HIJRAH SERIES



Merasa hijrah, atau sedang berproses lalu merasa down? Pernahkah? Aku pernah. Rasanya itu sesuatu dan menggoda untuk stay dan ingin lari dari kenyataan yang menggiurkan cobaannya. Tak mudah? Nggak juga sih, susah-mudah, berat-gampang tinggal lihat persepsi ke depan dan Istikomah nya.

Judulnya seperti main game, ada level ringan, sedang, sampai yang terberat. Pasti kepengen naik kelas dong setiap levelnya yang bisa dilewati. Godaan untuk istirahat dan lari dari penggojlogan itu yang menggoda. Baper, sensi, dan inginnya dunia juga menjadi pendukung kalau nggak boleh dibilang pemicu, ketimbang sok adu nyali adrenalin melewati step by stepnya hijrah.

Aku memutuskan untuk mengambil risiko hijrah pada tahun 1990 hingga sekarang. Berseri-seri dan tak berhenti prosesnya belajar menjalani. Seperti orang yang diberi benang kusut, yang mudah adalah gunting bagian kusutnya, atau buang ke tong sampah tak melanjutkan. Termasuk aku pun akan melakukan hal yang sama jika teringat berseri-seri ujiannya.

Tapi Alhamdulillah bertekad  menguatkan diri sejak hijrah dari jahiliah tanpa hijab dulu, hingga Alhamdulillah terus bertahan sejak kini hampir 30 tahun berhijab, belum lagi ujian keyakinan diri, rumah tangga, keuangan, keluarga besar adik-adik ku mashaallah luarr biasa. Bikin aku terguncang dan mengajukan proposal demo hati pada sang Ilahi.

Jangan ditanya rasanya, sakitnya, sedihnya . . . Tak ada yang bisa diharapkan untuk menguatkan, hanyalah keyakinan pada Allah, serta dukungan ke-3 jagoan yang menjadi landasan untuk bertahan. Teringat akan sabda-Nya:
Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum. Jika kaum itu sendiri tidak mengubahnya. Artinya, hidayah, hijrah itu dijemput dilakukan bukan ditunggu.
Juga sabda-Nya tentang Allah tidak akan menguji di luar kemampuan manusia. Artinya, Allah sendiri menguji karena yakin kita mampu, itu adalah suatu kehormatan terpilih untuk diuji. Sementara yang lain diistidraj, sementara aku dipilih untuk terus diuji walau terasa berat. Itu yang menjadi penghiburan ku. Apalagi hadiahnya adalah surga. 

Mungkin kalau bukan surga takkan sebertahan ini. Sebab hadiahnya surgalah maka ujian itu berat dan tak mudah. Hadiah ujian kompetisi sesuai ujiannya, semakin ringan semakin kecil hadiahnya.

Jalan kehidupan yang kita tempuh, kalau terbiasa terjal berliku tentu membuat kita terus berhati-hati dan waspada untuk berpikir mencari solusi. Jadi kalau kemudian setelah itu kita mendapat jalan lurus dan mulus adalah hadiah dari usaha proses perjalanan kehidupan kita. Namun, kalau di awal jalannya mudah lurus dan enak, ketika di ujung jalan berlubang dan terjal penuh onak diri pasti takkan siap. Sesuai sabda Allah, setelah kesulitan pasti ada kemudahan, subhanallah.

Semoga  pengalaman hidup yang terus diuji dengan kesulitan untuk naik kelas itulah membuatku beruntung bisa berbagi dan  bercerita. Seperti kelapa semakin tua semakin kental, begitu pula aku. Semakin bertambah usia semakin matang menyikapi pengalaman hidup, dan itu kubagikan kepada siapapun yang berinteraksi denganku, tak hanya keluarga di rumah.

Ibarat pejuang Alas Roban, aku membuka jalan membabat rumput liar dan menyingkirkan onak duri untuk kemudian menjadi leader atau pemimpin menghadapi zaman yang semakin keras tantangannya. Sejak tahun 2012 aku menjadi tempat dari siswa, mahasiswa, orangtua untuk berkonsultasi tentang segala permasalahan. Umumnya sudah pernah kulewati semua.

Ya Allah, ini toh maknanya ya. Diberikan pembelajaran untuk bisa menjadi pengalaman dan ilmu bagi sesama. Terimakasih ya Allah, semoga aku bisa amanah menghadapi langkah dan ujian ke depan lebih baik lagi.

Bekasi, 14 September 2019

#ODOP
#EstrilookCommunity
#Day17

Posting Komentar

0 Komentar