Pernah nggak merasa takut akan rezeki ke depan seperti apa? Apakah rezeki selalu berpihak dan tersedia untuk kita? Terlebih, saat belum gajian, tidak ada pekerjaan tetap yang bisa diandalkan, atau pinjaman yang tidak selalu berpihak saat dibutuhkan?
Aku pernah melewati itu semua, melewatkan masa-masa hari-hari tanpa harapan. Melewati sehari sepuluh ribupun tak tersedia. Walau bersyukur Alhamdulillah masih ada tepung dan beberapa butir telur untuk menghangatkan perut-perut mungil tiga jagoan. Tidak tahu harus berbuat apa, seakan nasib tidak bersahabat dengan kami.
Itu duluu, ketika belum memiliki keyakinan akan miracle-Nya. Belum meyakini akan rezekinya. Sehingga isi kepala terasa sempit dan hanya berisi prasangka demi prasangka semata. Apalagi utang besar dan pinjaman untuk makan meningkahi perjalanan. Hari-hari rasanya buntu tak ada wawasan jalan keluar, apalagi ide untuk berbuat apa. Hanyalah mengelah dan mengeluh tak berkeputusan.
Namun, setelah bapak angkatku orang Kalimantan yang menikah dengan perempuan Semarang mengingatkanku, bahwa dipikirkan atau tidak dipikirkan tetap saja masalah itu harus dilewati. Jadi, meletakkan segala kepasrahan atas segalanya.
Mempercayai bahwa bukan manusia yang mengejar rezeki, tapi rezekilah pengejar manusia dan tahu jalannya. Contoh, burung yang terbang pagi dalam keadaan lapar, pergi ke suatu tempat, rezeki pun bertemu dengannya mengejar. Sehingga, burung pulang dalam keadaan kenyang, bahkan bisa membawa lebih untuk anak-anak di sarangnya.
Cacing yang tak punya kaki dan tangan, hanya bergerak dengan perut semata, tinggal di balik batu, rezeki mengejarnya ketika diapun keluar untuk berusaha. Apalagi manusia, yang Allah berikan lengkap sempurna tangan kaki, dan juga akal untuk berpikir. Ketika kita berusaha, maka rezeki pun mengejar manusia untuk memenuhi apa yang dibutuhkannya.
Akhirnya menyadarkan ku untuk meletakkan segala kesadaran dan kepasrahan, atas miracle Allah untuk kita manusia. Selama keyakinan itu ada, bahwa Allah sudah sediakan amplop rezeki untuk kita, tinggal mau atau tidak menjemputnya, untuk bertemu sang rezeki di suatu tempat? Percaya bahwa Allah berikan kesulitan berikut jawabannya dan solusinya, jika kita meyakininya.
Berat memang awalnya, rasa ketakutan lebih dulu terdepan menggoda. Namun, akhirnya begitu meletakkan segala kepasrahan, di situlah 'keajaiban demi keajaiban' Allah buktikan. Logikaku sebagai manusia dalam berhitung rezeki tak bisa kujabarkan. Begitu pasrah dan yakin, lalu berdoa meminta pada Sang Maha, keajaiban pun terjadi. Allah berikan pertolongan.
Kejadian itu terjadi pada tahun 2002 sekitar 23 tahun yang lalu. Ketika memutuskan untuk kembali pulang ke Bekasi di tahun berikutnya. Kembali berkumpul dan berniat menyambungkan silaturahmi dengan kerabat, sanak saudara yang kutinggalkan saat di Semarang. Alhamdulillah tugas dari papah sebagai wasiat untuk menyambung tali silaturahmi dengan keluarga besar mamah-papah berhasil kulewati.
Kini, tinggal tugasku pulang kembali ke Bekasi menyambung silaturahmi dengan adik-adik di sana. Walau saat itu belum terbayang, apa dan bagaimana nasibku serta ketiga anakku ke depan di sana. Hanya memiliki bekal janji mengajar di suatu SMAN di kabupaten Bekasi, yang diupayakan sahabatku saat itu di sekolahnya tempat mengabdi.
Sempat kecewa, karena sesampainya di sana sudah ditempati oleh PNS dari Kerawang yang mutasi saat itu. Di situlah Allah kembali menguji, niat dan usahaku tak luntur untuk terus berusaha demi ketiga titipan Allah yang telah diamanahi padaku. Alhamdulillah jalan terbuka, kembali aku dijemput oleh rezeki di suatu tempat sebagai titik awal perjuanganku di Bekasi.
Dari sebulan hanya 180 ribu dengan jam terbang yang masih sedikit, namun tak mengurangi keikhlasanku, percaya rezeki segitu berkah dan barokah cukup menghidupi ketiganya. Subhanallah dua tahun berikutnya bisa 2000 persennya kudapati. Waktu yang terlalu singkat kata orang, tapi tidak bagiku yang berproses mendapatkannya. Kemauan dan usaha menunjang untuk rezeki mengejarku.
Percaya bahwa Allah sudah sediakan amplop bagi anak-anak sekolah dan amanah-Nya yang kujaga. Tinggal kita mau menjemputnya atau tidak. Ketika pilihanku adalah MAU menjemputnya dengan berusaha, ternyata rezeki pun mengejar. Itu yang bisa kuingat dari perjalanan hidup sejak tahun 2002 sampai sekarang.
Sahabat, adakah yang memiliki pengalaman serupa denganku? Meyakini bahwa rezeki Allah yang memberi, dan setiap manusia sudah disediakan amplopnya masing-masing. Tugas kita tinggal berusaha, maka rezeki pun akan mengejar, *MAU*?
#day19
#misJuli
#AmplopBerkah
#TantanganMenulisRamadan2025
#NurulAmanahPublishing
0 Komentar