𝗦𝗲𝘁𝗲𝗹𝗮𝗵 𝟱 𝗧𝗮𝗵𝘂𝗻 (5)


𝘽𝙮 𝙈𝙨 𝙅𝙪𝙡𝙞

Alhamdulillah, akhirnya restu itu datang juga. Saat mamah pulang dari rumah sakit untuk kontrol terakhir, memelukku dengan rasa sayang yang amat luar biasa saat  itu. Seperti tidak pernah berjumpa sekian lama. 

“Mbak, kapan kamu akan menikah? Tapi papah bilang kamu harus mastiin mbakmu sudah tunangan yaa. Papah nggak kasih, kalau mereka belum ada kepastian.”  

Aku berucap Alhamdulillah atas ucapan mamah barusan. Kita memang mengetahui bersama, kalau  kakak pertama itu kakunya minta ampun. Beliau katanya sudah punya pacar anaknya dekan tempat dia kuliah di Undip Jawa Tengah sana.

Mamah dan papah merasa bersalah karena telah menjaga mbak dengan sedemikian ketat. Maklum anak pertama jadilah  ini itu nggak boleh.  Ini takut, itu takut, waaah seperti keramik porselenlah menjaganya jangan sampai pecah. Berbeda denganku, walau aku ditakdirkan sakit bronchitis sejak kecil dan langganan rumah sakit, kata mamah-papah bakat tomboy abiis he he, malah di ler loh (dibiarin maksudnya).

Jadilah aku berfikir bagaimana harus berkomunikasi dengan mbak. Bukan baper, aku anak ke-dua tetapi sejak kecil mamah papah selalu mengandalkanku, jadi mbak sepertinya jeleous gimanaa gitu. Namanya perempuan semua anak pertama sampai ke tiga, jadi tingkat bapernya hampir level dewa.  Keputusannya adalah, aku akan ke tempat kuliah mbak eh salah maksudnya kost beliau, untuk bicara dari hati ke hati.

Sudah bisa ditebak, mbak pasti kaku, alot, dan  teriak-teriak kalau bicara. Merasa benar, paling tua, nggak mau didikte, tidak mau dilangkahi, dan sebagainya. Aku Cuma terdiam, menahan  sedih atas banyak tuduhan yang kemudian dilontarkan untukku. Katanya aku cewek gatellah, sudah dimacem-macemlah, nyusahin orangtualah. Hhhh, bagaimana aku bisa menahlukkan  mbak yang satu ini. Pikiranku terus berfikir keras, sambil menyerap semua kata-katanya. Lirak-lirik kanan kiri takut teman-teman kostnya mengira kami sedang apa.

“Mbak, kalau dirimu berfikir seperti ini, agama tidak pernah mengajarkan kita seperti itu. Aku justru menikah karena tidak ingin maksiat. Mbak mau adik-adik mbak hamil dulu sebelum menikah begitu? Mbak nggak malu? Mamah-papah gimana? Mana yang mbak pilih?  Berbesar hati kami menikah baik-baik atau karena married by accident mbak? Bukannya sudah kegatelan, aku juga kan mau penempatan  kerja ke daerah. Aku inginnya jangan sampai dilempar jauh juga, syaratnya ya nikah  juga mbak." 

"Dosenku sudah menyampaikan itu. Tapi, utamanya ya karena ingin menghindari maksiat, kita sudah dewasa mbak. Laki-laki dan perempuan jalan berdua bukan muhrim apa jadinya? Aku kan calon guru mbak.” Berondongku setelah mbak terdiam. Cukup itu saja, tapi cukup ampuh bikin mbak tambah diam. 

Lalu, saat aku bilang, ya sudah kalau mbak maunya itu. Tanganku ditarik “ Eh nggak begitu, gue belum siap nikah. Tapi kalau kamu mau nikah ya nikah saja, akhirnya keluarlah kata-kata itu. Alhamdulillah ya Allah, batinku bersyukur tak henti. 

Ya Allah, akhirnya kau bukakan juga hati mbakku. Kakakku ini bersedia tunangan dulu, sebelum selesai kuliah yang tinggal setahun lagi. Dia minta waktu untuk bisa berbicara pada calonnya. Akupun pulang ke Bekasi dengan rasa syukur tak terkira dengan jawabannya yang melegakan itu. Melaporkan ke mamah apa hasil keputusan kakakku, selanjutnya kuserahkan pada Allah ...  Hasil pembicaraan kakak seperti apa, biar mamah dan papah paham 🙏

#eventSJB
#StatusJadiBuku2
#JoeraganArtikel
#ChallengeStatus
#Nulis20hari
#Harike5

Posting Komentar

0 Komentar