14 Bulan Kemudian. . . (Bagian 1 )

A'raaf Gaufar Blog

14 bulan yang lalu dia milikku. Dengan segala kemanjaan dan perhatian yang membuatku tak bisa lengah sedikitpun. Yang membuat aku harus bersalto ria terhadap waktu. Selalu bersiap dengan emosi dan cemburunya. Seakan tak punya waktu untuk diri sendiri, namun aku menikmatinya itu semua darinya. Kini aku kehilangan semua, setelah dia pamit untuk kembali pulang ke rumahnya. .. . .

Hadirnya sungguh tak kuduga, saat hati dalam gundah teramat sangat. Merindukan hadirnya seorang teman dalam hidup, setelah sekian lama tangguh dalam kesendirian. Aku memang mengenalnya 2 tahun lalu, namun saat itu aku masih menolak kehadirannya. Betapa tidak, dengan perbedaan usia yang cukup jauh aku merasa tak mampu menyeimbangkan diriku. Walau berkali kali dia meminta, aku selalu mengatakan tidak untuknya. Bagiku dia lebih pantas menjadi adikku, daripada menjadi suamiku nantinya. 15 th bukanlah sedikit perbedaannya. 5 bulan lamanya dia berusaha gigih mendekatiku. Dan aku hanya mampu tersenyum manis, menolaknya secara halus.

Bulan ke enam, November tahun 2014 dia menghilang tanpa jejak. Padahal disitulah aku mulai merasakan kehilangan perhatiannya. Sapanya, telponnya . . .yang katanya kangen dengar suaraku yang seksi. Berapa kali kutelp, ku sms tak juga kunjung dijawab. Sampai akhirnya September 2015, sebuah inboks datang, saat aku tak bisa tidur memikirkan diri dan masa depan anak-anakku. Sempat aku marah sekali padanya, betapa aku telah kehilangan dirinya. Kini dia datang begitu saja, lewat inboks lagi.

Tapi berita mengejutkan datang darinya, bahwa dia terpaksa hilang dariku karena ada masalah yang membelit hidupnya. Dan kinipun masih menjalani permasalahan itu. Semua alat komunikasinya, disita dan dia harus bersabar untuk bisa menghubungiku. Akhirnya setelah hampir setahun dia baru bisa memiliki hp dan bisa menghubungiku. Awalnya dia bingung, karena semua nomer kontak hilang. Namun akhirnya terlintas idenya untuk mengirim pesan lewat inboks fbku. Padahal aku sendiri sudah memblokir dia waktu itu, karena aku menganggap dia laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Membuatku mencintainya, namun pergi begitu saja tanpa kabar tanpa berita,

Aku sempat menolak dan mengatakan aku membencinya. Dia diam saja, dan mengakui segala kesalahannya. Tetapi, dia hanya mengatakan bahwa dalam hidupnya hanya aku yang ada dalam pikirannya. Selama ini dia memiliki masalah, dan tidak ingin menyakitiku dengan keadaannya. Namun pertahanannya runtuh juga. Merasakan rindu yang sama, namun tak berdaya karena kehilangan komunikasi denganku. Kini dia sudah lebih tenang, dan tinggal menjalani masalahnya, sampai waktu itu datang. Membebaskan dirinya untuk bisa memulai hidup baru.

Gamblang dan blak-blakkan dia sampaikan. Aku sempat agak tidak percaya, namun dia mempersilahkan aku untuk menemuinya di suatu tempat, yang rasanya siapapun tidak akan pernah mau mengunjungi tempat itu. Buatku itu tantangan, aku harus membuktikan kata-katanya. Ini penting bagiku. Apalagi dia hadir kembali kini, jujur perasaan ini belum hilang. Bahkan aku merasa dia hadir saat ujung lelah doaku pada Allah. Jika aku diijinkan memiliki keluarga utuh lagi, siapapun dan apapun keadaannya aku bersedia mengabdikan hidupku ini sebagai bentuk ibadah. Dan dia hadir saat doaku terucap seperti itu dalam malam-malam heningku.

Aku tidak dapat menyembunyikan rasa sedih ini, saat menemuinya, dan melewati penjagaan berlapis. Tubuh kurus dan tirus, berbeda jauh dengan terakhir kali perjumpaan sebelum kehilangannya. Badannya yang tinggi besar, berat 95 kg. Terlihat tegap bagiku, kini, tinggal kenangan. Kami hanya mampu bertatap mata melewati jatah waktu kami yang hanya 20 menit dari yang diberikan. Dengan malu-malu dia merengkuh tubuh ini, dengan rasa rindu yang teramat sangat. Saat itulah pecah tangisku. Betapa aku juga sangat merindukannya.

"Ibu, masih ingin menjadi istriku setalah apa yang terjadi dan ibu lihat? Aku sudah tidak punya apa-apa yang bisa kubanggakan dihadapan ibu. Aku bukan pengusaha lagi, sudah habis-habisan. Aku sudah salah langkah, Aku cuma manusia nggak berguna, tidak pantas meminta ibu jadi istriku lagi." tandasnya. Aku terdiam, menahan nafas atas segala kata-katanya yang kurasa menohok jantung hatiku. Kulepaskan diri dari pelukannya. Menatap wajahnya dalam-dalam. Mencerna dengan kejujuran setiap kata-katanya tadi. Dengan mantap kukatakan" kapan mas akan menikahiku?"

Ganti dia yang kini terdiam, seakan tidak percaya kata-kataku, "Secepatnya setelah keluar dari sini. " nadanya berat tapi mantap kurasa. Dan aku melihat kelegaan di wajahnya, saat tahu aku tidak meninggalkannya, justru saat yang lain pergi. Lalu, begitu banyak kata-kata yang kami komunikasikan jelang waktu berakhir. "Terimakasih bu, mau nengokin aku." katanya dengan sedih saat tahu waktu telah berakhir. Tangannya tak lepas menggenggam tanganku, seakan tak ingin berpisah.Begitu juga denganku mas, asal kamu tahu, batinku.

Mulailah episode perjalanan cinta kami kembali kurasakan. Dengan waktunya yang lebih luang, banyak hal yang kami bicarakan. Mungkin ini hikmah dari setiap kejadian. Selama ini kami tidak pernah banyak bicara. Sibuk dengan kegiatan masing-masing. Semua rasa tertumpah dan terangkai menjadi satu. Dua minggu sekali rutin aku menjenguknya. Namun, kadang dia melarangku untuk kesana, karena kasihan dengan kesibukan mencari uang dan biaya yang dikeluarkan untuk menengok kesana tidaklah sedikit. Entahlah, aku merasa dia adalah suamiku. Dan kewajibanku untuk mendukung dan memberinya semangat. Aku tahu dia bukan orang yang bisa banyak berkata, bukan laki-laki yang romantis. Tetapi bagiku, sudah banyak perubahan. Cobaan dan waktu telah mendewasakannya. 

14 bulan kami jalani, hingga saat waktunya dia usai menjalani permasalahannya. Dia harus pulang dan kembali kerumahnya. Berat hati melepasnya. 14 bulan bukan waktu sedikit dan sebentar melewatinya. Begitu banyak kata, rasa dan pikiran tercurah di sana. Banyak janjinya dan rencananya yang di sampaikan untukku. Entahlah, aku hanya ingin pembuktian dari segala kata-katanya. Memberinya kesempatan untuk merapihkan segala yang ditinggalnya. 2 tahun meninggalkan rumah dan orangtuanya. 

Aku berusaha menahan segala gejolak dan emosi jiwa yang menguasai. Tak bisa kututupi perasaan ini, aku kehilangan dia, aku kangen dia, aku kangen sapanya. Setiap saat mata ini panas menahan air mata yang selalu mengalir tanpa permisi. Aku benci keadaan ini, tak berdaya mengatakan padanya apa yang kurasakan. Egoku berkata, jangan pulang!! Tapi aku tahu, apa hakku melarangnya. Bahkan aku yang mendorongnya untuk pulang. 14 bulan utuh 24 jam dia milikku. Setiap saat dan waktu tiada habisnya komunikasi kami. BB, WA, videocall apapun kami lakukan untuk tetap dan terus berkomunikasi. Dia sudah menganggapku istrinya, setiap saat dan setiap waktu harus tahu kemana aku pergi dan berada. Dia takut kehilanganku lagi untuk yang kedua kali. 

# Kenangan Penuh Makna 8 September 2015

Posting Komentar

3 Komentar

  1. Nama:Rizky Yasin Fadilah
    Kelas:XII ot 3
    Tugas MTK bikin cerpen


    Nopember 2014 Kelabu

    14 bulan yang lalu dia milikku.Dengan segala kemanjaan dan perhatian yang membuatku tak bisa lengah sedikit pun hadirnya sungguh tak kuduga.saat hati dalam gundah teramat sangat.Bulan ke enam.Nopember tahun 2014 dia menghilang tanpa jejak.tapi berita mengejutkan datang dari nya.bahwa dia terpaksa hilang dariku,aku sempat menolak dan mengatakan aku membencinya.
    Pertahanan runtuh juga.Gamblang dan blak-blakan dia sampaikan aku sempat tidak percaya.aku tidak dapat menyembunyikan rasa sedih ini saat menemuinya ibu masih ingin menjadi istriku setelah apa yang terjadi kapan mas akan menikahiku.Ganti dia terdiam seakan tidak percaya.Mulailah episode perjalanan cinta kami kembali kurasakan 14 bulan kami jalani hingga saat waktu nya dia usai menjalani permasalahannya aku berusaha menahan segala gejolak dan emosi jiwa yang menguasai.

    Komentarnya: saya sangat terkesan terhadap ibu ,memang sebaiknya harus begitu kalau kita cinta sama seseorang harus setia dalam suka dan duka

    BalasHapus
  2. Ahai, ini cerpen mas rizky yasin he he

    BalasHapus