Laki-laki di Mulut Gang

Pixabay.com


Hari-hari yang paling membuatku tersiksa adalah, saat melewati mulut gang untuk menyeberang jalan menuju ke arah tempat mengajar. 

Sudah hampir enam bulan lebih, aku sangat terganggu dengan kata-kata usil yang keluar dari mulut laki-laki itu. Sungguh aku tidak mengenalnya, bahkan berbicara pun tidak pernah. Enam bulan terakhir kulihat  dia sering nongkrong di depan mulut gang, layaknya tukang parkir bersama teman-temannya yang memang tukang ojek.

Dia sendiri bukan tukang ojek. Entah apa pekerjaan utamanya, bukan urusanku. Tapi hampir setiap pagi saat berangkat mengajar, dia selalu ada. Bisa sih kuabaikan. Tapi, terkadang suka heran mengapa ada laki-laki seperti itu. Sudah semakin tua bukannya makin nice dan santun, malah semakin usil mulutnya.

Hari ini rasanya ingin meledak dan berteriak, "Pak diam kenapa sih itu mulut! Bapak perempuan ya??" Tapi kali ini aku kembali hanya menelan ludah menahan kesal. Antara fokus menyebrang dan mendengar ocehannya. Apa yang salah sih denganku, sampai harus mengoceh tidak jelas setiap aku lewat??

Sesekali lewat dengan suami yang mengantarku pagi itu dengan motornya yang bergaya anak muda. Kupikir tidak akan berani bicara apapun, ternyata sama saja. Setengah ngedumel dia berteriak kepada temannya seakan meneriaki kami. "Et dah mentang-mentang pengantin baru, ga nahan lihat boncengannya kaya anak mude aje!"

Pagi ini kudengar lagi ocehannya. Beraninya teriak ke temannya. "Sebrangin Dul, penganten baru inih. Nanti kenapa-napa berabe kite. Kite yang nungguin eh die malah kawin sama yang lainnya." Duh, kuping ini benci sekali mendengarnya. Siapa sih kamu pak, aku kan nggak pernah menggoda siapapun di masa menjandaku. Bahkan saat mengakhiri masa kesendiriankupun aku tidak pernah gembar-gembor ke siapapun. Di perumahan ini, terlebih usiaku tak lagi muda saat menikah lagi.

Hanya di depan anak-anak, adik-adik ku dan pengurus RT setempat. Serta sahabat-sahabat yang menyaksikan pernikahan sederhanaku. Dimana letak salahku, aku memang tidak pernah mengenal aktif dunia luar. Pekerjaanku sebagai guru privat, maupun organisatoris di luar cukup menyita waktuku. Tak pernah punya waktu untuk berkumpul dengan tetangga.

Apalagi, sebagai orang yang hanya mengontrak di perumahan itu (Padahal sudah sejak 2011), sangat mengerti penghargaan penghuni gang tersebut sangatlah minim. Entah apa yang membuat mereka begitu diskriminasi pada penghuni tidak tetap. Jadi saat aku menikah seperti itu dan memang tidak mengenal siapapun, tidak ada yang salah bukan? Lalu mengapa dengan laki-laki itu. Dibilang tidak waras, nggak juga sih. Tapi kadang aku meragukan keadaannya.

Jangan-jangan aku sendiri yang ikut gila memikirkannya. Pernah kukeluarkan pada suamiku, tapi suamiku hanya tertawa dan meledekku. Penggemar gelap ibu saja kali, sudah jangan dimasukkan dalam hati. Nanti ibu stress lagi katanya. Ah sudah lah, lalu sampai kapan harus kudengar ocehannya laki-laki itu entahlah. . . .

Postingan ini diikutsertakan dalam One Day One Post bersama Estrilook Community'.

Posting Komentar

0 Komentar