Susan melupakan permasalahannya dengan Amar sejenak, setelah Faisal pulang dari Sumatera membawa mertuanya yang berumur hampir 83 tahun dan terkena stroke ringan kata dokter di sana. Wajah lelah keduanya membuat Susan tak bertanya apapun, hanya mengurus dengan lincah keduanya walau dalam diamnya.
Faisal hanya mampu memandang matanya dengan lekat, seakan berterimakasih. Ayahnya sudah dirapihkan Susan dan beristirahat di kamar kosong. Antara rindu dan merasa bersalah masih berkecamuk di dadanya. Faisal belum mampu mengakui egonya untuk meminta maaf pada Susan. Malam inipun Susan memberi Faisal kesempatan untuk beristirahat lebih cepat tanpa memiliki kewajiban untuk mengurus ayahnya. Tiga puluh jam perjalanan bis dan kapal Fery telah menguras tenaga Faisal luar dalam. Kakek sudah kembali seperti anak kecil dan tidak bisa diatur. Agak lumayan berat Faisal menjaganya sepanjang perjalanan.
Tapi Susan mengurus mertuanya dengan sangat baik. Obat dari dokter rutin disorongkan Susan kepada kakek. Alhamdulillah hari ini sabtu dan libur kerja. Ketiga anaknya yang juga merindukan kakeknya kompak bertiga berkumpul untuk berlomba bercerita, membuat kakek cukup terhibur dan menjadi obat perlahan. Susan hanya memandang kedekatan mereka berempat dengan wajah haru. Mertuanya sudah seperti papahnya sendiri, yang sudah meninggalkannya sepuluh tahun lalu.
Selama dua minggu hati Susan terkuras untuk mengurus kakek di rumah sepulang dari sekolah sambil mengajar privat di rumahnya. Lelah jangan ditanya, tapi kewajiban tak bisa dikesampingkan mengurus kakek. Siapa lagi yang telaten? Mengharapkan suaminya? Entahlah . . . Susan memilih diam dan hanya menjadi pendengar saja.
Selama ini pula Faisal tak berani menemui perempuannya di sana, karena pasti akan jadi pertanyaan. Jika tidak ada kakek pasti takkan menunggu lama Faisal akan meluncur ke sana. Sementara, Susan membeku dalam lelahnya dan kesibukannya mengurus segalanya. Tak tega Faisal sebenarnya. Tapi malam ini kelaki-lakianya menuntut rindu terpenuhi, hingga dalam terjaga tengah malam Susan melayani Faisal tanpa emosi jiwa sedikitpun.
Hari ini, Kakek meminta untuk pulang ke Swadaya Jakarta. Rumah yang telah lama ditinggalkannya selama di kampung. Kesehatannya bertambah pesat, dengan hiburan cucu-cucu dan makanan teratur serta istirahat cukup membuat Kakek cepat pulih. Rindu cucu dan anak-anak nya selama ini ternyata. Tapi, kakak-kakak nya Faisal dengan alasan sibuk belum ada yang menengoknya. Apa peduli Susan, saudara-saudara Faisal memang tak pernah peduli satu sama lain. Mereka sibuk dengan urusan nya masing-masing.
Susan bukan tak tahu, Amar selalu me-whatssap nya setiap hari menanyakan kabarnya. Susan hanya menjawab sekali saat di kantor, dan menyampaikan keadaan di rumah, seraya mengingatkan untuk menghentikan perhatian dan komunikasinya. Susan tak sanggup . . . Untung Amar tak pakai foto profil, jadi bebas dari razia Faisal dan rindu Susan membayangkan wajahnya.
Jujur, Susan belum mampu melupakan. Kesibukan lah yang mampu mengalihkan dunia Susan dari Amar. Pagi bertugas di sekolah, pulangnya mengajar privat sambil mengurus Kakek, malamnya menyiapkan keperluan untuk esokan hari. Sungguh menyita energi Susan. Jam 10.30 PM Susan sudah terdampar di tempat tidur, sampai keesokan harinya sebelum subuh sudah harus bangun lagi mempersiapkan semuanya. Hari ini lumayan agak ringan tugas Susan, karena kakek pagi tadi sudah diantar Faisal untuk ke Jakarta. Paling sekalian menemui perempuan nya, batin Susan apatis tak mau berharap apapun.
29 Komentar
Owalaaah saaan Susan... Wis mboh no komen aku. Ya, begitulah cinta... Kata Patkay "deritanya tiada akhir."
BalasHapusHe he iya mbak
HapusSusan mantu yang baik ya..ikhlas menjaga mertua. Dan di tengah kesibukan syukurlah jadi lupa akan Amar..
BalasHapusDuh, penasaran dengan kelanjutannya saya
Sesakit apapun tetap orangtua juga kan mbak?
HapusSesakit apapun tetap orangtua juga kan mbak?
HapusSusan kereen dah aaah..
BalasHapusSusan kereen dah aaah..
BalasHapusAlhamdulillah Alhamdulillah terimakasih sudah mampir buun
Hapusya begitulah wanita..kadang mencintai dengan seluruh perasaannya..sampai ngga pakai logika...kisah selanjutnya seperti apa ya?����
BalasHapusHayuuuk ditunggu yaa
HapusHehe, ada apa dengan Susan?
BalasHapusMotivasi Amar apa, ya sebenarnya menjalin komunikasi lagi dengan Susan?
Ikuti selanjutnya ya mbaaak
HapusSusan baik banget, ikut mengurus mertua yang sedang stroke. Apa aku bs seperti susan, hiks. Tinggal bersama aja aku gak bayangin :(
BalasHapusSubhanallah, mertua juga kan orangtua kita mbak
HapusButuh komunikasi yg baik kali ya, biar RT Susan dan Faisal bisa baikan dan sumringah lagi. Hihi...pinisirin mis...lanjuttttt....
BalasHapusSepertinya susah karena Susan sudah mati gaya
HapusPait banget sih maaaakk... aku membayangkan kesibukan susan yg harus mengenyampingkan hatinya, aduh pait banget..
BalasHapusHiks pait yaaa ya Allah apa akuh bisa seperti itu
HapusKasian ya, Sepahit apapun itulah kehidupan hehe :)
BalasHapusYesss bener faktanya entah ilusi kemana membawaku pergi
Hapusperempuan langka nih, Susan. Kesabarannya tiada dua.
BalasHapusBelajar yuk mbak kaya diaaa hiks
Hapuswaduuh udah ke yang 17 aja mbak, lumayan nih bisa jadi bahan bacaan sebelum tidur :)
BalasHapusTerimakasih mbak Irene sama-sama hayuuk
HapusSabar banget sih Susan ini..
BalasHapusTidak banyak perempuan bisa sabar dan tegar seperti Susan. Salut banget dah.
Terimakasih mbak Diah terimakasih sudah mampir
BalasHapusini ntar ceritanya mau dibikin novel miss?
BalasHapusayo Susan move on!
BalasHapusih saya gemessss
*efekmenghayatibacanya*
Setelah baca ini, langsung berpikir akankah Susan bakal dilema untuk memilih (lagi)? Aku lho bacanya jadi kebawa baper huhu
BalasHapus