sendiri bahwa prinsip-prinsip dasar yang dikenal dari hukum yang sama. "Ini adalah kesalahan besar", katanya. Dia kemudian menyampaikan alasan bahwa untuk proposisi sintetis memang bisa dipahami menurut hukum kontradiksi, tetapi hanya dengan mengandaikan lain proposisi sintetis dari yang berikut, tetapi tidak pernah dalam dirinya sendiri. Kant mengemukakan bahwa semua prinsip-prinsip geometri tidak kurang analitis, ia mengklaim bahwa atribut sesak karena itu sama sekali tambahan, dan tidak dapat diperoleh oleh himpunaniap analisis konsep, dan visualisasi yang harus datang untuk membantu kita, dan oleh karena itu saja membuat sintesis mungkin. Kant berusaha untuk menunjukkan bahwa dalam kasus proposisi identik, sebagai metode Rangkaian, dan bukan sebagai prinsip, e. g., a = a, keseluruhan adalah sama dengan dirinya, atau a + b> a, keseluruhan lebih besar dari bagiannya dan menyatakan bahwa meskipun mereka diakui sebagai sah dari konsep-konsep belaka, mereka hanya diperkenankan dalam matematika, karena mereka dapat direpresentasikan dalam bentuk visual.
Kalderon, ME, 2004, terpapar
bahwa penilaian analitik adalah mereka yang menyangkal adalah kontradiksi-diri,
dan karakterisasi ini adalah hanya sebagai baik sebagai logika dasar, tetapi
Kant masih menerima logika lama yang diwarisi dari Aristoteles. Selanjutnya,
Kalderon mengklaim bahwa karakterisasi penahanan konseptual hanya berlaku untuk
penilaian afirmatif universal, yaitu, penilaian dari bentuk "Semua
Sebagaimana B.", Dan karakterisasi logis memiliki jangkauan yang lebih
luas penerapannya karena tidak terbatas pada afirmatif yang universal penilaian.
Kalderon berpendapat bahwa reconstrual Frege dari gagasan Kant tentang
analyticity sekaligus menyelesaikan kesulitan dan menyatukan karakterisasi yang
berbeda; kebenaran adalah analitik hanya dalam kasus itu bisa diubah menjadi
sebuah kebenaran logis oleh substitusi sinonim untuk sinonim, sementara
kebenaran logis adalah kebenaran yang dapat dibuktikan dari logika saja.
Kalderon mengklaim bahwa penolakan sebuah kebenaran logis adalah
kontradiksi-diri, sehingga karakterisasi Frege adalah himpunania dengan semangat
karakterisasi logis; bahwa kebenaran logis tiba di melalui substitusi sinonim
untuk sinonim explicates metafora Kant penahanan konseptual. Kalderon lebih
lanjut menegaskan bahwa sedangkan Kant mengklaim bahwa penilaian analitik tidak
bisa memperpanjang klaim Frege pengetahuan yang mereka bisa; menurut Frege,
perbedaan ini disebabkan konsepsi miskin Kant tentang pembentukan konsep
diberikan kehimpunaniaan kepada logika lama.
Kalderon, ME, 2004, bersikeras
bahwa konsep-konsep baru yang didapat dengan operasi persimpangan dan inklusi,
dan diberikan logika tua, membentuk konsep baru selalu masalah pemanfaatan
batas-batas wilayah yang ditetapkan oleh konsep antecedently diberikan; dan
Frege mempertahankan bahwa, mengingat logika barunya, ada kemungkinan menggambar
batas-batas baru. Namun, mendefinisikan konsep-konsep baru dengan cara ini
lisensi kita untuk menarik kesimpulan bahwa kami tidak berlisensi untuk menarik
sebelumnya, sehingga memperluas pengetahuan kita. Kalderon menyatakan bahwa S
kebenaran apriori hanya jika terdapat bukti dari S yang tidak bergantung pada
fakta-fakta dasar tentang objek tertentu, yaitu, kalau-kalau terdapat himpunanidaknya
satu bukti S yang hanya melibatkan kebenaran umum sebagai tempat. Menurut
Kalderon, Frege tampaknya telah memberikan karakterisasi logis dari apa yang
sebelumnya telah ditafsirkan sebagai gagasan epistemologis; Frege dirasakan
bahwa pengetahuan aposteriori tergantung pada pengalaman untuk pembenaran, dan
itu hanya informatif jika pengalaman dapat ditentukan secara independen dari
peran normatif . Kalderon mengklaim bahwa dasar matematika adalah terutama
karya matematika meskipun karakter informal. Dia mencatat bahwa Frege hanya
menjawab pertanyaan filosofis konfigurasi ulang oleh mereka untuk memiliki jawaban
matematika, dan motivasi matematika Frege yang tidak asli menurut standar akhir
matematika abad ke-19 dan mungkin kebenaran adalah suatu tempat di antara.
Kalderon, ME, 2004, menyatakan
bahwa aritmetika adalah analitik apriori; menjadi analitik, kebenaran aritmatika
harus ditransformasikan ke dalam kebenaran logis oleh substitusi sinonim untuk
sinonim, dan untuk bersikap apriori, kebenaran aritmatika harus memiliki himpunanidaknya
satu bukti dari tempat murni umum. Kalderon menyatakan bahwa Frege harus
melaksanakan proyek matematika untuk menentukan apa aritmatika sejauh dapat
dibuktikan dari logika dan definisi saja. Di sisi lain, dalam kaitannya dengan
motivasi matematika, Kalderon bersikeras bahwa menemukan bukti mana bukti
tersedia selalu kemajuan matematika bahkan jika batas-batas keabsahan teorema
benar-benar jelas dan teorema secara universal dianggap sebagai jelas. Menurut
Kalderon, dalam mengungkap dependensi logis antara pemikiran ilmu hitung, satu
secara eksplisit mengartikulasikan konten mereka sehingga memperjelas materi
pelajaran aritmatika; untuk dibenarkan dalam pendapat matematika seseorang
adalah untuk membawa mereka sejalan dengan urutan ketergantungan objektivitas
antara pemikiran ilmu hitung diungkapkan oleh bukti matematis, karena itu, menemukan
bukti mana bukti yang tersedia adalah kemajuan matematika sejauh pembenaran
pendapat matematika tergantung di atasnya, yang pertama tergantung pada klaim
filosofis tentang konten, yang kedua tergantung pada klaim filosofis tentang
pembenaran. Selanjutnya, Kalderon, ME, 2004, berpendapat bahwa kasus Frege
untuk klaim bahwa aritmatika adalah analitik apriori memiliki tiga komponen
yang merupakan argumen positif tunggal, sanggahan alternatif yang masih ada,
yakni argumen terhadap Kant, dan definisi dan sketsa bukti Frege kasus di mana
hanya akan selesai ketika definisi dan sketsa bukti secara formal dilaksanakan
dalam bahasa Begriffsschrift. Menurut Frege, kebenaran aritmatika mengatur
semua yang dpt dihitung, ini adalah domain terluas dari semua, karena untuk itu
milik tidak hanya yang sebenarnya, tidak hanya intuitable, tapi masuk akal
semuanya.
Brouwer kemudian mengembangkan
teori himpunan dan teori pengukuran serta teori fungsi, tanpa menggunakan
prinsip dikecualikan tengah, ia adalah yang pertama untuk membangun sebuah
teori matematika menggunakan logika selain yang biasanya diterima.
(Http://home.mira.net/ ~ andy / karya / value.htm). Jadi, dia dikenal sebagai
intuinists yang mengusulkan falsafah matematika tanpa dasar, sedangkan Kant
sort untuk aritmatika dasar dalam pengalaman waktu dan geometri dalam
pengalaman ruang, Brouwer mencoba untuk memperhitungkan semua matematika dalam
hal intuisi yaitu sadar pengalaman waktu. Intuitionism bentrok dengan
matematika klasik sejauh Brouwer menyatakan bahwa tidak ada kebenaran di luar
pengalaman, dan karenanya bahwa hukum tengah dikecualikan tidak dapat
diterapkan pada semua pernyataan matematika yaitu di bagian infinitary tertentu
matematika adalah tak tentu berkaitan dengan beberapa sifat .
Bridges, D., 1997, menunjukkan
bahwa dalam filsafat Brouwer 's, matematika adalah ciptaan bebas dari pikiran
manusia, dan objek ada jika dan hanya jika dapat dibangun mental. Podnieks, K.,
1992, menunjukkan bahwa Hilbert pada tahun 1891 berhasil memproduksi terus
menerus, namun tidak satu-ke-satu, pemetaan dari suatu segmen ke persegi
panjang, dan disimpan gagasan dimensi dengan membuktikan bahwa Dedekind yang
tepat yang terus menerus satu ke-satu korespondensi antara kontinum dari
dimensionalities berbeda adalah mustahil. Podnieks, K., 1992, terkena pekerjaan
Brouwer dari rangkaian hipotesa yang disebut, di mana dengan berbagai terbatas himpunan
poin penyanyi menetapkan bahwa semua terbatas himpunan dia bisa menghasilkan,
terbagi dalam dua kategori: himpunan dpt dihitung yaitu himpunan yang bisa
dihitung dengan menggunakan bilangan asli dan himpunan yang himpunanara dengan
seluruh kontinum yaitu himpunan semua bilangan real. Menurut Podnieks, penyanyi
sendiri tidak dapat menghasilkan himpunan "kekuatan menengah", himpunan
terhitung yaitu titik yang tidak himpunanara dengan seluruh kontinum, inilah
mengapa ia menduga bahwa himpunan tersebut tidak ada dan dugaan ini dikenal
sebagai kontinum hipotesis menurut Brouwer yang himpunaniap rangkaian tak
terbatas poin baik adalah terhitung, atau himpunanara dengan seluruh kontinum.
Podnieks, K., 1992, bersikeras
bahwa intuitionism memeluk dua teori filosofis penting yaitu Ajaran Brouwer
yang benar adalah menjadi berpengalaman, apapun ada berawal pada pikiran sadar
kita. Menurut Brouwer, obyek matematika bersifat abstrak, apriori, bentuk
intuisi kita, Dia percaya bahwa pikiran hanya adalah miliknya sendiri, dan
kurang peduli dengan antar-subjektivitas dari Immanuel Kant. Brouwer menolak
klaim intuisi apriori ruang, melainkan ia berpikir matematika didasarkan
sepenuhnya pada intuisi apriori waktu. Menurut Posy, Brouwer percaya bahwa
struktur panduan waktu semua kegiatan sadar dan keberadaan non-Euclidean
geometri melarang intuisi yang satu apriori ruang. Posy menjelaskan bahwa
Brouwer harus merekonstruksi bagian-bagian tertentu dari matematika diberikan
kendala sendiri. Program positif intuitionism adalah konstruksi matematika
sebagai dibatasi oleh Teori Brouwer 's Kesadaran. Program negatif intuitionism
berpendapat bahwa matematika standar sebenarnya salah atau paling tidak
konsisten. Brouwer tidak berpendapat bahwa matematika standar tidak konsisten;
argumennya didasarkan pada idealisme epistemologis nya. Brouwer membuat sedikit
perbedaan antara Hilbert dan Platonis. Beberapa konstruksi Brouwer 's
tergantung pada asumsi bahwa jika proposisi adalah benar, kita bisa mengetahui
bahwa itu benar.
Godel, K., 1961, menyatakan
bahwa matematika, berdasarkan sifatnya sebagai sebuah ilmu apriori, selalu
telah, dalam dan dari dirinya sendiri dan, untuk alasan ini, telah lama
bertahan semangat dari waktu yang telah memerintah sejak yaitu Renaissance,
teori empiris matematika; matematika telah berkembang menjadi abstraksi yang
lebih tinggi, jauh dari kejelasan materi dan untuk semakin besar di fondasinya
misalnya, dengan memberikan landasan yang tepat dari kalkulus dan bilangan
kompleks, dan dengan demikian, jauh dari sikap skeptis. Namun, sekitar
pergantian abad, jam nya disambar antinomi teori himpunan, kontradiksi yang
diduga muncul dalam matematika, yang penting itu dibesar-besarkan oleh
scepticist dan empirisis dan yang dipekerjakan sebagai alasan untuk pergolakan
ke kiri. Godel menyatakan bahwa, himpunanelah semua, apa kepentingan matematika
adalah apa yang dapat dilakukan, dalam kebenaran, matematika menjadi ilmu
empiris, jika kita membuktikan dari aksioma sewenang-wenang mendalilkan bahwa himpunaniap
bilangan asli adalah jumlah dari empat kotak, tidak di semua mengikuti dengan
pasti bahwa kita tidak akan pernah menemukan counter-contoh untuk teorema ini,
karena aksioma kami bisa himpunanelah semua menjadi tidak konsisten, dan kita
dapat mengatakan bahwa itu berikut dengan probabilitas tertentu, karena
meskipun pemotongan banyak kontradiksi sejauh ini ditemukan. Menurut Godel,
melalui konsepsi hipotetis matematika, banyak pertanyaan yang kehilangan bentuk
apakah proposisi A terus atau tidak atau A atau ~ A.
Godel, K., 1961, berpendapat
bahwa formalisme Hilbert mewakili baik dengan semangat waktu dan hakekat
matematika di mana, di satu sisi, sesuai dengan ide-ide yang berlaku dalam
filsafat dewasa ini, kebenaran dari aksioma dari mana matematika mulai keluar
tidak dapat dibenarkan atau diakui dengan cara apapun, dan karena itu gambar
konsekuensi dari mereka memiliki makna hanya dalam pengertian hipotesis, dimana
ini gambar dari konsekuensi itu sendiri ditafsirkan sebagai permainan belaka
dengan simbol menurut aturan tertentu, juga tidak didukung oleh wawasan. Lebih
lanjut, Godel mengklaim bahwa bukti atas kebenaran suatu proposisi sebagai
representability dari himpunaniap nomor sebagai jumlah dari empat kotak harus
memberikan landasan yang aman untuk proposisi bahwa bahwa himpunaniap
ya-atau-tidak tepat dirumuskan pertanyaan dalam matematika harus memiliki jelas
-memotong jawaban yaitu satu bertujuan untuk membuktikan bahwa dari dua kalimat
A dan ~ A, tepat satu selalu dapat diturunkan. Godel mengklaim bahwa tidak
keduanya dapat diturunkan merupakan konsistensi, dan yang satu selalu bisa
benar-benar diturunkan berarti bahwa pertanyaan matematika diungkapkan oleh A
dapat tegas menjawab. Godel menyarankan bahwa jika seseorang ingin membenarkan
dua pernyataan dengan kepastian matematika, bagian tertentu dari matematika
harus diakui sebagai benar dalam arti filosofi kanan tua.
Godel, K., 1961, bersikeras
bahwa jika kita membatasi diri dengan teori bilangan asli, adalah mustahil
untuk menemukan sistem aksioma dan aturan formal di mana untuk himpunaniap
proposisi nomor-teori A, A atau ~~~V A akan selalu diturunkan, dan untuk
aksioma cukup komprehensif matematika, tidak mungkin untuk melaksanakan bukti
konsistensi hanya dengan merefleksikan kombinasi beton simbol, tanpa
memperkenalkan elemen yang lebih abstrak. Godel mengklaim bahwa kombinasi
Hilbertian materialisme dan aspek matematika klasik terbukti mustahil. Godel mempertahankan
bahwa hanya ada dua kemungkinan baik menyerah aspek kanan lama matematika atau
upaya untuk menegakkan mereka dalam kontradiksi dengan semangat zaman, ia
kemudian menyatakan bahwa:
Satu hanya menyerah aspek yang akan pemenuhan dalam hal apapun sangat diinginkan dan yang memiliki banyak untuk merekomendasikan diri mereka: yaitu, di satu sisi, untuk menjaga untuk matematika kepastian pengetahuan, dan di sisi lain, untuk menegakkan keyakinan bahwa untuk pertanyaan yang jelas yang ditimbulkan oleh alasan, alasan juga dapat menemukan jawaban yang jelas. Dan seperti yang perlu dicatat, salah satu menyerah aspek-aspek ini bukan karena hasil matematika dicapai memaksa seseorang untuk melakukannya tetapi karena itu adalah satu-satunya cara mungkin, meskipun hasil ini, untuk tetap sesuai dengan filosofi yang berlaku.
Satu hanya menyerah aspek yang akan pemenuhan dalam hal apapun sangat diinginkan dan yang memiliki banyak untuk merekomendasikan diri mereka: yaitu, di satu sisi, untuk menjaga untuk matematika kepastian pengetahuan, dan di sisi lain, untuk menegakkan keyakinan bahwa untuk pertanyaan yang jelas yang ditimbulkan oleh alasan, alasan juga dapat menemukan jawaban yang jelas. Dan seperti yang perlu dicatat, salah satu menyerah aspek-aspek ini bukan karena hasil matematika dicapai memaksa seseorang untuk melakukannya tetapi karena itu adalah satu-satunya cara mungkin, meskipun hasil ini, untuk tetap sesuai dengan filosofi yang berlaku.
Godel, K., 1961, menegaskan
bahwa kepastian matematika adalah harus diamankan tidak dengan membuktikan
sifat tertentu dengan proyeksi ke sistem bahan yaitu manipulasi simbol-simbol
fisik melainkan dengan mengembangkan atau memperdalam pengetahuan tentang
konsep-konsep abstrak sendiri yang mengarah pada pengaturan dari sistem
mekanik, dan selanjutnya dengan mencari, sesuai dengan prosedur yang sama,
untuk memperoleh wawasan solvabilitas, dan metode aktual untuk solusi, dari
semua masalah matematika yang bermakna. Namun, Godel bersikeras bahwa untuk
memperluas pengetahuan kita tentang konsep-konsep abstrak, yaitu untuk membuat
konsep-konsep diri yang tepat dan untuk mendapatkan wawasan yang komprehensif
dan aman ke dalam hubungan mendasar yang hidup di antara mereka, yaitu, ke
dalam aksioma yang terus bagi mereka, tidak oleh mencoba memberikan definisi
eksplisit untuk konsep dan bukti untuk aksioma, karena untuk satu yang jelas
perlu lainnya un-didefinisikan konsep-konsep abstrak dan aksioma induk mereka,
jika tidak orang akan memiliki apa-apa dari mana orang bisa mendefinisikan atau
membuktikan. Godel mengklaim bahwa prosedur itu harus terletak dalam
klarifikasi makna yang tidak terdiri dalam memberikan definisi, ia menyatakan
bahwa dalam pembentukan sistematis dari aksioma matematika, aksioma baru
menjadi jelas dan sama sekali tidak dikecualikan oleh hasil negatif yang tetap himpunaniap
jelas diajukan matematika ya atau ada pertanyaan dipecahkan dengan cara ini,
karena hanya ini menjadi jelas aksioma lebih dan lebih baru atas dasar arti
dari pengertian primitif bahwa mesin tidak dapat meniru.
Irvine, AD, 2003, menjelaskan
bahwa logicism pertama kali dianjurkan pada abad ketujuh belas-an oleh Gottfried
Leibniz. Kemudian, ide itu dipertahankan secara lebih rinci oleh Frege Gottlob.
Irnine menunjukkan bahwa selama gerakan kritis dimulai pada 1820-an, ahli
matematika seperti Bernard Bolzano, Niels Abel, Louis Cauchy dan Karl
Weierstrass berhasil menghilangkan banyak ketidakjelasan dan banyak kontradiksi
yang ada dalam teori matematika dari hari mereka, dan oleh 1800-an, William
Hamilton juga memperkenalkan pasangan teratur dari real sebagai langkah pertama
dalam memasok secara logis untuk nomor kompleks. Irvine menunjukkan bahwa dalam
banyak semangat yang sama, Karl Weierstrass, Richard Dedekind dan Georg Cantor
memiliki juga semua metode dikembangkan untuk mendirikan irrationals dalam hal
rationals, dan menggunakan karya HG Grassmann dan Richard Dedekind, Guiseppe
Peano telah kemudian pergi untuk mengembangkan teori rationals berdasarkan
axioms sekarang terkenal dengan alam nomor, serta demi hari Frege, secara umum
diakui bahwa sebagian besar matematika bisa diturunkan dari satu himpunan yang
relatif kecil dari gagasan primitif.
Logicism adalah doktrin bahwa
Matematika adalah direduksi ke Logic. Tradisi analitik modern dimulai dengan
karya Frege dan Russell untuk keduanya matematika adalah perhatian sentral.
Sebagai logicists menyatakan bahwa pernyataan matematis, jika mereka benar sama
sekali, adalah benar tentu, maka prinsip-prinsip logika juga biasanya dianggap
kebenaran yang diperlukan, mungkin maka kebenaran matematika yang benar-benar
kebenaran logis hanya rumit. Logicism adalah nama yang diberikan untuk program
penelitian yang diprakarsai oleh Frege dan dikembangkan oleh Russell dan
Whitehead tujuan yang adalah untuk menunjukkan bagaimana matematika direduksi
menjadi logika. Frege mencoba untuk memberikan matematika dengan dasar yang
logis suara, sayangnya Russel menemukan bahwa sistem Frege tidak konsisten;
karya terkenal Russell pada teori jenis merupakan upaya untuk menghindari
paradoks yang menimpa versi Frege dari logicism. (Filosofi Matematika, http://Googlesearch.). Moschovakis, JR, 1999,
mengatakan bahwa logika intuitionistic meliputi prinsip-prinsip penalaran logis
yang digunakan oleh LEJ Brouwer; filosofis, intuitionism berbeda dari logicism
dengan memperlakukan logika sebagai bagian dari matematika bukan sebagai dasar
dari matematika, dari finitism dengan memungkinkan ( konstruktif) penalaran
tentang koleksi tak terbatas, dan dari Platonisme dengan melihat objek
matematika sebagai konstruksi mental yang tanpa keberadaan yang ideal
independen. Moschovakis menyatakan bahwa program formalis Hilbert, untuk
membenarkan matematika klasik dengan mengurangi ke sistem formal yang
konsistensi harus ditetapkan dengan cara finitistic, adalah saingan kontemporer
paling ampuh untuk intuitionism Brouwer 's berkembang; ia menolak formalisme
semata tetapi mengakui kegunaan potensi merumuskan umum prinsip-prinsip logis
mengekspresikan konstruksi intuitionistically benar, seperti modus ponens.
Moschovakis menunjukkan bahwa sistem formal untuk logika proposisional dan
predikat intuitionistic tersebut dikembangkan oleh Heyting [1930], Gentzen
[1935] dan Kleene [1952]; dan terjemahan Gödel-Gentzen negatif ditafsirkan
logika predikat klasik dalam subsistem intuitionistic nya. Dalam [1965] Kripke
memberikan semantik terhadap yang logika predikat intuitionistic selesai.
Podnieks, K., 1992, mencatat
bahwa menurut intuitionists, persamaan yang melibatkan operator numerik dasar
seperti, terkait dengan empat kegiatan: menghasilkan angka, melihat dua dari
mereka bersama-sama, dan mengenali mereka sama dengan ketiga, dan intuitionism
standar Brouwer 's hanya membatasi kita untuk apa yang finitary dan menurut
teori intuisionis, reductio ad absurdum bukti tidak diijinkan untuk membuktikan
bahwa sesuatu itu ada meskipun mereka diterima untuk hasil negatif. Brouwer
melihat bahwa himpunan algoritma dihitung adalah enumerable yaitu memiliki
jumlah kardinal 0, sehingga kita tidak bisa membatasi angka nyata untuk himpunan
ini, karena kemudian akan tidak memiliki sifat bahwa real terhitung miliki.
Posy menunjukkan bahwa solusi Brouwer adalah generalisasi dari konsep algoritma
atau aturan untuk memberikan jumlah tak terhitung algoritma untuk memberikan
apa yang dibutuhkan untuk real itu adalah gagasan tentang urutan pilihan.
Brouwer umum algoritma dengan melonggarkan persyaratan bahwa algoritma menjadi
deterministik dan hasilnya adalah urutan di mana elemen berurutan dapat dipilih
dari sekumpulan kandidat. Menurut Brouwer, urutan pilihan diberikan oleh aturan
deterministik untuk memberikan beberapa elemen pertama, dan aturan
tidak-selalu-deterministik untuk memilih elemen berikutnya. Posy bertanya-tanya
apakah mereka adalah sama dan bertemu dengan bilangan real yang sama, dia
mengatakan bahwa dia tidak dan tidak dapat mengetahui hal ini. Dengan demikian,
menyebabkan kesimpulan bahwa beberapa pertanyaan penting tentang urutan pilihan
tidak dijawab dalam jumlah waktu yang terbatas dan dengan demikian, tidak ada
kebenaran tentang pertanyaan tentang kehimpunanaraan akhir dan kita bahkan
tidak tahu apakah kita akan tahu menjawab dalam jumlah waktu yang terbatas.
Posy menyimpulkan bahwa Brouwer harus himpunan ulang teori bertepatan dengan
konstruksi yang lain di mana di bawah versinya menetapkan teori, perbedaan
antara unsur satu himpunan dan himpunan sendiri kurang terdefinisi dengan baik.
Dalam hal geometri, Posy, C., 1992, menunjukkan bahwa Brouwer merasakan bahwa sifat ruang dianggap murni geometris dapat dinyatakan temporal sekali kita mengakui bahwa apa yang menjadi ciri struktur waktu adalah bahwa masa depan masih ragu-ragu. Menurut Posy, Brouwer percaya bahwa bagian-bagian yang ideal matematika terdiri dari objek yang sebenarnya diciptakan dalam pikiran. Di sisi lain, Brouwer mengakui bahwa ada masalah dengan urutan pilihan karena fakta bahwa sejumlah nyata diciptakan oleh tindakan pilihan tampaknya tidak tepat yang diperlukan tindakan manusia yang Brouwer tidak merasa itu harus dimasukkan dalam matematika . Namun, Brouwer telah memperkenalkan metode subjek menciptakan untuk menghasilkan bilangan real yang menyebabkan dia menjadi seorang matematikawan ideal, ia toke B, dan membagi penelitian ke tahap di mana pada himpunaniap tahap ada masalah matematika yang belum terpecahkan sebagai: (n) = ½ jika pada tahap n, B belum terbukti atau membantah masalah yang belum terpecahkan, (n) = jika pada tahap n, B telah memecahkan masalah. Brouwer mengatakan bahwa proses ini membentuk urutan yang adalah bilangan real dan tidak ada tindakan pilihan, namun ada prosedur otomatis, menangkap efek yang sama dengan urutan pilihan, tanpa memanfaatkan tindakan non-matematika pilihan. Posy disimpulkan bahwa metode ini tidak akan bekerja jika masalah belum terpecahkan diselesaikan, sehingga, agar metode subyek menciptakan menjadi metode yang dapat diterima, harus ada pasokan yang tak habis-habisnya masalah matematika yang tak terpecahkan. Brouwer percaya hal ini benar, namun Hilbert mengatakan bahwa tidak akan ada masalah yang tak terpecahkan pada prinsipnya, dimana Brouwer jelas bertentangan dengan pandangannya.
Dalam hal geometri, Posy, C., 1992, menunjukkan bahwa Brouwer merasakan bahwa sifat ruang dianggap murni geometris dapat dinyatakan temporal sekali kita mengakui bahwa apa yang menjadi ciri struktur waktu adalah bahwa masa depan masih ragu-ragu. Menurut Posy, Brouwer percaya bahwa bagian-bagian yang ideal matematika terdiri dari objek yang sebenarnya diciptakan dalam pikiran. Di sisi lain, Brouwer mengakui bahwa ada masalah dengan urutan pilihan karena fakta bahwa sejumlah nyata diciptakan oleh tindakan pilihan tampaknya tidak tepat yang diperlukan tindakan manusia yang Brouwer tidak merasa itu harus dimasukkan dalam matematika . Namun, Brouwer telah memperkenalkan metode subjek menciptakan untuk menghasilkan bilangan real yang menyebabkan dia menjadi seorang matematikawan ideal, ia toke B, dan membagi penelitian ke tahap di mana pada himpunaniap tahap ada masalah matematika yang belum terpecahkan sebagai: (n) = ½ jika pada tahap n, B belum terbukti atau membantah masalah yang belum terpecahkan, (n) = jika pada tahap n, B telah memecahkan masalah. Brouwer mengatakan bahwa proses ini membentuk urutan yang adalah bilangan real dan tidak ada tindakan pilihan, namun ada prosedur otomatis, menangkap efek yang sama dengan urutan pilihan, tanpa memanfaatkan tindakan non-matematika pilihan. Posy disimpulkan bahwa metode ini tidak akan bekerja jika masalah belum terpecahkan diselesaikan, sehingga, agar metode subyek menciptakan menjadi metode yang dapat diterima, harus ada pasokan yang tak habis-habisnya masalah matematika yang tak terpecahkan. Brouwer percaya hal ini benar, namun Hilbert mengatakan bahwa tidak akan ada masalah yang tak terpecahkan pada prinsipnya, dimana Brouwer jelas bertentangan dengan pandangannya.
Menurut teori formalis, kita
memiliki konsepsi sangat masuk akal pengetahuan objek dalam matematika nyata;
sehubungan dengan matematika yang ideal, kita dapat memperoleh konsepsi dari
objek melalui penggunaan sistem formal. Namun, kebenaran hanya bisa untuk
bagian nyata dari matematika, tidak ada hal-hal sesuai dengan keyakinan kita di
bagian yang ideal. Hal ini menghasilkan teori dualistik kebenaran - beberapa
pemikiran yang benar melalui teori, hibrida buatan, sementara yang lain adalah
benar melalui cara-cara normal (Folkerts, M., 2004). Formalisme terutama
terkait dengan David Hilbert yang sering dicirikan sebagai pandangan bahwa
logika dan matematika adalah permainan yang formal belaka dan memiliki
legitimasi yang independen dari isi semantik dari formalisme, asalkan kita
dapat diyakinkan dari konsistensi sistem formal. Program Hilbert untuk
menyelesaikan paradoks adalah untuk mencari bukti konsistensi finitary untuk
seluruh matematika klasik, ini biasanya diadakan untuk telah ditunjukkan
mungkin oleh teorema ketidaklengkapan kedua Gödel, bagaimanapun unsur
ketidakpastian tentang apa yang dimaksud dengan finitary membuat ini tidak
mutlak konklusif. -----, 1997, Kategori Teori dan Dasar-dasar Matematika, RBJ, http://www.rbjones.com/rbjpub/rbj.htm.
Sementara itu, Folkerts, M.,
2004, menunjukkan bahwa pada tahun 1920 Hilbert mengajukan proposal yang paling
rinci untuk menetapkan validitas matematika; menurut teori bukti, semuanya akan
dimasukkan ke dalam bentuk aksioma, memungkinkan aturan inferensi menjadi hanya
logika dasar, dan hanya mereka kesimpulan yang bisa dicapai dari himpunan
berhingga dari aksioma dan aturan inferensi itu harus diterima. Dia mengusulkan
bahwa sebuah sistem yang memuaskan akan menjadi salah satu yang konsisten,
lengkap, dan decidable; oleh Hilbert konsisten berarti bahwa itu harus mungkin
untuk menurunkan kedua pernyataan dan negasinya; dengan lengkap, bahwa himpunaniap
pernyataan yang ditulis dengan benar harus sedemikian rupa bahwa baik itu atau
negasinya adalah diturunkan dari aksioma; oleh decidable, bahwa seseorang harus
memiliki algoritma yang menentukan dari himpunaniap pernyataan yang diberikan
apakah itu atau negasinya dapat dibuktikan. Menurut Hilbert, sistem seperti itu
ada, misalnya, orde pertama predikat kalkulus, tapi tidak ada yang ditemukan
mampu memungkinkan matematikawan untuk melakukan matematika yang menarik.
Hilbert, D., 1972, menunjukkan
bahwa itu Brouwer menyatakan bahwa pernyataan eksistensi ada artinya dalam diri
mereka kecuali mereka mengandung pembangunan objek menegaskan ada, adalah scrip
tidak berharga, dan penggunaannya menyebabkan matematika untuk berubah menjadi
sebuah permainan. Hilbert Brouwer mencatat urusan sehubungan dengan celaan
bahwa matematika akan berubah menjadi sebuah permainan dengan mengklaim bahwa
sumber teorema eksistensi murni adalah c-aksioma logis, di mana pada gilirannya
pembangunan dari semua proposisi yang ideal tergantung, ia berpendapat sejauh
dari permainan rumus dimungkinkan berhasil. Menurut Hilbert, permainan rumus
memungkinkan kita untuk mengungkapkan isi pikiran-seluruh ilmu matematika
dengan cara yang seragam dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga, pada
saat yang sama, interkoneksi antara proposisi individu dan fakta menjadi jelas;
untuk membuatnya menjadi kebutuhan universal yang himpunaniap rumus individu
maka akan ditafsirkan dengan sendirinya tidak berarti wajar, sebaliknya, sebuah
teori pada dasarnya adalah seperti yang kita tidak perlu untuk jatuh kembali
pada intuisi atau makna di tengah-tengah beberapa argumen.
Hilbert, D., 1972, menyatakan
bahwa nilai bukti keberadaan murni justru terdiri bahwa konstruksi individu
dihilangkan oleh mereka dan bahwa konstruksi yang berbeda banyak yang
digolongkan di bawah satu ide fundamental, sehingga hanya apa yang penting
untuk membuktikan menonjol jelas ; singkatnya dan pemikiran ekonomi adalah
raison d'etre dari bukti keberadaan, ia kemudian diberitahu bahwa teorema
eksistensi murni telah menjadi landmark yang paling penting dalam sejarah
perkembangan ilmu kita. Tapi pertimbangan tersebut tidak merepotkan intuisionis
yang taat. Menurut Hilbert, permainan formula yang Brouwer begitu deprecates
memiliki, selain nilai matematika, makna filosofis penting umum, karena ini
permainan formula dilakukan sesuai dengan aturan yang pasti tertentu, di mana
teknik pemikiran kita diungkapkan dan ini bentuk aturan sistem tertutup yang
dapat ditemukan dan dinyatakan secara definitif. Hilbert menegaskan bahwa ide
dasar dari teori bukti tidak lain adalah untuk menggambarkan aktivitas
pemahaman kita, untuk membuat sebuah protokol aturan yang menurut pemikiran
kita benar-benar hasil; menurut dia berpikir, begitu terjadi, sejajar berbicara
dan menulis : kita bentuk pernyataan dan menempatkan mereka satu di belakang
lain. Dia berargumen bahwa jika ada totalitas pengamatan dan fenomena layak
untuk dijadikan obyek penelitian yang serius dan menyeluruh, inilah
satu-karena, himpunanelah semua, itu adalah bagian dari tugas ilmu pengetahuan
untuk membebaskan kita dari kesewenang-wenangan, sentimen, dan kebiasaan dan
untuk melindungi kita dari subjektivisme yang sudah dibuat sendiri merasa di
Kronecker pandangan dan, tampaknya dia, menemukan titik puncaknya dalam
intuitionism.
Hilbert, D., 1972, bersikeras
bahwa tantangan intuitionism yang paling tajam dan paling bersemangat adalah
satu itu teman kencan di validitas prinsip dikecualikan tengah, misalnya, dalam
kasus yang paling sederhana, pada validitas modus inferensi sesuai, yang ,
untuk himpunaniap pernyataan yang berisi nomor-teori variabel, baik pernyataan
tersebut benar untuk semua nilai dari variabel atau terdapat nomor yang salah.
Hilbert dirasakan bahwa prinsip dikecualikan tengah merupakan konsekuensi logis
dari c-aksioma dan tidak pernah belum menyebabkan kesalahan sedikit pun,
melainkan, apalagi, begitu jelas dan dipahami bahwa penyalahgunaan yang
menghalangi. Menurut Hilbert, khususnya, prinsip dikecualikan tengah tidak
disalahkan sedikit pun untuk terjadinya terkenal paradoks dari teori himpunan,
melainkan paradoks ini adalah karena hanya untuk pengenalan gagasan dapat
diterima dan tak berarti, yang secara otomatis dikeluarkan dari bukti teori
saya. Hilbert menunjukkan bahwa Adanya bukti dilakukan dengan bantuan prinsip
dikecualikan tengah biasanya sangat menarik karena singkatnya mengejutkan
mereka dan keanggunan. Untuk Hilbert, mengambil prinsip tengah dikeluarkan dari
matematika akan sama, proscribing teleskop untuk astronomi atau untuk petinju
penggunaan tinjunya; untuk melarang pernyataan keberadaan dan prinsip dikecualikan
tengah sama saja dengan melepaskan ilmu matematika sama sekali.
Hilbert, D., 1972, bersikeras
bahwa jika kesimpulan logis adalah dapat diandalkan, harus dimungkinkan untuk
survei obyek sepenuhnya dalam semua bagian mereka, dan fakta bahwa mereka terjadi,
bahwa mereka berbeda satu sama lain, dan bahwa mereka mengikuti himpunaniap
lain, atau adalah concatenated, adalah langsung, diberikan secara intuitif,
bersama dengan objek, adalah sesuatu yang tidak dapat dikurangi untuk hal lain
juga memerlukan reduksi. Hilbert menyarankan bahwa dalam matematika kita
mempertimbangkan tanda-tanda konkret sendiri, yang bentuknya, menurut konsepsi
kita telah mengadopsi, segera, jelas dan dikenali, ini adalah sangat sedikit
yang harus mensyaratkan, tidak ada pemikir ilmiah dapat membuang itu, dan
karenanya himpunaniap orang harus mempertahankan itu, secara sadar, atau tidak.
Hilbert, D., 1972, mengakui bahwa sementara itu ada banyak kesalahan ditemukan dengan mereka, dan keberatan dari semua jenis sarang dibesarkan menentangnya, dan dirasakan bahwa semua kritikus ia dianggap hanya sebagai tidak adil karena dapat; ia mengklaim bahwa itu adalah bukti konsistensi yang menentukan lingkup efektif teori bukti dan secara umum merupakan inti; metode W. Ackermann memungkinkan perpanjangan diam. Dia menyatakan bahwa untuk dasar-dasar pendekatan analisis biasa Ackermann telah dikembangkan begitu jauh sehingga hanya tugas melaksanakan bukti murni matematis finiteness tetap. Hilbert kemudian menyimpulkan bahwa hasil akhir adalah bahwa matematika adalah ilmu pra-anggapan-kurang. Ia menegaskan bahwa untuk matematika ditemukan dia tidak perlu Tuhan atau asumsi fakultas khusus pemahaman kita selaras dengan prinsip induksi matematika Poincaré, atau intuisi primal Brouwer, atau, Russell dan aksioma Whitehead tak terhingga, reducibility, atau kelengkapan, yang sebenarnya adalah yang sebenarnya, menurut Hilbert, mereka contentual asumsi yang tidak dapat dikompensasikan dengan bukti konsistensi.
Hilbert, D., 1972, mengakui bahwa sementara itu ada banyak kesalahan ditemukan dengan mereka, dan keberatan dari semua jenis sarang dibesarkan menentangnya, dan dirasakan bahwa semua kritikus ia dianggap hanya sebagai tidak adil karena dapat; ia mengklaim bahwa itu adalah bukti konsistensi yang menentukan lingkup efektif teori bukti dan secara umum merupakan inti; metode W. Ackermann memungkinkan perpanjangan diam. Dia menyatakan bahwa untuk dasar-dasar pendekatan analisis biasa Ackermann telah dikembangkan begitu jauh sehingga hanya tugas melaksanakan bukti murni matematis finiteness tetap. Hilbert kemudian menyimpulkan bahwa hasil akhir adalah bahwa matematika adalah ilmu pra-anggapan-kurang. Ia menegaskan bahwa untuk matematika ditemukan dia tidak perlu Tuhan atau asumsi fakultas khusus pemahaman kita selaras dengan prinsip induksi matematika Poincaré, atau intuisi primal Brouwer, atau, Russell dan aksioma Whitehead tak terhingga, reducibility, atau kelengkapan, yang sebenarnya adalah yang sebenarnya, menurut Hilbert, mereka contentual asumsi yang tidak dapat dikompensasikan dengan bukti konsistensi.
Folkerts, M., 2004, merasa
terpengaruh oleh program Hilbert, menyatakan bahwa bagaimanapun, Formalisme tidak
tidak akan berlangsung lama. Pada tahun 1931 ahli matematika kelahiran Austria
Amerika dan ahli logika Kurt Gödel menunjukkan bahwa tidak ada sistem jenis
Hilbert di mana bilangan bulat bisa didefinisikan dan yang konsisten dan
lengkap. Kemudian Gödel dan, mandiri, ahli matematika Inggris Alan Turing
menunjukkan decidability yang juga tak terjangkau. Disertasi Gödel terbukti
kelengkapan orde pertama logika, bukti ini dikenal sebagai Teorema Kelengkapan
Gödel 's. Gödel juga membuktikan bahwa Hilbert benar tentang asumsinya bahwa
meta-matematika adalah bagian dari bagian nyata dari matematika; ia menggunakan
nomor teori sebagai contoh yang sepenuhnya beton dan kemudian menunjukkan
bagaimana menerjemahkan berbicara tentang simbol ke berbicara tentang angka.
Gödel ditugaskan kode untuk himpunaniap simbol sedemikian rupa bahwa yang
disebut Gödel-angka dikalikan bersama-sama mewakili formula, menetapkan
formula, dan hal lainnya dan kemudian seseorang dapat berbicara tentang
Gödel-nomor menggunakan nomor teori. Folkerts menunjukkan bahwa untuk membuat
Gödel-nomor untuk pernyataan dalam sistem formal, terlebih dahulu kita harus
menetapkan himpunaniap simbol bilangan bulat yang berbeda mulai dari satu,
kemudian menetapkan himpunaniap posisi dalam laporan bilangan prima
berturut-turut yaitu mulai dengan 3. Folkerts mencatat bahwa Gödel-nomor untuk
pernyataan itu adalah produk dari bilangan prima dibawa ke kekuatan nomor yang
ditetapkan ke simbol dalam posisi pernyataan; sejak nomor dua bukan merupakan
faktor dari jumlah Gödel-untuk sebuah pernyataan, semua pernyataan 'Gödel-angka
akan aneh. Folkerts menunjukkan bahwa Gödel-nomor untuk urutan laporan dibangun
dengan mengalikan bilangan prima keluar berturut-turut, dimulai dengan, nomor
dua dibawa ke kuasa nomor Gödel-pernyataan yang muncul pada posisi dalam
daftar.
Folkerts, M., 2004, mencatat
bahwa agar kita dapat memaknai teorema kita dapat menuliskan daftar kalimat
yang merupakan bukti tentang hal itu, sehingga Teorema Gödel 's-nomor kalimat
terakhir dalam bilangan genap Gödel dan ini mengurangi bukti theorems ke
properti nomor-teori yang melibatkan Gödel-angka dan konsistensi dapat
ditampilkan melalui nomor teori. Folkerts menunjukkan bahwa Gödel menunjukkan
sesuatu yang bisa kita mewakili dalam sistem formal dari sejumlah teori adalah
finitary. Gödel menunjukkan bahwa menurutnya jika S menjadi sistem formal untuk
nomor teori dan jika S adalah konsisten, maka ada kalimat, G, seperti bahwa
baik G maupun negasi dari G adalah Teorema dari S, dan dengan demikian, himpunaniap
sistem formal memadai untuk menyatakan theorems dari nomor teori harus lengkap.
Gödel menunjukkan bahwa S dapat membuktikan P (n) hanya dalam kasus n adalah
Gödel-nomor yang Teorema dari S; maka di sana ada k, sehingga k adalah
Gödel-jumlah rumus P (k) = G dan pernyataan ini kata dari dirinya sendiri,
tidak dapat dibuktikan. Menurut Gödel, bahkan jika kita mendefinisikan sebuah
sistem formal baru S = S + G, kita dapat menemukan G yang tidak dapat dibuktikan
di S, dengan demikian, S dapat membuktikan bahwa jika S adalah konsisten, maka
G tidak dapat dibuktikan. Gödel menjelaskan bahwa jika S dapat membuktikan cst
(S), maka S dapat membuktikan G, tetapi jika S adalah konsisten, tidak dapat
membuktikan G, sehingga tidak dapat membuktikan konsistensi. Dengan demikian,
Program Hilbert tidak bekerja, satu tidak dapat membuktikan konsistensi teori
matematika. Namun, Folkerts menunjukkan bahwa Gentzen melihat Teorema
ketidaklengkapan Gödel dan bertanya-tanya mengapa sistem formal untuk
aritmatika sangat lemah bahwa itu tidak dapat membuktikan konsistensi sendiri.
Menurut Gentzen, penyempitan alami pada bukti adalah bahwa mereka adalah daftar
terbatas laporan, karena itu, Gentzen menawarkan teori aritmatika yang kemudian
memungkinkan bukti konsistensi dari sistem formal dari aritmatika; di mana ia
memperkuat aksioma induksi matematika , yang memungkinkan sebuah aksioma
induksi kuat. Sementara induksi tradisional mengasumsikan domain memiliki tipe
ketertiban; Namun Gentzen mengasumsikan bahwa domain memiliki jenis, agar lebih
rumit lebih tinggi.
Di sisi lain, Folkerts
menemukan bahwa Alan Turing mendefinisikan fungsi sebagai program untuk untuk
menghitung dengan mesin sederhana di mana fungsi ini sama dengan apa yang Gödel pikirkan. Menurut Alan Turing, semua
definisi dari fungsi yang berbeda dapat dihitung dengancara membuat himpunan
yang sama dengan fungsi yang ada. Fungsi dapat dihitung karena yang paling
banyak cara untuk program mesin Turing dan jumlah fungsi yang mungkin dapat
ditetapkan, sehingga fungsi dapat ditentukan secara teoritis sebagai sebuah pengecualian.
Alan Turing menunjukkan bahwa fungsi adalah relasi yang tak terhitung yang
menghasilkan output yang tergantung pada variabel acak.
Podnieks, K., 1992, menyatakan
bahwa dalam hal paradoks Himpunan dari Russell, maka penyelesaiannya dapat
diturunkan dari himpunan yang bukan anggota sendiri. Podnieks, K., 1992,
menunjukkan bahwa teori tersebut sekarang sedang ditantang sebagai teori dasar
matematika dan teori kategori diusulkan sebagai pengganti, dalam teori
kategori, dikembangkan pengertian dasar fungsi dan operasi. Namun, Posy, dalam
hal pertanyaan ontologis, bertanya-tanya seberapa akurat gagasan bahwa himpunan
adalah objek dasar matematika, sedangkan teori yang dihimpun terlalu kaya dan
ada cara yang berbeda terlalu banyak untuk membangun matematika. Posy
berpendapat bahwa elemen dasar tidak boleh sembarang dipilih, namun tidak
menentukan pilihannya, dan menunjukkan bahwa, dalam pandangan modern tentang
strukturalisme, unit dasar adalah struktur, yang bukan benar-benar objek.
Folkerts, M, 2004, bersikeras bahwa program Hilbert masih memiliki pembagian
antara bagian real dan ideal matematika, ia khawatir tentang status ontologis
dari objek di bagian ideal matematika dan mereka hanya diciptakan untuk memberikan
bagian yang ideal, dan memberi kita jalan pintas, tetapi tidak pernah diyakini
menjadi bagian dari realitas. , Dan dia bertanya-tanya tentang sumber
pengetahuan matematika dan kebenaran matematika yang meliputi adanya objek yang
ada, dan benda-benda yang tidak ada: dia juga peduli bahwa ini memberi kita
sebuah dunia dari obyek virtual, menyelesaikan dualisme objek Folkerts. Namun,
seperti Folkerts katakan, Paulus Benacerraf menjelaskan dilema ini dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan tentang teori standar kita tentang pengetahuan
atau kebenaran; menurut Benacerraf, ada semacam teori korespondensi antara pengetahuan
kita dengan benda-benda sehingga membangun kemampuan kognitif kita melalui
indera kita, dan kita membentuk kepercayaan melalui interaksi sebab-akibat antara
objek yang kita pikirkan dengan pikiran kita; di mana kaum formalis dan kaum
Platonis mengalami kesulitan melengkapi tentang hal ini.
Stefanik, R., 1994, bersikeras
bahwa menurut Bernaceraf, ini menyebabkan strukturalisme menganggap bahwa
bilangan asli, adalah bentuk urutan, oleh karenanya, jika matematika
benar-benar abstrak, mengapa harus memiliki penerapan tertentu? Apakah hanya
sebuah "keajaiban" bahwa matematika berlaku untuk dunia fisik, atau,
sebaliknya, kita cenderung menekankan struktur matematika yang berhubungan
dengan dunia? Hal ini dipersulit dengan berbagai aplikasi baru untuk metode
matematika, misalnya penerapan teori grup untuk linguistik. Selanjutnya, Posy
mencatat bahwa kaum strukturalis berpendapat bahwa matematika bukanlah tentang
beberapa himpunan tertentu dari objek abstrak melainkan matematika adalah ilmu
tentang pola struktur, dan benda-benda tertentu yang relevan dengan matematika
sejauh mereka memenuhi beberapa pola atau struktur. Posy bersikeras bahwa
berbagai versi strukturalisme telah diusulkan oleh matematikawan smisalnya
Benacerraf, Resnik, Shapiro, dan Hellman. Benacerraf, seperti yang menyatakan
oleh Stefanik, R., 1994, berpendapat untuk posisi strukturalis dengan terlebih
dahulu menyajikan contoh di mana kaum Logicist bersifat sangat militan, seperti
Ernie dan Johnny, pertama belajar teori logika dan himpuna dan bukan belajar
teori bilangan. Benacerraf mengatakan:
Ketika datang untuk belajar tentang angka, mereka hanya belajar nama-nama baru untuk himpunan dan anggotanya. Mereka menghitung anggota dari suatu himpunan dengan menentukan kardinalitas dari himpunan, dan mereka menetapkan ini dengan menunjukkan bahwa terdapat hubungan khusus antara himpunan dan angka.
Ketika datang untuk belajar tentang angka, mereka hanya belajar nama-nama baru untuk himpunan dan anggotanya. Mereka menghitung anggota dari suatu himpunan dengan menentukan kardinalitas dari himpunan, dan mereka menetapkan ini dengan menunjukkan bahwa terdapat hubungan khusus antara himpunan dan angka.
Stefanik, R., 1994, menunjukkan
bahwa Benacerraf berpendapat bahwa keyakinan Frege berasal dari
ketidakkonsistenannya, karena semua benda alam semesta adalah himpunan. Pertanyaan
apakah dua nama memiliki referen yang sama selalu memiliki nilai kebenaran?, Namun,
kondisi membuat identitas hanya dalam konteks di mana terdapat kondisi yang
unik. Benacerraf menyatakan bahwa jika sebuah kalimat "x = y" adalah
Benar, hal ini dapat terjadi hanya dalam
konteks di mana jelas bahwa kedua x dan y adalah Benar. Stefanik bersikeras
bahwa pencarian untuk objek dasar alam semesta yang matematis, adalah usaha
yang keliru yang mendasari teori kaum Absolutist dan pengikut filsafat platonis.
Ia mencatat bahwa hal ini tidak menggoyahkan pendirian Benacerraf; karena menurut
Stefanik, Benacerraf masih menegaskan logika yang kemudian dapat dilihat
sebagai logika yang paling umum dari disiplin ilmu, yang berlaku dengan cara
yang sama untuk dan dalam teori yang diberikan.
Thompson, P., 1993, menyatakan bahwa
para filsuf matematika memiliki, selama ribuan tahun, berulang kali keterlibatan
dalam perdebatan tentang paradoks dan kesulitan mereka dalam melihat fenomena yang
muncul dari tengah-tengah keyakinan mereka yang kuat dan intuitif. Dari
munculnya Geometri non-Euclidean, analisis teori kontinum, dan penemuan Cantor
tentang bilangan transfinite, sistem Frege, matematikawan kemudian menyuarakan keprihatinan mereka bagaimana kita
secara serampangan telah memikirkan sesuatu yang asing, dan dengan liar memperpanjang persoalan
matematika kita dengan intuisi, atau kalau tidak kita telah menjadi rentan
terhadap perangkap yang tak terduga dan sampai sekarang, dengan apa yang
disebut kontradiksi. Thompson menunjukkan bahwa di jantung perdebatan ini
terletak tugas mengisolasi intuisi macam apa, dan memutuskan kapan kita harus
sangat berhati-hati bagaimana menerapkannya, namun, mereka yang mencari
kepuasan dasar epistemologis tentang peran intuisi dalam matematika sering
dihadapkan dengan pilihan yang tidak menarik, antara metafisika yang berasal
dari Brouwer, dan pengakuan mistis Gödel dan Platonis bahwa kita secara
intuitif dapat membedakan ranah kebenaran matematika. Hal ini menunjukkan
bahwa, dalam hal dasar, matematika dianggap sebagai ilmu logis, bersih
terstruktur, dan cukup beralasan atau singkatnya dalam matematika adalah ilmu
logis yang sangat terstruktur, namun jika kita menggali cukup dalam dan dalam
penyelidikan yang mendalam, kita masih menemukan beberapa hal yang menjadi
perdebatan filsafat. Ini adalah kenyataan bahwa, dalam hal sejarah matematika,
berbagai macam sejarah matematika yang datang, dimulai di Yunani kuno, berjalan
melalui pergolakan menuju masa depan yang keluar, sedangkan dalam hal sistem
pondasi logis matematika, metode matematika adalah deduktif, dan oleh karena
itu logika memiliki peran mendasar dalam pengembangan matematika.
Beberapa masalah masih muncul: dalam hal
makna, kita bertanya-tanya tentang penggunaan bahasa khusus untuk berbicara tentang
matematika, apakah bahasa matematika merupakan hal-hal aneh dan muncul dari
dunia ini dan apa artinya semua ini, dan kemudian, apakah arti hakikinya? kita mungkin bertanya-tanya
apakah matematikawan berbicara tentang hal yang aneh, apakah mereka benar-benar
ada, dan bagaimana mereka dapat kita katakan atau apakah yang dikatakannya
penting?. Secara epistemologis, matematika telah sering disajikan sebagai
paradigma ketepatan dan kepastian, tetapi beberapa penulis telah menyarankan
bahwa ini adalah ilusi belaka. Bagaimana kita bisa mengetahui kebenaran dari
proposisi matematika, dan dalam hal aplikasi, bagaimana pengetahuan matematika yang
abstrak dapat diterapkan di dalam dunia nyata? Apa implikasi untuk matematika
dari adanya revolusi informasi;? Dan apa yang bisa matematika kontribusikan?.
Thompson, P., 1993, bersikeras bahwa analisis yang menggabungkan kepastian,
kognitif psikologis dari "intuisi" yang fundamental terhadap dugaan
dan penemuan dalam matematika, dengan kepastian epistemis dari peran intuitif
proposisi matematika harus bermain dalam pembenaran mereka . Dia menambahkan bahwa
sejauh mana dugaan intuitif kita terbatas baik oleh sifat rasa pengalaman kita,
dan dengan kemampuan kita untuk melakukan konseptualisasi.
Litlangs 2004, menyitir
ketidaksetujuan Aristoteles terhadap Plato; menurut Aristoteles, bentuk fisik
tidaklah jauh berbeda dengan penampilannya tetapi sesuatu yang konkrit sajalah
yang menjadi benda-benda dunia. Aristoteles menyatakan bahwa ketika kita mendapatkan
sesuatu yang abstrak, bukan berarti bahwa abstraksi merupakan sesuatu yang jauh
dan abadi. Bagi Aristoteles, matematika adalah hanya penalaran tentang
idealisasi, dan ia melihat dekat pada struktur matematika, membedakan logika,
prinsip yang digunakan untuk menunjukkan teorema, definisi dan hipotesis. Plato
juga tercermin pada tak terhingga, memahami perbedaan antara potensi tak
terbatas misalnya menambahkan satu ke bilangan infinit misalnya tak terbatas.
Bold, T., 2004, menyatakan bahwa kedua intuisionis dan formalis meyakinkan
bahwa matematika hanyalah penemuan dan mereka melakukannya dengan tidak menginformasikan kepada kami dengan
apa-apa tentang dunia; keduanya mengambil pendekatan ini untuk menjelaskan
kepastian mutlak matematika dan menolak penggunaan bilangan infinit. Bold
mencatat bahwa intuitionists mengakui hal ini kesamaannya dengan formalis dan
menganggap perbedaan yang ada sebagai perbedaan pendapat di mana ketepatan
matematis memang ada; intuisionis mengatakannya sebagai kecerdasan manusia dan
formalis mengatakannya sebagai hanya coretan di atas kertas. Menurut Arend Heyting,
matematika adalah produksi dari pikiran manusia; ia mengklaim intuitionism yang
mengklaim proposisi matematika mewarisi kepastian mereka dari pengetahuan
manusia yang didasarkan pada pengalaman empiris. Bold menyatakan bahwa sejak,
infinity tidak bisa dipakai, intuisionis menolak untuk mendorong penerapan
matematika di luar infinisitas; Heyting menyatakan adanya keyakinan terhadap
transendental, yang tidak didukung oleh konsep, dan harus ditolak sebagai alat
bukti matematika. Demikian pula, Bold menemukan bahwa Hilbert menulis bahwa
untuk kesimpulan logis yang dapat diandalkan itu harus memungkinkan untuk untuk dilakukannya survei terhadap
kebenaran obyek dan bagian-bagiannya, karena tidaklah ada survei untuk infinity
yang dapat disimpulkan dengan hanya mengandalkan pada sistem yang terbatas.
Menurut formalis, seluruh matematika hanya terdiri dari aturan sembarang seperti
yang catur.
Di sisi lain, Posy, C., 1992,
menemukan bahwa Hilbert benar-benar menempatkan struktur pada bagian intuitif
matematika, pada dasarnya bahwa pemikiran finitary dan sistem formal; dengan
pekerjaan Gödel 's. Thompson, P., 1993, berpendapat bahwa Gödelian Platonisme, khususnya, yang memimpin pengalaman
aktual melakukan matematika, dan bilangan Gödel untuk kejelasan dari himpunan-aksioma
dasar teoritis dengan mengajukan suatu kemampuan intuisi matematika, analog
dengan persepsi indrawi dalam fisika, sehingga, mungkin, aksioma 'dipaksakan
kepada kita' sebanyak asumsi kekuatan 'diantara obyek fisik' sendiri kepada
kita sebagai penjelasan dari pengalaman fisik kita. Namun, Thompson sebaliknya menyatakan
bahwa telah mengakui peran keragu-raguan dalam penggunaan bahasa yang bila
diterapkan pada prinsip matematika menjadi aneh tapi nyata; berlawanan dengan apa-apa
yang terdapat pada kontinum dari intuitif palsu dan mencegah intuitif yang
benar benar, tergantung pada kekuatan dugaan kita akan lebih cenderung untuk
membuat menentangnya, jika kita tidak melihatnya, dan telah dimenangkan oleh,
buktinya, dan memang, untuk mengejutkan kita, kita sering menemukan, pada saat
kita menjumpai paradoks, bagaimana intuisi kita lemah dan tak berdaya. Thompson
menyatakan bahwa gagasan tentang intuisi kita yang harus baik, tegas dan benar,
berasal teori yang menyatakan bahwa kemampuan indera merupakan kemampuan
primitif yang diwariskan dari gaya filsafat Rene Descartes yang mencari
kebenaran absolut tentang segala sesuai yang tidak tergoyahkan, yang telah
menolak semua pembenaran lainnya kecuali kebenaran diriyang menemukan bahwa
dirinya yang ada adalah dirinya yang sedang memikirkannya.
Di sisi lain, Posy, C., 1992,
bersikeras bahwa sistem formal Hilbert sesuai dengan teori fungsi rekursif.
Posy bersikeras bahwa Brouwer itu sangat menentang ide-ide ini, terutama sistem
yang berpondasi, ia bahkan menentang formalisasi logika; Brouwer memiliki
pandangan yang sangat radikal tentang matematika dan hubungannya dengan bahasa.
Menurut Brouwer, dalam bahasa, kita
dapat berkomunikasi output dari konstruksi matematika, sehingga membantu orang
lain menciptakan pengalaman matematika, namun bukti itu sendiri adalah
pra-linguistik, aktivitas murni sadar yang jauh lebih fleksibel daripada
bahasa. Brouwer berpikir bahwa sistem formal tidak pernah bisa cukup untuk
menutup semua pilihan yang tersedia untuk matematika secara kreatif, dan
berpikir bahwa formalisme tidak ada gunanya. Posy mencatat bahwa, khususnya,
Brouwer berpikir bahwa hal demikian bukanlah suatu kegilaan untuk berpikir
bahwa logika digunakan untuk menangkap aturan untuk berpikir matematis secara benar.
Brouwer menunjukkan aturan tertentu bahwa logika tidak memadai untuk
mengembangkan metode berpikir dengan menunjuk hukum tengah yang dikecualikan.
Thompson, P., 1993, mencatat
bahwa pandangan Brouwer tersebut dikarenakan kepercayaannya bahwa penerapan
logika tradisional ke matematika merupakan fenomena sejarah, ia selanjutnya
menyatakan bahwa oleh fakta bahwa, pertama, logika klasik disarikan dari
matematika yang merupakan himpunan dari himpunan maka pastilah terbatas, kedua,
bahwa eksistensi apriori independen dari matematika dianggap berasal dari
logika ini, dan akhirnya, atas dasar bahwa keyakinan apriori, maka logika tidak
dibenarkan diterapkan pada matematika. Selanjutnya, Posy, C., 1992, menambahkan
bahwa Brouwer bersikeras tentang hipotesisnya mengapa filsuf dan ahli
matematika perlu mengecualikan hukum tengah; menurut Brouwer, logika telah
dikodifikasikan ketika komunitas ilmiah hanya peduli dengan benda-benda
terbatas. Brouwer mengatakan bahwa, mengingat hanya benda terbatas, hukum maka
hukum tengah perlu dikecualikan, namun kesalahan itu dibuat saat matematika
pindah ke infinitary di mana aturan-aturan kaku logika dipertahankan tanpa
pertanyaan. Brouwer menyatakan bahwa tidak ada kodifikasi kaku harus datang
sebelum pengembangan matematika. Posy menemukan bahwa perbedaan utama antara Brouwer
dan Hilbert adalah bahwa mereka tidak setuju pada posisi logika di mana Hilbert
pikir logika adalah ilmu pengetahuan, jadi yang otonom dapat secara bebas
diterapkan pada matematika lain, sedangkan Brouwer berpendapat tidak demikian.
Litlangs, 2004, menyatakan
bahwa pertanyaan-pertanyaan mendalam tentang bagaimana variasi kecerdasan
menghadapi kesulitan dalam menjelaskan matematika secara internal yaitu
kesenjangan mereka, kontradiksi dan ambiguitas yang terletak di bawah sebagian
tertentu dari prosedur, mengarah pada kesimpulan kasar bahwa matematika mungkin
tidak lebih logis dari puisi, melainkan hanya kreasi bebas dari pikiran manusia
yang tidak bertang-gungjawab untuk memaknai diri kita dan alam. Litlangs
menyatakan bahwa meskipun matematika mungkin tampak sebagai jenis pengetahuan yang
paling jelas dan tertentu dari pengetahuan yang kita miliki, ada masalah cukup
serius yang terdapat di setiap cabang lain dari filsafat tentang hakekat
matematika dan makna proposisi tersebut. Litlangs menemukan bahwa Plato percaya
dalam bentuk atau ide yang kekal, mampu mendefinisikan dengan tepat dan bebas
dari persepsi; antara entitas dan objek geometri seperti garis, titik,
lingkaran, yang karena itu tidak ditangkap dengan indra tetapi dengan logika,
ia berhubungan dengan obyek-obyek matematika dengan contoh-contoh spesifik dari
bentuk ideal. Menurut Plato, seperti yang dicatat oleh Litlangs, proposisi matematika
yang sejati dari hubungan antara obyek tak berubah, mereka pasti benar yang
menemukan matematika yang sudah ada sebagai kebenaran "di luar sana"
daripada menciptakan sesuatu dari mental kita sebagai kecenderungan, dan
sebagai objek yang dirasakan oleh indera kita, mereka hanya merupakan contoh
dan cepat berlalu dari ingatan kita.
Sementara itu, Litlangs 2004,
menambahkanbahwa bahwa Leibniz menganggap bahwa logika berjalan bersamaan
dengan matematika, sedangkan Aristoteles menggunakan proposisi dari bentuk
predikat, yaitu subjek dari logika, Leibniz berpendapat bahwa subjek berisi
predikat yang adalah sifat yang tak terbatas yang diberikan oleh Tuhan. Menurut
Leibniz, proposisi matematika tidaklah benar jika mereka berurusan dengan
entitas kekal atau ideal, tetapi karena penolakan mereka secara logika tidak
mungkin, maka proposisi matematika adalah benar tidak hanya untuk dunia ini,
tetapi juga untuk semua kemungkinan yang ada. Litlangs menyatakan bahwa tidak
seperti Plato, yang menanyakan untuk apalah sebuah bentuk fisik itu, sementara Leibniz
melihat pentingnya notasi, sebagai sebuah simbolisme perhitungan, dan menjadi
permulaan dari metode untuk membentuk dan mengatur karakter dan tanda-tanda
untuk mewakili hubungan antara pikiran matematika.
Litlangs 2004, mengungkapkan
lebih lanjut bahwa Immanuel Kant menganggap entitas matematika sebagai
proposisi sintetik apriori-, yang tentu saja memberikan kondisi yang diperlukan
untuk pengalaman objektif; matriks ruang dan waktu, dan wadah memegang bahan pengubah
persepsi. Menurut Kant, matematika adalah gambaran ruang dan waktu, jika terbatas
pada pikiran, konsep-konsep matematika diperlukan hanya konsistensi diri, tapi
pembangunan konsep-konsep tersebut melibatkan ruang yang memiliki struktur
tertentu, yang oleh Kant digambarkan pada geometri Euclidean. Litlangs mencatat
bahwa bagi Kant, perbedaan antara "dua" yang abstrak "dua piring"
adalah tentang konstruksi logika ditambah masalah empiris. Dalam analisisnya
tentang infinitas, Kant menerima pembedaan Aristoteles antara potensi tak
terbatas dan potensi lengkap, tapi tidak menganggap keduanya adalah mustahil.
Kant merasa bahwa tak terhingga lengkap adalah gambaran tentang alasan, secara
internal konsisten, meskipun tentu saja tidak pernah ditemui di dunia persepsi
kita. Litlangs lebih lanjut menegaskan bahwa Frege dan Russell dan pengikut mereka
mengembangkan gagasan Leibniz bahwa matematika adalah sesuatu yang secara logis
tak terbantahkan; Hukum Frege menggunakan logika ditambah definisi, dan merumuskan
notasi simbolis untuk alasan yang diperlukan. Namun, melalui rantai panjang
penalaran, simbol-simbol ini menjadi kurang jelas, dan merupakan transisi yang
dimediasi oleh definisi. Litlangs mencatat bahwa Russell melihat mereka sebagai
kemudahan notasi, langkah hanya dalam argumen, sedangkan Frege melihat mereka
sebagai menyiratkan sesuatu yang layak dari pemikiran yang cermat, sering
menyajikan konsep-konsep matematika penting dari sudut yang baru. Litlangs
menemukan bahwa sementara dalam kasus Russell definisi tidak memiliki
eksistensi objektif, dalam kasus Frege masalah ini tidak begitu jelas bahwa
adalah definisi adalah objek logis yang mengklaim keberadaan sama dengan
entitas matematika lainnya. Litlangs menyimpulkan bahwa, meskipun demikian,
Russell menyelesaikan banyak paradoks untuk membuat siatem Whitehead sebagai
deskripsi yang monumental dari Principia Mathematica.
Sementara itu, Thompson, P.,
1993, yang merasa terpengaruh gerakan kritis dari Cauchy dan Weierstrass telah
menjadi hati-hati tentang penggunaan matematika yang tak terbatas, kecuali
sebagai Facon de Parler dalam menyimpulkan teori atau mengambil batas, di mana
matematika benar-benar dianggap berfungsi sebagai metafora, atau kiasan, untuk
menyatakan keadaan secara terbatas. Thompson ingin membandingkan antara penyanyi
dengan kerja seorang matematikawan Leopod Kronecker. Matematikawan Jerman
Leopold Kronecker, yang sudah memiliki pengetahuan matematika kemudian
berkehendak untuk menulis ulang teori algebraic, dan bertujuan untuk menjatuhkan
keyakinan Cantor itu, tentang logika yang selama ini dia yakini tentang
penyelesaian tak terbatas yang sempurna signifikan. Menurut Thompson, penyanyi
telah mendesak lebih lanjut bahwa kita harus sepenuhnya siap untuk menggunakan
kata-kata yang akrab dan lazim dalam konteks yang sama sekali baru, atau dengan
mengacu pada situasi yang sebelumnya dengan tidak mempertimbangkannya terlebih
dulu; bahwa penyanyi telah dengan membabi buta membuat skema terbatas dalam
domain tak terbatas, baik dengan cara menghubungkan kardinal atau kuantitas
dalam himpunan terbatas atau tak terbatas. Thompson bersikeras bahwa meskipun
dia mengakui kerja matematika menggunakan intuisi, tetapi adalah penting untuk membuat
pendekatan pendekatan heuristik.
Thompson, P., 1993, menjelaskan
bahwa Gödel berpendirian bahwa intuisi kita dapat digunakan untuk bekerja dalam
domain yang sangat aksiomatis, seperti perpanjangan ZF, atau kalkulus, sehingga
memungkinkan kita untuk membuat pertimbanganyang baik untuk menerima atau
menolak hipotesis secara independen dari pra-teori atau praduga tentang teori.
Thompson menunjukkan bahwa Gödel dan Herbrand, secara bersama-sama membuat
klaim tentang demarkasi batas-batas kemampuan intuisi. Thompson menyimpulkan bahwa Gödel, dengan kemampuannya
dalam logika transendental, senang berpikir bahwa logika kita hanya sedikit tidak
fokus, dan berharap bahwa terdapat kesalahan kecil sehingga masih mampu melihat
secara tajam dan mampu berpikir matematika secara benar. Namun untuk hal ini,
dia berbeda pandangan dengan Zermelo dan Hilbert. Thompson menyatakan bahwa
Hilbert tidak akan dapat meyakinkan kita bahwa matematika itu bersifat konsistensi
untuk selamanya, karena itu kita harus puas jika sistem aksiomatis matematika seperti
yang dibuat Hilbert dianggap konsisten, jika kita tidak mampu membuktikannya.
Sementara itu, Turan, H., 2004,
menjelaskan bahwa Descartes membawa proposisi matematika ke dalam keraguan saat
ia meragukan semua keyakinan tentang hakekat akal sehat dengan mengasumsikan
bahwa semua keyakinan berasal dari persepsi tampaknya hanya sampai pada
anggapan awal bahwa masalah yang dihadapinya sebetulnya adalah suatu keraguan
tentang matematika, yaitu sebuah contoh dari masalah keraguan tentang
keberadaan zat. Turan berpendapat bahwa masalahnya bukan apakah kita menghitung
objek atau gambar yang sebenarnya kosong tapi apakah kita menghitung apa yang
kita menghitung dengan benar, ia berpendapat bahwa karya Descartes adalah
mungkin untuk mengekspos bahwa proposisi '2 +3 = 5 'dan argumen' Saya berpikir,
maka saya ada, "sama-sama jelas. Menurut Turan, Descartes tidak menemukan
epistemologinya pada bukti proposisi matematika, dan percobaan keraguan
tampaknya tidak memberikan hasil positif untuk operasi matematika. Menurut
Turan, kesadaran melaksanakan proposisi matematika yang tidak boleh untuk
meragukannya, dan kesadaran melakukan operasi matematika atau logika adalah
contoh dari "saya berpikir" dan karenanya argumen "Saya
menghitung, karena itu aku ada 'setara dengan' Saya pikir , maka saya ada '.
Turan menunjukkan bahwa jika kita berpendirian bahwa proposisi matematika tidak
bisa menimbulkan kesulitan bagi epistemologi Descartes yang menurutnya untuk
membangun pada kesadaran berpikir sendiri, maka dia tidak dapat dilihat untuk
menghindari pertanyaan. Turan menyimpulkan bahwa proposisi matematika dengan
sendirinya tidak bermanfaat jika mereka tidak boleh diragukan. Jika semua
proposisi matematika kemudian dapat diragukan oleh Rene Descartes, maka seluruh
logika umum tentunya juga akan diragukannya. Maka Rene Descartes kemudian
menemukan bahwa hanya terdapat satu saja hal yang tidak dapat diragukan yaitu
kenyataan bahwa dirinya itulah yang sedang meragukan. Oleh karena itu dia
menyimulkan bahwa dia ada karena berhasil meragukannya. Atau cogito ergosum,
saya berpikir maka saya ada. Tetapi kemudian Rene Descartes menemukan kenyataan
bahwa dia tidak mampu menjawab semua keraguan tersebut, maka dia menemukan
bahwa manusia, termasuk dia, adalah terbatas. Kemudian dia menyimpulkan
pastilah ada yang tak terbatas, yaitu diri Tuhan YME.
Turan, H., 2004, bersikeras
bahwa hubungan antara persepsi dan matematika dapat disangkal, bagaimanapun
membatasi pikiran kita dengan konteks dimana pengandaian ontologis filosofis untuk
refleksi pada persepsi dipertaruhkan; menurut dia, kita harus mencatat
pentingnya persepsi terhadap sifat eksistensi yang Descartes menganggap
terutama untuk tujuan epistemologis. Turan mencatat bahwa Descartes tampaknya
meninggalkan argumen bahwa Tuhan menipu untuk asumsi himpunan dan ini hipotesis
terakhir tampaknya untuk memanggil ke dalam keraguan eksklusif keyakinan
terkait dengan keberadaan dunia luar, karena itu, adalah mungkin untuk
menyatakan bahwa Descartes menyerah dalam mengejar pertanyaan tentang kebenaran
penilaian matematika, dan Descartes tampaknya memberkati adanya si jenius jahat
yang semata-mata dengan kekuatannys menipu pikirannya dalam hal yang berkaitan
dengan penilaian pada keberadaan hal-hal eksternal. Turan menemukan bahwa
Descartes selalu menganggap demonstrasi matematika antara kebenaran yang paling
jelas bahwa pikiran manusia dapat mencapai, dan menyebut mereka sebagai contoh
benda yang dapat berintuisi jelas dan jelas; Descartes merasa bahwa aritmatika
dan geometri bebas dari segala noda
kepalsuan atau ketidakpastian. Menurut Descartes, matematika yang bersangkutan
dengan obyek begitu murni dan sederhana bahwa mereka tidak membuat asumsi bahwa
pengalaman mungkin membuat tidak pasti, melainkan terdiri dalam menyimpulkan
kesimpulan melalui argumen rasional.
Selanjutnya, Turan, H., 2004,
bersikeras bahwa Descartes memakai eksistensi eksternal suatu obyek, untuk
melakukan kegiatan deduksi dan intuisi sebagai metode yang sah untuk memperoleh
pengetahuan. Bagi Descartes, intuisi adalah konsepsi pasti yang sederhana dari
pikiran yang jernih dan penuh perhatian yang berlangsung semata-mata dari
cahaya argumen dan pada kepercayaan lebih pasti dari deduksi, tapi pemikiran
yang tidak epistemologis akan kalah dengan intuisi manusia yang penuh
perhatian. Descartes mengklaim bahwa meskipun matematika secara ekstensif
menggunakan metode deduksi, namun dia mengatakan bahwa deduksi adalah metode tunggal
yang sah dan memegang intuisi yang sangat diperlukan sebagai alat untuk
memperoleh pengetahuan matematika, dan proposisi matematika memiliki tingkat
yang sama dengan kepastian sebagai argumen cogito ontologis yang pasti. Bagi
Descartes matematika adalah invariabel sehubungan dengan pengandaian ontologis,
tapi begitu dibawa ke dalam konteks percobaan keraguan terlihat bahwa itu
mengandung implikasi ontologis penting yang tampak sebagai objek matematika dan
operasi mengandaikan eksistensi. Lalu Descartes menyatakan bahwa:
Saya merasa bahwa saya sekarang ada, dan ingat bahwa saya telah
ada selama beberapa waktu, apalagi, saya memiliki pikiran berbagai yang saya
bisa menghitung, melainkan dalam cara-cara yang saya mendapatkan ide-ide dari
durasi dan jumlah yang saya kemudian dapat ditransfer ke lain hal. Adapun semua
elemen lain yang membentuk ide-ide dari hal-hal jasmani, yaitu perluasan,
bentuk, posisi dan gerakan, ini tidak secara resmi terdapat dalam saya, karena
saya hanyalah menjadi pemikiran, tetapi karena mereka hanya mode suatu zat dan
saya substansi, tampaknya mungkin bahwa mereka yang terkandung dalam diriku
nyata.
Selanjutnya, Turan, H., 2004, menegaskan bahwa ketergantungan fungsional dan ontologis jumlah dan universal lain, membuat cogito di mana sebuah contoh pemikiran di mana kedua bukti dan kepastian ontologis dapat dicapai dalam satu langkah; epistemologis sebelum proposisi matematika yang mungkin , itu dianggap terpisah dari konteks percobaan keraguan dan terlihat untuk mewujudkan bukti. Menurut Turan, "saya menghitung, karena itu aku 'adalah epistemologis setara dengan' Saya berpikir, maka saya '; kedua argumen kebal untuk diragukan, namun si jenius jahat memang bisa membuat saya salah karena saya menghitung pikiran saya atau penampilan, tetapi tidak bisa menipu saya dalam kesimpulan saya menarik adanya fakta bahwa saya menghitung sudah cukup untuk membuktikan bahwa aku ada terlepas dari apakah saya menghitung atau menambahkan atau melakukan operasi matematika secara keliru. Turan menyimpulkan bahwa situasi ontologis didirikan oleh eksperimen keraguan Cartesian telah membawa kendala epistemologis yang serius; eksperimen menemukan bahwa sarana epistemologis memungkinkan kita untuk mempekerjakan untuk pindah secara ontologis lebih lanjut, tentulah harus menjadi salah satu sumber daya yang tepat dari situasi ontologis yang telah membatasi dirinya untuk tujuan epistemologis, dalam kata lain, standar epistemologis eksperimen harus sesuai dengan yang ditentukan oleh pengaturan ontologis percobaan keraguan. Turan mencatat bahwa eksperimen menemukan nya sendiri dengan hal-hal yang bisa kita sebut persepsi atau pikiran, di sebuah sudut pandang dari mana dia membuktikan kejadian persepsi dan pikiran dan tidak bisa tahu dengan baik bagaimana mereka dibeli, sedangkan Descartes karena itu bisa tergantung hanya pada berpikir bahwa ia memiliki persepsi atau pikiran dalam penyelidikan epistemologis untuk mendirikan sebuah kepastian yang tidak dapat dipengaruhi oleh argumen dari percobaan keraguan.
Selanjutnya, Turan, H., 2004, menegaskan bahwa ketergantungan fungsional dan ontologis jumlah dan universal lain, membuat cogito di mana sebuah contoh pemikiran di mana kedua bukti dan kepastian ontologis dapat dicapai dalam satu langkah; epistemologis sebelum proposisi matematika yang mungkin , itu dianggap terpisah dari konteks percobaan keraguan dan terlihat untuk mewujudkan bukti. Menurut Turan, "saya menghitung, karena itu aku 'adalah epistemologis setara dengan' Saya berpikir, maka saya '; kedua argumen kebal untuk diragukan, namun si jenius jahat memang bisa membuat saya salah karena saya menghitung pikiran saya atau penampilan, tetapi tidak bisa menipu saya dalam kesimpulan saya menarik adanya fakta bahwa saya menghitung sudah cukup untuk membuktikan bahwa aku ada terlepas dari apakah saya menghitung atau menambahkan atau melakukan operasi matematika secara keliru. Turan menyimpulkan bahwa situasi ontologis didirikan oleh eksperimen keraguan Cartesian telah membawa kendala epistemologis yang serius; eksperimen menemukan bahwa sarana epistemologis memungkinkan kita untuk mempekerjakan untuk pindah secara ontologis lebih lanjut, tentulah harus menjadi salah satu sumber daya yang tepat dari situasi ontologis yang telah membatasi dirinya untuk tujuan epistemologis, dalam kata lain, standar epistemologis eksperimen harus sesuai dengan yang ditentukan oleh pengaturan ontologis percobaan keraguan. Turan mencatat bahwa eksperimen menemukan nya sendiri dengan hal-hal yang bisa kita sebut persepsi atau pikiran, di sebuah sudut pandang dari mana dia membuktikan kejadian persepsi dan pikiran dan tidak bisa tahu dengan baik bagaimana mereka dibeli, sedangkan Descartes karena itu bisa tergantung hanya pada berpikir bahwa ia memiliki persepsi atau pikiran dalam penyelidikan epistemologis untuk mendirikan sebuah kepastian yang tidak dapat dipengaruhi oleh argumen dari percobaan keraguan.
Podnieks, K., 1992, menguraikan bahwa sebelum Kant, matematika dipandang sebagai dunia empiris, tetapi khusus dalam satu cara penting yang sifat yang diperlukan dunia ditemukan melalui bukti matematika, namun untuk membuktikan sesuatu yang salah, seseorang harus menunjukkan hanya bahwa dunia mungkin berbeda. Dalam hal masalah epistemologis, Posy diberitahu bahwa ilmu pada dasarnya merupakan generalisasi dari pengalaman, tetapi hal ini dapat memberikan hanya pilihan saja, sifat yang mungkin dari dunia yang itu bisa saja sebaliknya. Di sisi lain, ilmu pengetahuan hanya memprediksi bahwa masa depan akan mencerminkan masa lalu, sedangkan matematika adalah tentang dunia empiris, tetapi biasanya metode untuk pengetahuan berasal dari pengetahuan kontingen, bukan keharusan bahwa matematika murni memberi kita, dalam jumlah, Posy menyimpulkan bahwa Kant ingin pengetahuan yang diperlukan dengan pengetahuan empiris. Posy kemudian menguraikan langkah yang dilakukan oleh Kant dalam memecahkan masalah dalam beberapa langkah: pertama, bahwa obyek dalam dunia empiris merupakan penampakan atau fenomena di mana, secara alami, mereka hanya memiliki sifat bahwa kita mengenal mereka dari pengalaman, mereka bukanlah hal dalam diri mereka. Posy menemukan bahwa Kant mengatakan kita harus menjadi seorang idealis di mana sifat dari obyek adalah hanya apa yang dipahami, tidak ada sifat obyek yang berada diluar pengalaman kita. Kedua, Kant menyarankan untuk membangun ke dalam pikiran kita dua bentuk intuisi dan persepsi sehingga setiap persepsi yang kita miliki adalah terbentuk oleh bentuk Ruang dan Waktu, menurut Kant,ini, sebenarnya, bagian dari pikiran, dan bukan sesuatu pikiran mengambil dari pengalaman; dan dengan demikian, objek empiris selalu bersifat spasio-temporal.
Selanjutnya, Posy, C., 1992,
menunjukkan bahwa, menurut Kant, kita mengenal sifat spasio-temporal dengan
cara a priori, dan dalam mempelajari sifat spasio-temporal, kita hanya
mempelajari diri kita sendiri, dan kemampuan persepsi kita. Menurut Kant,
matematika hanyalah ilmu yang mempelajari sifat spasio-temporal dari objek
dengan mempelajari sifat ruang dan waktu; dan dengan demikian, matematika
adalah belajar dari bentuk abstrak persepsi. Dalam hal ide ke takhinggan maka
hukum-hukumnya tidak tunduk pada persepsi, Kant, seperti yang ditunjukkan oleh
Posy, membuat perbedaan antara intuisi empiris yaitu intuisi dari indera yang
selalu terbatas dan intuisi murni. Posy menunjukkan bahwa studi tentang
kemungkinan intuisi empiris di mana batas yang terbatas tidak diperkenalkan di
kedua arah, dan matematika tidak menangani hal ini. Menurut Kant matematika memungkinkan
membagi interval kecil dan perluasan interval besar, ini berarti kita bisa
mendiskusikan jumlah yang lebih kecil dan lebih kecil tanpa memperkenalkan
jumlah terkecil misalnya jika kita ingin membuktikan interval ini dibagi, kita
dapat melakukan ini dengan memilih interval; menunjukkan itu habis dibagi, dan
abstrak dari ukuran sebenarnya, dan biarkan mewakili gagasan interval dipahami.
Kant menyatakan bahwa matematika
murni, sebagai kognisi a priori, hanya mungkin dengan mengacu pada benda selain
yang diindra, di mana, di dasar intuisi empiris mereka terletak sebuah intuisi
murni (ruang dan waktu) yang a priori. Kant mengklaim bahwa ini mungkin, karena
intuisinya yang terakhir tidak lain adalah bentuk sensibilitas belaka, yang
mendahului penampilan yang sebenarnya dari objek, dalam hal ini, pada
kenyataannya, membuat mereka mungkin; namun ini merupakan kemampuan berintuisi
a priori yang mampu memahami fenomena non fisik. Kant menggambarkan bahwa dalam
prosedur biasa kita memerlukan pengetahuan geometri, bahwa semua bukti tentang
similaritas dari dua benda yang diberikan akhirnya akhirnya diperoleh; yang
ternyata tidak lain bahwa bukti itu sampai pada intuisi langsung, dan intuisi
ini harus murni, dan bersifat a priori. Jika proposisi tidak mempunyai
kebenaran matematika yang tinggi, maka hal tersebut tidak dapat disimpulkan
dari hanya memperoleh kepastian empiris saja. Kant lebih jauh menyatakan bahwa
di mana-mana ruang memiliki tiga dimensi, dan pada suatu ruang berlaku dalil bahwa
tidak lebih dari tiga garis lurus dapat memotong pada sudut yang tepat di satu
titik.
---SELESAI---
Diambil
dari : https://www.google.de/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CCAQFjAAahUKEwiQ6-W5qKvHAhWDTo4KHWz4C0k&url=http%3A%2F%2Fstaff.uny.ac.id%2Fsites%2Fdefault%2Ffiles%2Fpendidikan%2FMarsigit%2C%2520Dr.%2C%2520M.A.%2FMarsigit_Sejarah%2520dan%2520Filsafat%2520Matematika.doc&ei=AE_PVZDrHoOduQTs8K_IBA&usg=AFQjCNH9A3d-pZqr4WcSPq3QPDI7FBbrsw
REFERENCE
------, 1999, Category Theoretic
Perspectives on the Foundations of Mathematics, RBJ, http://www.rbjones.com/rbjpub/rbj.htm
-------,
2003, Aristotelian Logic, Wikipedia, the free encyclopedia, http://en.wikipedia.org/wiki/GNU_FDL
-------,
2003, Cognitive science of mathematics, Wikipedia, the free encyclopedia. http://en.wikipedia.org/wiki/GNU_FDL
-----,
2003, Quasi-empiricism in mathematics,
Wikipedia, GNU Free
Documentation License.
------,
2003, Second-Order Logic, Wikipedia,
the free encyclopedia, http://en.wikipedia.org/wiki/GNU_FDL
-------,
2003, Term Logic, Wikipedia, the free encyclopedia, http://en.wikipedia.org/wiki/ GNU_FDL
--------,
2004, A philosophy of mathematical truth,
Mountain Math Software, webmaster@mtnmath.com
--------,
2004, Expanding Mathematics, Mountain
Math Software, webmaster@mtnmath. com
--------,
2004, Extending mathematics, Mountain
Math Software, webmaster@mtnmath. com
-------,
2004, Logical Operator, Wikipedia,
the free encyclopedia, http://en.wikipedia.org/
wiki/GNU_FDL
-------,
2004, Value and Quantity, http://home.mira.net/~andy/works/value.htm
-------,
2004, Formal mathematics, Mountain
Math Software, webmaster@mtnmath.com
, Paideia, Philosophy of Mathematics, aweir@clio.arts.qub.ac.uk
, RBJ,
http://www.rbjones.com/rbjpub/rbj.htm
-------,1997,
Category Theory
and The Foundations of Mathematics
-------,1997,
Foundations of mathematics Wikipedia, the free encyclopedia. http://en.wikipedia.org/wiki/GNU_FDL
-------,1997,
Method of Formal Logical Analysis,
RBJ, http://www.rbjones. com/rbjpub/rbj.htm
-------,1997,
The Philosophy of Mathematics, RBJ,
http://www.rbjones. com/rbjpub/rbj.htm
-------,1998,
Mathematical Logicism, RBJ, http://www.rbjones.com/rbjpub/rbj.htm
-------,2004, Non-Euclidean Geometry, http://www.geocities.com/CapeCanaveral/
/philosophy/hilbert.htm
Bell, J., 2000, Infinitary Logic, Stanford Encyclopedia of Philosophy, http://plato. standford.edu/cgi-
Bell, J., 2000, Infinitary Logic, Stanford Encyclopedia of Philosophy, http://plato. standford.edu/cgi-
bin/encyclopedia/archinfo.cgi?entry/wcp/MainMath.htmarchinfo.cgi?entry
Berggren,
J.L., 2004, The Foundation of
Mathematics: Mathematics in ancient Mesopotamia,
Encyclopaedia Britannica, http://www.google.search
Berggren,
J.L., 2004, The Foundation of
Mathematics: Mathematics during the Middle Ages
and
Renaissance, Encyclopaedia Britannica,
http://www.google.search
Berkeley,
G., 1735, A Defence Of Free-Thinking In
Mathematics, http://www. maths.tcd.ie/~dwilkins/Berkeley/
Bold, T.,
2004, Concepts on Mathematical Concepts,
http://www.usfca.edu/philosophy/
discourse/8/bold.doc.
Boole, G.,
1848, The Calulus of Logic, Cambridge
and Dublin Mathematical Journal
Vol. III , pp. 183-98, Transcribed by D.R. Wilkins , Wikipedia, the free encyclopedia,
Vol. III , pp. 183-98, Transcribed by D.R. Wilkins , Wikipedia, the free encyclopedia,
Bridges,
D., 1997, Constructive Mathematics,
Stanford Encyclopedia of Philosophy, http://plato.standford.edu/cgi-bin/encyclopedia/archinfo.cgi?entry=constructive- mathematics
Burris, S.,
1997, Principia Mathematica: Whitehead and Russell, http://www.thoralf. uwaterloo.ca/htdocs/atext.htm#primcipia
Carnap, R.,
1998, Logical Syntax, RBJ, http://www.rbjones.com/rbjpub/rbj.htm
courses/factual/papers/YabloNominalistdaniel.stoljar@colorado.edu
Davis and Hersh, 2004, Math Proof, http://www.calvin.edu/~rpruim/ courses/m100/S03/ activities/proof.pdf.
Field, H., 1999, Which Undecidable Mathematical Sentences Have Determinate Truth Values?, RJB,
Davis and Hersh, 2004, Math Proof, http://www.calvin.edu/~rpruim/ courses/m100/S03/ activities/proof.pdf.
Field, H., 1999, Which Undecidable Mathematical Sentences Have Determinate Truth Values?, RJB,
Encyclopedia
of Philosophy, http://plato.standford.edu/cgi-bin/encyclopedia/
Folkerts,
M., 2004, Mathematics in the 17th and
18th centuries, Encyclopaedia Britannica,
Ford &
Peat, 1988, Mathematics as a language,
Wikipedia, the free encyclopedia,
Galton, A.,
2003, Temporal Logic, Stanford Encyclopedia of Philosophy,
http://plato. standford.edu/cgi-bin/encyclopedia/archinfo.cgi?entry
Garson, J.,
2003, Modal Logic, Stanford Encyclopedia of Philosophy,
http://plato. standford.edu/cgi-bin/encyclopedia/archinfo.cgi?entry
Godel, K.,
1961, The modern development of the
foundations of mathematics in the light of
philosophy, Source:
Kurt Gödel, Collected Works,
Volume III (1961), Oxford University
Press, 1981, http://www.marxist.org/reference/subject/
Hammer,
E.M., 1996, Pierce’s Logic, Stanford
Encyclopedia of Philosophy, http://plato.standford.edu/cgi-bin/encyclopedia/archinfo.cgi?entry
Harrison,
J., 1996, The History of Formal Logic,
http://www.rbjones.com/rbjpub/rbj.htm
Hempel,
C.G., 2001, On the Nature of Mathematical
Truth, http://www.ltn.lv/ ~podniek/gt.htm
Hilbert,
D., 1972, The Foundations of Mathematics,
Source: The
Emergence of Logical Empiricism
(1996),Garland Publishing Inc, http://www.marxist.org/reference/ subject
Irvine,
A.D., 1997, Russell's Paradox, Stanford
Encyclopedia of Philosophy, http://plato.standford.edu/cgi-bin/encyclopedia/archinfo.cgi?entry
Irvine,
A.D., 2003, Principia Mathematica,
Stanford Encyclopedia of Philosophy, http://plato.standford.edu/cgi-bin/encyclopedia/archinfo.cgi?entry=principia
mathematica
Jones,
R.B.,1997, A Short History of Rigour in Mathematics, http://www.rbjones. com/rbjpub/rbj.htm
Kalderon,
M.E., 2004, The Foundations of Arithmetic,
http://www.kalderon. demon.co.uk/FA.pdf.
Kant, I.,
1787, The Critic of Pure Reason: First
Part, Transcendental Aesthetic, ranslated
by by F.
Max Muller
Kemerling, G., 2002, Formal Logic,
http://www.philosophypages.com/lg/
Kemerling, G., 2002, Logical
Positivism, http://www.philosophypages.com/lg/
Kemerling,
G., 2002, Russell: Philosophy as Logical
Analysis, http://www. philosophypages.com/refferal/contact.htm
Knorr,
W.R., 2004, Mathematics in medieval
Islām, Encyclopaedia Britannica, http://www.google.search
Koetsier,
T., 1991, Lakatos' Philosophy of
Mathematics, A Historical Approach, http://www.xiti.com/xiti.asp?s78410
Lakatos, I., and Tymoczko,T., 2004, Philosophy of mathematics, Wikipedia, the free encyclopedia,
http://en.wikipedia.org/wiki/GNU_FDL
Landry, E.,
2004, Semantic Realism: Why
Mathematicians Mean What They Say,
Langer,
S.K., 1997, Symbolic Logic, Murray
Cumming, http://www.
murrayc.com/index
Linnebo, Ø,
2004, Review of Stewart Shapiro,
Philosophy of Mathematics: Structure and Ontology,http://www.google.com/search?q=cache:TbGbWdk902cJ:folk.uio.no/oy steinl/SS.pdf++structure+mathematics+philosophy&hl=en&ie=UTF-8
Linsky, B.,
2001, Logical Construction, Stanford
Encyclopedia of Philosophy, http://plato.standford.edu/cgi-bin/encyclopedia/archinfo.cgi?entry
Litlangs,
2004, Math Theory, Poetry Magic,
editor@poetrymagic.co.uk
Mares, E.,
1998, Relevance Logic, Stanford
Encyclopedia of Philosophy, http://plato.standford.edu/cgi-bin/encyclopedia/archinfo.cgi?entry
mathsf/journalf/jul99/art1
Moschovakis,
J., 2002, Intuitionistic Logic, Stanford Encyclopedia of Philosophy, http://plato.standford.edu/cgi-bin/encyclopedia/archinfo.cgi?entry=logic-intuitionistic
Mrozek, J.,
2004, The Problems of Understanding Mathematics,
Paideia Philosophy of Mathematics,
http://www.bu.edu/wcp/Papers/Math/MathMroz.htm#top
Muller,
F.A., 1998, Abstract of Structuralism and
Mathematics, http://validator.w3.org/
check?uri=http://www.phys.uu.nl/~wwwgrnsl/abstracts/m ulle981106.html
Nikulin, D., 2004, Platonic Mathematics: Matter,
Imagination and Geometry-Ontology, Natural
Philosophy and Mathematics in Plotinus, Proclus and Descartes, http://www.amazon.com/exec/obidos/AZIN/075461574/wordtradecom
O’Connor,
J.J and Robertson, E.F., 1999, Pythagoras
of Samos, http://www- history.mcs.st-
andrews.ac.uk/history/Mathematicians/Pythagoras.html
O’Connor,
J.J and Robertson, E.F., 2000, Pythagoras's theorem in Babylonian mathematics,
Oddie, G., 2001, Truthlikeness, Stanford Encyclopedia of
Philosophy, Paideia, Philosophy of Mathematics,
elaine@philo.mcgill.ca
Peckhaus,
V., 2004, 19th Century Logic between
Philosophy and Mathematics, http:// www.phil.unierlangen.de/~p1phil/personen/peckhaus/texte/logic_phil_math.html
Peterson,
I., 1998, The Limits of Mathematics,
The Mathematical Association of America, http://www.sciencenews.org/
Gray, J.J.,
2004, Mathematics in China and Japan,
Encyclopaedia Britannica, http://www.google.search
Pietroski,
P., 2002, Logical Form, Stanford
Encyclopedia of Philosophy, http://plato. standford.edu/cgi-bin/encyclopedia/archinfo.cgi?
Platonic
Solids, http://math.unipa.it/~grim/SiSala2.PDF.
Podnieks,
K., 1992, Platonism, Intuition And The Nature Of Mathematics,
http://www.ltn.lv/~podnieks/gt.html
Podnieks,
K., 1992, Himpunan theory, axioms,
Zermelo, Fraenkel, Frankel, infinity, Cantor, Frege,
Russell, paradox, formal,
axiomatic, Russell paradox, axiom, axiomatic himpunan theory,
comprehension, axiom of
infinity, ZF, ZFC, http://www.ltn.lv/ ~podnieks /gt.html
Polski,
2003, Mathematical proof, http://www.ltn.lv/~podnieks/gt.html
Posy, C.,
1992, Philosophy of Mathematics, http://www.cs.washington.edu/
homes/ gjb.doc/philmath.htm
Priest, G.,
and Tanaka, K., 2000, Paraconsistent
Logic, Stanford Encyclopedia of Philosophy,
Reed, I.,
1998, An overview of Babylonian
mathematics, The Math Forum, http:// mathforum.org/
Ross, D.S.,
2004, Foundation Study Guide,
http://www.ideas/philosophy.asp
Ross, K.L.,
1999, The Ontology and Cosmology of Non-Euclidean Geometry, http:// www.friesian.com/ross/
Rowland,
T., 2000, Rational and Irrational Numbers,
http://www.nrich.math.org.uk/
Shalizi,
C., 1996, The Bactra Review: Occasional
and eclectic book reviews: Mathematical
Logic
by
Willard Van Orman Quine Revised Edition, Harper & Row, 1962, http://www.bu.edu/wcp/Papers/Math/Mathland.htm
Shapiro, S,
2000, Classical Logic, Stanford Encyclopedia of Philosophy,
http://plato. standford.edu/
cgi-bin/encyclopedia/archinfo.cgi?entry=logic-classical
Shook,
J.R., 2002, Dewey and Quine on the Logic
of What There Is, Stanford Encyclopedia
of
Philosophy, http://plato.standford.edu/cgibin/encyclopedia/
Stefanik,
1994, Structuralism, Category Theory and
Philosophy of Mathematics, Washington:
MSG
Press, http://www.mmsygrp.com/mathstrc.htm
Swoyer, C.,
2000, Uses of Properties in the
Philosophy of Mathematics, Stanford
Thompson,
P.,1993, The Nature And Role Of Intuition In Mathematical
Epistemology, University
College, Oxford University, U.K,
E-Mail: Thompson@Loni.Ucla.Edu
Turan, H.,
2004, The Cartesian Doubt Experiment and
Mathematics,http://www.bu.edu
Weir A.,
2004, A Neo-Formalist Approach to
Mathematical Truth, http://en. wikipedia.org/wiki/GNU_FDL
Wilkins ,
D.R., 2004, Types of
Mathematics, http://www.maths.tcd.ie/~dwilkins/
Yablo, S.,
2004, Why I am Not a Nominalist, http://www.nyu.edu/gsas/dept/philo/
Zalta,
E.N., 2003, Frege's Logic, Theorem, and
Foundations for Arithmetic, Stanford Encyclopedia
of Philosophy, http://plato.standford.edu/cgi-bin/encyclopedia/
Tugas
- Membuat ARTIKEL HAKIKAT MATEMATIKA, FILSAFAT MATEMATIKA, DAN FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA
- Membuat Makalah , Ppt , untuk dipresentasikan , kemudian file file dikirim ke email saya
- Meringkas materi tersebut diatas ditulis di kertas folio bergaris dikumpulkan saat UTS
0 Komentar