MENULIS ADALAH SEDEKAH





Kenapa sepuluh tahun belakangan ini saya sangat suka menulis? Tentu, ada maksudnya bukan? Apalagi 3-4 tahun belakangan ini begitu intensif sekali.

Bukan tanpa maksud mengapa saya ingin sekali menulis dan terus menulis. Motivasinya adalah:

1. Keinginan yang Tertunda

Kenyataannya sejak kecil saya suka sekali menulis. Berawal dari kebiasaan papah yang membiasakan kami membaca, dimulai dari komik dan koran langganan keluarga setiap hari.
Awal-awal sih cuek, tapii seiring semakin bisa membaca, dan sering melihat papa asyik mengisi TTS jadilah saya tergoda. TTS itu hanya ada di hari Minggu saja, jadi buat saya sementara satu Minggu sekali membaca. Eh berlanjut ada cerbung setiap hari yang kalau diikuti kok asyik yaa, mulailah setiap hari membacanya.

Sempat dimuat tulisan saya di koran langganan di rumah yaitu SUARA PEMBAHARUAN sekelas KOMPAS lah, namun terhenti karena tidak tahan ejekan mamah dan saudara-saudara karena suka membaca diari saya di depan saudara yang lain.
Tapi saya menyimpan keinginan kelak suatu saat akan menulis lagi.

2. Dapat hadiah diary atau notes dari Panti Asuhan.

Kecil saya memang beragama kejawen, jadi belum mengerti dan dimengertikan tentang apapun. Mengaji juga sebatas pakai kerudung tipis dan kain kode (kata orang Sumbar juga sejenis kain yang suka dipakai orang Madura). Dengan baju pendek alakadarnya.

Setiap Natalan, saya dan anak-anak di kampung saya kecil waktu itu, sering diundang oleh orang Gereja. Mendengarkan nyanyi-nyanyi an rohani setelah itu diberi makanan dan hadiah. Saya sampai sekarang masih sedikit hapal lagu-lagu rohani   Kristen. Tanpa pernah tahu hukumnya, pokoknya seneng lah dapat itu semua.

Nah, diari atau notes itu saya sering tulis-tulis dengan puisi. Nggak tahu dari mana dan siapa yang mengajarkan. Pokoknya mau galau atau senang ya ditulis saja di situ.

3. Dihadiahi Papah Mesin Tik

Ketika SMP, papah melihat saya senang  dengan kegiatan menulis. Kalau ada tugas kelompok pasti saya ditunjuk atau mengajukan diri jadi ketuanya. Jadi kalau pulang sore atau malam, selalu beralasan numpang di rumah teman untuk menyelesaikan tugas kelompok.

Akhirnya papah membelikan saya sebuah mesin tik bekas tapi masih bagus untuk dipakai. Wah saya senang sekali. Apa saja saya tulis pakai mesin tik. Zaman dulu masih menggunakan kertas alas warna hitam untuk menggandakan aslinya. Jadi, kalau bikin sudah langsung dua, satu untuk kelompok satu untuk pegangan guru.

Ingat sekali waktu itu gurunya bernama bapak Wayan di SMA kelas X sebagai guru sejarah yang bercerita sedemikian runtut dan bikin saya jatuh cinta dengan mata pelajaran ini. Kalau disuruh cerita lagi sampai sekarang saya masih sangat hapal sekali. He he apalagi cerita tentang G-30 PKI. Terlebih zaman pak Suharto presidennya kami wajib menonton dikolektif dari sekolah.

4. Status Jadi Ibadah Terarah

Sempat terputus menulis karena krisis moneter, saya baru kembali menyukai menulis mulai tahun 2008 ketika pertama menjabat sebagai kepala sekolah di SD Putradarma Global School (PDGS) sampai tahun 2010. Mulai mengenal email, blog, dan media sosial sebagai tempat untuk menulis.

Daripada menulis tak terarah dan tergoda untuk lebai dan galau, mulailah saya belajar menulis yang baik berupa motivasi  atau nasehat ke anak-anak murid yang menjadi follower saya waktu itu he he. Seiring dengan workshop dan pelatihan menulis yang saya ikuti, tulisan saya mulai berbobot dan dikualitaskan oleh keadaan.

Sebagai seorang muslim yang sudah mengerti akan hukum dan peraturan Islam, mana yang wajib dijalankan dan dihindari atau dijauhkan. Daripada tulisan di status tidak bermanfaat mulailah saya menulis di blog, dan di media sosial untuk kebaikan. Ya, buat saya menulis adalah berbuat baik, istilah dari sedekah amal kebaikan.

Kalau tidak mampu berbuat baik, paling tidak ucapkan yang baik dan dituliskan juga sebagai kebaikan, maka pahala setara dengan berbuat kebaikan. Itu yang saya pahami. Itu kenapa jargon "Menulis adalah Sedekah" mulai saya gulirkan. Dan Alhamdulillah seiring itu mulailah merambah kemana-mana sebagai buah dari kebaikan.

Ide yang sama juga bisa dibaca di sini: 

https://saungbelajaraisyah.blogspot.com/2019/05/menulis-adalah-sedekah.html

Prinsip nya adalah, menebar kebaikan dengan bersedekah melalui tulisan bermakna dan bermanfaat. Semoga tetap Istiqomah jadi pegangan saya, walau kini diganjari bonus rupiah karena saya menulis untuk kebaikan, pekerjaan, atau marketing. Tapi tetap pondasi utama adalah menulis adalah sedekah

#TugasMenulisOpiniIslam1

Posting Komentar

0 Komentar