Menjemput Takdir Poligamiku (1)



Menikah adalah sesuatu yang kutunggu sebagai ibadah-Nya. Menebus segala kesalahan dalam hidup. Menghidupkan kematian panjang hati dan perasaan setelah kuabdikan pada perjalanan kehidupan kedua orangtua dan saudara-saudaraku.

Tidak ada yang tahu rahasia dalam kehidupan manusia. Takdir, maut, rejeki dan jodoh, sesuatu yang belum bisa kubaca keniscayaannya. Walau arah dan tujuannya, bisa di rencanakan sebelumnya sebagai ikhtiar. Namun, lompatan dan melesetnya terkadang tak dikira. Namun bukan untuk disesali. Hanya memahami, bahwa daun jatuh pun Allah berada dibalik rencana itu.

Allah sebagai grand design perjalanan hidupku itu adalah sesuatu yang tak mungkin kupungkiri dalam pikiran manusiaku. Dipertemukan sebagai suatu kemustahilan, namun diantara milyaran manusia, sosokmu hadir menjadi bagian rencana-Nya. Di usia yang tak lagi ranum untuk kau sunting, bahkan tak meyakini niatanmu mas. Inboks usil menjadi pembuka untuk pertemuan kita.
Aku sadar, secara terbuka tak pernah kutunjukkan bahwa aku adalah single. Bahkan proklamir kesendirian pun selalu kuhindari. Aku tahu sebagai wanita lemah, yang terkadang mudah termakan perhatian dan bujuk rayu musang berbulu domba. Yang banyak menebar pesona baik dalam dunia nyata maupun Maya. Terlebih dengan tanggung jawabku, hampir jarang bersilaturahmi dengan siapapun. Hanya media sosial yang jadi penghubungku.

Kemajuan Teknologi memaksa eksistensiku untuk berkarya dan belajar lagi via medsos. Disitulah aku bertemu denganmu, mas. Entah apa tujuanmu saat itu. Kulihat profilmu, kamu orang yang menyukai bicara tentang agama. Kamuflase? Entah. Bukan hakku menghakimi siapapun.
Hanya, profesiku menuntutku untuk selalu menjaga image dan brand yang baik. Selain, aku membangun brandingku sebagai wanita baik, memotivasi dan memimpin. Aku mulai menikmati itu sejak, 2003 kuyakini jalanku adalah passionku. Mencintai dunia pendidikan melebihi cintaku pada diriku sendiri.

Sebagai wanita, aku cukup sempurna. Dengan tiga jagoan yang sedang beranjak dewasa, tangguh untuk menghadapi segala deraan ujian satu demi satu. Memiliki bimbingan belajar pribadi, senang ngemsi bahkan jadi profesi tambahan. Jadwal privat yang berkejaran, onlineshop serta tugas sebagai mahasiswa S-2 pun kusandang. Namun terkadang, justru aku merasa kesepian ditengah padatnya kesibukan.  Ada kerinduan untuk bermanja dan mendapat perhatian dari pasangan halal.

Maklum secara sejak 2002, aku sudah melakoni hidup garing sendiri. Menanggung tiga jagoan dan hutang piutang yang seharusnya tak kuhadapi. Bukan perbuatanku, tapi dipaksa ikhlas menyelesaikan satu demi satu. Bukan tanpa rasa menghadapi nya. Namun, semua kutekan dalam-dalam demi tiga jagoan yang kusayang. Amanah yang Allah berikan setelah memohon pada-Nya untuk diamanahi keturunan penerus kebanggaan orangtua.

Sampai pada puncaknya kuhadapi peristiwa demi peristiwa yang mengiris perasaan  kewanitaanku. Hanya Allah dan bantal yang menjadi tempat menumpahkan 1000 rasa yang menyesakkan dada. Kadang bimbang meraja untuk mengakhiri kehidupan. Tapi bagaimana dengan tiga jagoan? Haruskah kehilangan sosok yang selama ini begitu dekat bersama mereka sejak lahir hingga kini beranjak dewasa? Ah tak sanggup membayangkan itu.
Namun, menjalani itu bagaikan hidup di atas bara.

Postingan ini diikutsertakan dalam One Day One Post bersama Estrilook Community'.

Posting Komentar

0 Komentar