𝗦𝗲𝘁𝗲𝗹𝗮𝗵 𝟱 𝗧𝗮𝗵𝘂𝗻 (4)

𝘽𝙮 𝙈𝙨 𝙅𝙪𝙡𝙞

Semua itu aku lakukan sampai 2 minggu lamanya, subhanallah bersyukur diberi kekuatan dan kesehatan. Alhamdulillah, mamah sudah lebih baik dan boleh kembali pulang ke rumah. Aku  ijin ke mamah dan papah untuk kembali ke kost, mengingat  juga sambil ujian semester. 

Aku berdoa untuk diberi kekuatan karena jujur, remuk juga badanku saat  harus bolak-balik melaju Bogor-Jakarta, dan Bekasi. Bersyukurnya, penyakit bronchitis yang sejak kecil  kuderita,  seperti hilang dan pergi dari kehidupanku mashaAllah. Sudah hampir 2 tahun di Bogor, belum pernah kumat lagi. Cocok yaaa, berarti dengan hawa Bogor. 

Hingga pada suatu hari  2 minggu usai ujian, akhirnya pertahananku ambruk juga. Aku harus dibawa ke rumah sakit PMI terdekat, oleh teman-temannya satu kost dan induk semang. Kawan-kawanku yang sangat khawatir segera menghubungi suami. Diapun sempat mengabari keadaanku ke orang tua. Aku tidak tahu  berapa  hari baru sadar dari demam panas yang tinggi.  Rupanya aku  kena  usus buntu, dan harus segera dioperasi, jika ingin segera pulih.  Papah mengambil keputusan untuk memindahkanku ke rumah sakit Jakarta untuk memudahkan semua urusan, lagi pula yang ditanggung kantor papah RS  di Jakarta itu. Tempat mamah dirawat waktu itu.

Suami menawarkan diri untuk menjagaku, untuk meringankan orang tua. Mamah juga belum pulih benar, masih butuh waktu.  Papah kasihan sudah lelah, pulang kerja dari Cengkareng harus mampir ke rumah sakit lagi menjagaku. Aku bilang nanti saja saat libur sabtu minggu, orang tua menengok ke rumah sakit. Disitu papah mulai mencair, melihat keadaanku, dan kesungguhan suami mengurusku, membuat orang tua mulai sadar dengan kesungguhan kami. Bahwa aku memang sudah harus menikah. Walau dari sudut pandang papah yang berbeda.

Sejak itu episode baru hubungan orang tua kembali dimulai. Aku kembali pulang ke rumah Bekasi dengan suasana hangat lagi seperti sebelumnya. Walau masih menjaga rahasia pernikahan kami. Tugasku adalah meluluhkan hati mamah-papah untuk bisa menerima suami, dan berdoa kepada Allah, agar hidayah  ijin menikah itu segera hadir. Aku tetap bersikap biasa di hadapan mamah papah, juga saudaraku. Mengurus mamah yang semakin membaik. 

Banyak yang bilang aku ituu fotocopy mamah sekali. Putih bersih seperti ... keturunan etnis Cina. Bedanya mamah mengikuti jejak ayahnya yang tinggi besar dan kini aku berhijab. Aku nurunin papah semampai (semeter tak sampai, istilah. red) hihi, tapi 150cm sampailaah. 

Aku anak satu-satunya mamah yang kecipratan gen mamah dari ayahnya kemudian entah kemana rimbanya tak lama setelah beliau lahir. Padahal kecilku hanya tahu, Mbah Kung kini kulitnya lebih gelap dan kecil seperti papah tingginya sama he he, hush nggak boleh rasan dosa! 

Ngapunten maah, hanya mengurai sedikit banyak genku dibilang sipit cina begini dapet darimanaa? Dari napak tilas penulusuran asal usul silsilah keluarga besar mamahku kelak, kudapati itu. Nyatanya? Aku masih keturunan etnis Cina dari ayah kandung mamah. Sedang saudara kandungku semua mengikuti gen papah yang menang. Spesialkah aku? Entahlah biar pemirsa yang bisa menilai 

Bukan karena ada maksud kebaikan kami teretas kini. Tak sedikitpun kulepas keadaan mamah hingga pulih kembali seperti biasa, menunggu bekas operasi mamah di dada pulih. Lalu bagaimana bekas operasi usus buntuku? Aku selalu memakai korset celana dan perut seperti orang lahiran, alhamdulillah cepat menyatu, rasa cinta dan ketulusan mendorongku untuk menguatkan diri, dan rupanya itu jadi doaku yang Allah ijabah. Untuk pergerakan dan kegiatan apapun cukup membantu dengan menggunakan korset.

Aku ingin mamah sehat untuk mendampingi sampai anak-anakku lahir sehat ditemani mbah putrinya kelak. Mamah adalah segalanya buatku, walau didikan beliau keras terasa untukku, tapi kutahu itu demi kebaikan dan kemandirianku bersama saudaraku. 
(bersambung)

#eventSJB
#StatusJadiBuku2
#JoeraganArtikel
#ChallengeStatus
#Nulis20hari
#Harike4

Posting Komentar

0 Komentar