![]() |
diambil dari muslim.or.id |
Delapan hari lagi sudah dipenghujung tahun
nih. Pergantian tahun secara masehi dari 2016 ke 2017 sudah di depan mata. Apa
yang mau kita kerjakan? Apa yang harus kita lakukan? Eh sama saja ya, he he.
Refleksi apa yang harus kita ketahui dari sejarah Tahun Baru 1 Januari ini Itu
maksud pertanyaan saya.
Gimana sih sejarahnya? Ternyata, sejak abad
ke 46 SM Raja Romawi Julius Caesar, setelah ditetapkan 1 Januari sebagai Awal
Permulaan tahun. Orang Romawi mempersembahkan hari 1 Januari kepada JANUS, Dewa segala
gerbang pintu-pintu dan permulaan (waktu). Bulan Januari diambil dari nama Janus sendiri,
yaitu dewa yang memiliki dua wajah, Satu wajah menghadap ke (masa) depan dan
satu wajah lagi menghadap ke (masa) lalu".(Diambil dari the world
book Encyclopedia Vol 14 hal 237)
Yang merayakan Malam Tahun Baru dengan cara
apa pun, yang mereka ikuti adalah Kaum Penyembah berhala (Paganis) yang
merayakan HARI JANUS, dengan mengitari api unggun, meniup terompet berpesta dan
bernyanyi bersama.
Saat ini, tahun baru 1 Januari telah
dijadikan sebagai salah satu hari suci umat Kristen. Namun kenyataannya, tahun
baru sudah lama menjadi tradisi sekuler yang menjadikannya sebagai hari libur
umum nasional untuk semua warga Dunia.
Pada mulanya perayaan ini dirayakan baik
oleh orang Yahudi yang dihitung sejak bulan baru pada akhir September.
Selanjutnya menurut kalender Julianus, tahun Romawi dimulai pada tanggal 1 Januari.
Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes,
seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan
baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan
orang-orang Mesir.
Lalu, Paus Gregorius XIII mengubahnya
menjadi 1 Januari pada tahun 1582 dan hingga kini seluruh dunia merayakannya
pada tanggal tersebut. Pada tanggal 1 Januari orang-orang Amerika
mengunjungi sanak-saudara dan teman-teman atau nonton televisi: Parade Bunga
Tournament of Roses sebelum lomba futbol Amerika Rose Bowl dilangsungkan di
Kalifornia; atau Orange Bowl di Florida; Cotton Bowl di Texas; atau Sugar Bowl
di Lousiana. Di Amerika Serikat, kebanyakan perayaan dilakukan malam sebelum
tahun baru, pada tanggal 31 Desember, di mana orang-orang pergi ke pesta atau
menonton program televisi dari Times Square di jantung kota New York, di mana
banyak orang berkumpul.
Pada saat lonceng tengah malam berbunyi, sirene
dibunyikan, kembang api diledakkan dan orang-orang meneriakkan “Selamat Tahun
Baru” dan menyanyikan Auld Lang Syne.Di negara-negara lain, termasuk Indonesia?
Sama saja!
Sesungguhnya bagi kita, orang Islam,
merayakan tahun baru Masehi, tentu saja akan semakin ikut andil dalam menghapus
jejak-jejak sejarah Islam yang hebat. Sementara beberapa pekan yang lalu, kita
semua sudah melewati tahun baru Muharram, dengan sepi tanpa gemuruh apapun. (https://www.eramuslim.com/fokus/tahun-baru-masehi-sejarah-kelam-penghapusan-jejak-islam.htm#.WFx9GdJ97hk). Sungguhkah ini adil bagi kita umat
islam? Benar kita memang tidak merayakan ala kaum hedonis. Bahkan justru jadi
refelksi diri, sudahkah kita lebih baik dari tahu sebelumnya?
Bukan justru malah meniru Kaum Paganis
Romawi yang merayakan Malam Tahun Baru dan dikenal dengan Hari Janus. Buat yang
tidak melaksanakan dan istiqomah, bersyukurlah, terus berkomitmen untuk itu
sesuai dengan Qs. 6:161-163:"Katakanlah (Muhammad)! 'Sesungguhnya Rabbku
telah memberiku petunjuk ke jalan yg lurus, agama yg benar, agama Ibrahim yg
lurus.Dia Ibrahim tdk termasuk orang2 musyrik'.
"Katakanlah(Muhammad)! 'Sesungguhnya
shalatku, ibadahku dan matiku hanya-lah untuk Allah,Rabb semesta alam. Tidak
ada sekutu bagiNya, dan demikianlah yg diperintahkan kepadaku dan aku adlh
orang yg pertama tama berserah diri(muslim)" Qs.6:79,
"Sesungguhnya aku hadapkan wajahku kpd
Allah, yg menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama
yang benar. Dan aku bukanlah termasuk orang orang musyrik". (1/1/2013) [Diambil
dari tausyah renungan Ust. Badrusalam, Lc]
Saya menghormati semua agama di dunia ini.
Sejauh lakum dinukum waliyadin, bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Selama
muamalah kita tidak mengganggu aqidah kita why not?. Alhamdulillah sampai
sekarang hubungan saya dengan rekan beda agama tetap terjalin, sejauh kami
saling menghormati keyakinan dan pemahaman masing, tanpa mempengaruhi hubungan
silaturahmi. Indahnya persahabatan dan persaudaraan dalam agama bukan berarti harus
menggadaikan aqidah kita. Saat silaturahmi justru kita saling menyemangati satu
sama lain. Yang penting adalah beragama, yang salah yang tidak beragama. Karena
naluriah manusia adalah merindukan pimpinan dan bimbingan secara ruhani.
Masalah cara dia memilih sesuai dengan keyakinan itu kembali kepada keyakinan
masing-masing.
Yuk jadikan penutup tahun masehi ini dan memulai tahun muharram sebagai awal kembali refeleksi kita. Sudahkah kita lebih baik? lebih siap? Jika Allah ambil nyawa yang dititipkan kepada kita, yang dipinjamkan untuk kita mengarungi dunia dan seisinya dengan sebaik-baiknya amalan? Atau melihat saudara-saudara kita yang mendapat musibah di jelang penghujung tahun. Tidakkah ikut merasakan prihatin dan bersyukur kita dijauhkan dari keadaan itu?
1 Komentar
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus