Awal
perjalananku menjadi seorang guru sebenarnya tidak secara langsung. Cita-citaku
adalah sebagai wartawan atau psikolog. Masa kecil justru kulalui sebagai
seorang koreografer tingkat RT. Memang aku senang mengumpul kan anak-anak,
melatih sambil bercerita. Kata mama aku sudah bakat untuk mengajarkan orang
tapi aku selalu menolaknya. Lulus SMA tak disangka aku diterima di FMIPA IPB
jurusan Matematika program pemerintah angkatan terakhir , satu-satunya dari
SMAku. Papa bangga sekali tapi aku menjalani dengan sedih karena bukan
pilihanku. Matematika nya sulit bahkan Kalkulus saja aku ada yg dapat D,
kelulusanku hanya 2,79.
Sebelum
lulus aku menikah lebih dahulu karena idealisme tidak ingin pacaran dan dekanku
dulu menjanjikan untuk penempatanku kalau sudah menikah adalah dipulau Jawa.
Kebetulan suamiku telah bekerja di sebuah perusahaan kontraktor terkenal di
Jakarta .Namun apa yang terjadi adalah justru aku ditempatkan di SMP 5
Kapahiang Bengkulu. Keluarga besar kami berdua menolak keras karena terutama
baru aku satu2nya yang menikah dan diandalkan dirumah.
Ya, walau aku tidak senang dengan yang namanya
mengajar, namun sejak kuliah aku sudah sering mengajar di TPA mesjid Alghifari
IPB Bogor, SMP Al-Irsyad Bogor dan privat2 kecil kecilanan yah lumayan untuk
menambah uang makan selain beasiswa dari Diknas 50 ribu per 2 bulan untuk ukuran
mahasiswa lumayan besar.Karena tidak berangkat dinas PNSku , dan jiwa agamaku
kuat (maklum masih militan gres dari kampus ). Aku iseng membuka pengajian baca
tulis alIquran di perumahan kami yang baru dan sangat sedikit yang memakai
jilbab.Mulai dari 10 orang lama- lama dalam 2 Th berkembang menjadi 300 santri
semua modal dari suamiku sendiri tanpa digaji.
Uang
dari orang tua murid kuberikan kepada guru yang membantuku sejumlah 20 orang.
Dan mereka adalah anak muda yg masih SMA dan putus sekolah, tentunya sambil
kubina, untuk orang tuanya yang kulibatkan adalah mereka pengurus pengajian ada sekitar 5 orang an
kurang lebih. Berangkat dari keinginan memajukan mesjid dan atas permintaan RW
yang seorang Militer kami dengan polos memberikannya begitu saja tanpa ada
hitam diatas putih. Terlebih untuk baja mesjid kami harus menggadaikan rumah
kami yang sudah lunas. Sekian tahun berjalan kuingat saat itu krismon 1998
sekitar awal mei, tiba-tiba aku dan suami digugat dan aku diberhentikan sebagai
kepala sekolah , padahal dulu tidak ada yg mengangkat dan semua suporting
sistem murni dari suami, tapi yah itulah Indonesia, begitu maju mereka berebut,
aku sempat melawan bahkan melakukan somasi dibantu GPI 45 tapi krn RW nya
militer kuat pengaruh uangnya dan dibantu oleh wakil kepala sekolah yang dulu
justru penghidupannya kubantu dari biaya makan hingga kontrak rumah, ternyata
dia menggunting dalam lipatan. Aku syok, mana aku baru ditinggal mertua
perempuanku, dan aku mengandung bayiku yang ke 3, suami terhantam krisis
keuangan, lengkap sudah jatuh ketimpa tangga.
Sekuat-kuat
aku dengan hamil emosiku tak tertahankan. Akhirnya aku memilih untuk
meninggalkan rumah yang juga hampir diplang merah karena tak sanggup membayar.
Disitu tidak ada satupun yang membantu, bahkan keluarga kami sekalipun. Aku hampir gila ! Ketika suamiku mencoba
mencari peruntungan ke Cilacap, penagih utang utang suamiku mengikutiku yang
kini tinggal menemani adik perempuan satu satunya suamiku. Aku tak tahan 2 anakku
yang masih kecil kubawa tengah malam tanpa tujuan. Untungnya allah sayang
padaku. Langkahku membawa aku dan jagoan2ku ke Masjid Istiqlal. Tanpa jaket
hanya jilbab panjang yang kuhulurkan utk menyelimuti 2 anakku yg masih kecil2.
Aku hanya menulis pesan di Pager SkyLife “aku di Istiqlal” tapi tak kuberitahu
persis posisiku. Satpam Istiqlal sempat menyuruhku pulang, “kasian bu anak2 dan
ibu”, aku bilang tidak pak aku ga mau pulang karena aku takut ditagih debt
kolektor .Satpam Istiqlal tidak berdaya.
Rupanya
suamiku sedang dalam perjalanan ke Jakarta saat ku pager, dan jam 3 dini hari
dia berkeliling keseluruh istiqlal utk mencari kami, tapi allah ternyata sayang
padaku. Dia menemukan kami dan mengajak kami untuk pulang.Sejak itu suamiku
mengajakku tinggal dimama dan papaku di Bekasi.Sampai aku melahirkan anak ke -
3. Namun tahun 2000 saat itu aku mulai merintis lagi mengajar privat , mama
meninggalkanku, begitu juga papa menyusul 8 bulan kemudian. Aku syok lagi tak
percaya. Berat badanku sempat melewati batas, dan setiap mengajar walau tempat
dekat, aku beser sampai ke celana panjang dan rokku tak tertahan (ups!) .Malu,
tapi yang lebih malu, suamiku yang saat itu berdagang beras (alhamdulillah )
ternyata ditipu oleh mafia dengan cara memesan beras dan DP 50% sisanya tidak
dibayar, ternyata mereka jual murah, padahal saat itu kami dipercaya oleh haji
kerawang hingga 300 ton tanpa jaminan. Tapi justru jadi kuburan utk suamiku.
Juragan beras mengejar suamiku hingga kesekolah tempat mengajar . Bertambahlah
penyakitku.
Akhirnya aku dan suami pergi hijrah ke
Semarang tanah kelahiran orang tua ku. Sempat menjadi supervisor Kesehatan,
karena berangkat dari penyakitku yang alhamdulillah sembuh dan Berat Badanku
turun banyak. Aku juga sambil mengajar ngaji orang tua yang sedang menunggu
anak anaknya di TK tempat bontotku sekolah. Sampai mereka bisa membaca
al-Quran. Matematika sama sekali belum kutonjolkan hanya sebatas anakku
dan lingkungan kecil saja .
Akhirnya
Juli tahun 2003 aku pulang lagi ke Bekasi. Sahabatku Di IPB menjanji kan aku
bisa mengajar di sebuah SMA dikabupaten Bekasi
yang terkenal. Aku tekadkan pulang karena suamiku sudah bekerja lagi di
Jakarta. Aku ingin seperti orang Jawa umumnya, mangan ora mangan sing penting
ngumpul. Kujual perabotanku disana untuk ongkos ke Bekasi. Tapi sayang begitu
tiba di Bekasi rupanya ada mutasian guru dari Kerawang. Jadilah aku menganggur.
Sahabatku yang tidak enak padaku membantuku mencarikan bimbel tempat temannya
mengajar disuatu bimbel.
Mulailah
aku menjadi guru bimbel lagi pertama pegang SD , "aku mau belajar lagi
dulu " nanti kalau sudah ingat lagi aku mau dech kataku. Ternyata dalam 3
bulan jamku terus bertambah.Simpel kalo ibu ngajar, tegas dan berwibawa kata
anak2 . Walah, mulai dari gaji 175 ribu terus naik dan tambah , Alhamdulillah
berkah dari kesulitan kami.
Saat
berkesan adalah saat yang punya berkata untuk menantangku mencari murid , aku
bi lang siap pak (asal bunyi, padahal belum pernah ). Kalau lewat Tryout gimana
pak ? Kataku". Oke tapi jangan tanggung-tanggung. Mendidih rasanya ditantang
seperti itu, aku berfikir keras. Ach
pede ajha lagi ( mengutip iklan
shampo). Segera kubuat rencana ( kebetulan aku ketuanya) . Diskusi dengan teman
teman tentorku yang lain. Mencoba berani ke sekolah-sekolah. Untuk perijinan
sudah dibantu owner bimbel. Alhamdulillah perjuanganku berhasil. Ada sekitar 1.000
peserta didik SMP yang ikut. Dengan biaya 10.000 pada th 2004 ,wow hanya utk
sehari.
Atas keberhasilan itulah kemudian aku diangkat
menjadi Kabid SMP di Bimbel tersebut. Setelah 2,5 th aku memajukan bimbel
yg saat ku masuk muridnya hampir se dikit ( kurang dari 50 ) bahkan yang si owner terlibat banyak hutang kartu
kridit hingga detik aku akan berhenti siswanya naik drastis adalah lebih dari
150 siswa dan itu mereka menyukai pola belajar dibimbel yang meyenangkan. Tapi
dasar manusia, begitu sudah kembali maju, si owner mulai lagi rajin ke bimbel
sayangnya kali ini dia ingin pegang sendiri semua nya . Tenagaku sudah tidak
dibutuhkan lagi. Ya sudah, tapi untuk bikin surat keterangan kerjaku saja juga
tidak mau. Haduuuuh, ni orang mau nya tinggal enak ajha. Banyak ortu yang
bertanya mengapa aku tidak lagi di bimbel itu. Aku diplomatis, mau buka sendiri
maaa. He he lumayan ada yang nyangkut minta privat.
Oh
ya aku belum cerita, sambil pegang bimbel aku juga mulai mengajar lagi di SD
swasta umum. Lepas bimbel aku dapat tawaran menjadi wakasek Kesiswaan. Waduh
walau berat dan 2x menolak ditahun ajaran berikutnya aq mengiyakan dengan
catatan aku boleh meneruskan pekerjaan bimbelku karena lumayan buat tambah
tambah. Dan mereka mengijinkan. Alhamdulillah , walau tantangnnya berat dan
tidak mendapat dukungan dari beberapa guru senior dan junior yang jeleous krn
prestasi dianggap terlalu cepat, sekolah dan yayasanku memintaku utk menjadi Kepsek karena
mereka puas dengan pekerjaan dan terobosan kegiatan yang kuajukan.
Selama
2 tahun aku bertugas menjadi kepala sekolah , kali ini tantangan nya lebih
besar lagi . Selain mengajak teman teman senior untuk menjegal dan menggagalkan
segala programku , pesaingku juga mengajak
para orang tua ( yang kutau kapasitas
anaknya kurang untuk dikelas ) untuk berkolaborasi . Tahun pertama hingga
perpisahan sukses kugelar karena masih banyak guru guru muda yang ternyata
mendukung programku dan aku tetap dianggap memperjuangkan para guru ( semua
guru termasuk pesaingku bahkan mampu meloloskan guru untuk sertifikasi sebanyak
9 orang termasuk aku ). Tahun pertama juga banyak anak autis positif maupun
negative ( yang itu juga dijadikan issue kelemahanku ) berhasil kami tangani
bersama dan nilai anak-anak kelas 6 lumayan bagus , maklum baru tahun
pertamaku. Ditahun pertama pula kami harus menyiapkan Akreditasi sekolah untuk
yang ke-2 alhamdulillah sukses.
Menginjak
tahun ke-2 seniorku makin beringas untuk menjegal segala program bahkan lebih
dramatis. Aku merasakannya paling berat dibanding tahun pertama bertugas,
betapa tidak aku harus berhadapan dengan guru-guru yang justru mereka saat
menjadi guru adalah teman-temanku yang baik. Heran aku , mengapa mereka para
senior tidak sibuk meningkatkan kompetensi diri maupun sekolah. Justru malah
sibuk menjelekkan dan menjegal aku sebagai kepala sekolahnya.
Puncaknya
adalah 3 guru keluar ! karena mereka
berhasil diadu domba denganku dengan isu isu yang remeh temeh menurutku. Dan,
salah satunya adalah teman yang sudah seperti saudara sendiri bagiku. Miris !
tapi itulah kenyataan. Selanjutnya Wakasek Kurikulum , yang berhasil mereka adu
domba , ( dia memang terlalu muda untuk bisa diadu domba). Parahnya mereka
beramai-ramai melaporkan bahwa kepala sekolahnya adalah orang yang arogan
sehingga banyak yang tidak senang kepadaku.
Ditengah
itu , aku masih bisa berprestasi
Drumband sekolah kami mulai
bergaung hingga Dinas Kabupaten. Bahkan menang pada saat lomba di Cibubur Jakarta
dengan membawa 9 piala dengan 9 kategori.
Banyak
juga anak-anak murid kelas 6 ku yang lolos tes masuk RSBI saat tes tertulis.
Dan masih banyak lagi prestasi , ditengah guncangan masalah demi masalah.
Disaat perpisahan kelas 6 , diumumkan oleh
Dinas UPTD setempat , peringkat sekolahku naik drastis hingga ke 2
dibawah sekolah swasta yang saat itu terbesar dan dimiliki oleh Bupati daerah
kami. Aku siapa ? , dan tidak pernah kugunakan uang maupun cara kotor.
Anak-anak murid kelas 6 ku ada 6 orang yang memperoleh nilai 10 saat UN.
Dan
saat aku mengantar rekap nilai laporan ke UPTD , semua pengawasku mengucapkan
selamat dan mengatakan “ kamu pasti akan
diberi waktu lama lagi menjabat Kepsek
,kata mereka. Tapi dalam hatiku , saat itu aku sudah lelah. Dan ingin
mengundurkan diri dari jabatan itu , Tidak mengapa kalau aku harus jadi guru
bidang studi matematika yang memang kesukaanku. Prinsipku adalah , lebih baik
tidak punya jabatan dari pada tidak punya kelas. Untungnya dirumah aku tetap
bisa mengajar bimbel ,karena aku memang sudah punya bimbel dirumah sebelum aku
jadi wakasek maupun Kepsek. Jadi agak terhiburlah.
Ternyata
saat itu kusampaikan Pengunduran diri kepada ketua yayasan , beliau marah dan
tidak mengijinkan . Bahkan tetap memintaku untuk berkompetisi pada saat
pemilihan Kepala Sekolah tahun ajaran berikutnya. Memang setiap 2 tahun sekolahku selalu
diadakan kompetisi sehat pemilihan kepala sekolah. Baik secara presentasi
kandidat maupun tes psikotes. Tapi untuk kali ini aku menjalaninya dengan
ogah-ogahan. Kagetnya , ternyata aku
masuk kandidat lagi,huft!!.
Tapi
anehnya setelah pembagian raport kenaikan kelas akhir juni , setelah Bapak
ketua yayasan menerima 4 perwakilan orang tua ( belakangan aku baru tau kalau
ini ditunggangi oleh kepentingan guru Senior ) , beliau memanggil para kandidat
Kepsek , tanpa aku. Dan parahnya aku tanpa keputusan. Tau tau saat pengumuman
yang menjadi Kepala sekolah justru guru baru yang aku microteaching diakhir Mei
lalu , parah !! belum ada pengalaman. Tapi apa perduliku, yang penting kamu
bebas dari beban itu “ kataku dalam hati menghibur hatiku.
Aku
mencoba bertahan 3 bulan pertama, tapi tekanan Kepsek Baru yang belum punya
pengalaman dan gampang dikompori dan disetir oleh guru senior cukup ampuh juga.
Setelah Raportan UTS aku mengajukan pengunduran diriku. Orang tua murid kelas
ku ( aku diberi tugas mengajar kelas 3 ) kaget semua dan beramai ramai menolak
maju ke yayasan. Tapi itu tidak menjadi hal yang bisa menahan ku. Walau 4
kelasku ( Aku mengajar IPS kelas 4 dan matematika kelas 3 dan 4) menangis saat
ku pamit termasuk kelasku sendiri , dan
aku menangis juga , itu tidak
menyurutkanku . Karena hatiku sudah amat terluka dan sedih. Heran kok didunia
sekolah ada yang seperti ini , seperti dipartai saja , hiiih merinding aku
politik kejam telah merambah kedalam dunia pendidikan sekolah tempatku mengabdi
hampir 7 tahun. Hanya karena persaingan.
Alasanku
keluar adalah karena aku tidak sanggup menahan dan mempertontonkan
perseteruanku dihadapan anak-anak muridku yang seharusnya mencontoh yang baik
dari kami. Dan ada satu lagi idealisme yang tak mungkin kusampaikan disini.
Padahal aku kadung mencintai tempatku mengajar, sampai aku pindah rumah
mendekati sekolahku ini. Tapi sudahlah,..toh hidup harus terus berjalan dengan
atau tanpa siapapun. Dan , suamiku juga anak-anakku yang mulai Dewasa memahami
keputusanku.
Aku
mulai konsentrasi bimbelku sendiri dirumah. Alhamdulilah ada 50 anak yang yang
harus kutangani , dan aku merasa bersalah karena sempat melalaikan mereka karena tugas-tugasku sebagai kepala sekolah. Dan bahkan aku mendapat tawaran sebagai Dosen matematika disalah satu STKIP di
Jantung Ibukota. Aku bersyukur, dan aku juga segera mendapat panggilan mengajar
lagi dari sebuah sekolah swasta yang sudah berlabel RSD-BI. Senin – Jumat aku
mengajar di sekolah SD , sabtu minggu
aku mengajar di kampus.
Berkah
yang aku syukuri , ditahun ajaran berikutnya , adalah jumlah murid bimbelku
mencapai hampir 100 , padahal aku hanya melaksanakan dirumah, aku sampai harus
merekrut 2 guru sebagai petugas tambahan. Rupanya ditengah berbagai masalah,
kalau aku sudah berdiri di kelas untuk mengajar , lupa segala permasalahan .
Artinya , mereka bilang cara mengajarku enak dan cepat ditangkap siswaku baik
dikelas maupun di Bimbelku sendiri. Istilahnya aku tetap professional kata
suamiku menilai.
Berkah
lain adalah , aku berkenalan dengan IGI
melalui mas Ikhsan. Sekjen yang kuundang untuk menjadi narasumber pada saat
pelatihan di MILAD sekolahku. Rupanya , dilain tempat diwilayah yang sama
juga dengan ku sedang merintis untuk membentuk IGI
Wilayah. Serunya lagi , aku yang
terlebih dahulu berhasil mendatangkan mas
Ikhsan kesekolahku. Jadilah oleh mas Ikhsan kami dipertemukan dan disatukan
untuk kemudian pada kesempatan itu pula kami rapat bersama beliau untuk
mendeklarasikan IGI di wilayah kami.
Alhamdulilah
, disepakati adalah acaranya pada bulan Maret akhir 2011. Nah ini asyiknya ,
kami membuat target 1000 peserta seminar sekaligus deklarasi IGI Wilayah kami
di Bekasi. Ternyata yang daftar sampai 1100 wow dan deklarasi kami saat itu
dianggap paling fantastic dengan jumlah terbanyak dari seluruh IGI cabang. Lucunya
, saat kami minta ijin dan mengundang
mereka Lembaga professional guru
yang telah lama ( tidak usah kusebut yaa ), mereka menolak habis habisan,
hingga mereka melontarkan issue ketakutan yang tidak jelas, bahwa IGI adalah
sempalan dari mereka yang kalah saat pemilihan Ketua Umum mereka. Tidak
tanggung tanggung , aku sampai harus diapit oleh ketua mereka dari Kabupaten
dan ketua mereka dari Kecamatan di kabupaten kami. Mereka menyidangku
seolah-olah aku ini adalah terdakwa.
Tapi
aku tidak takut dan tidak perduli , alhamdulilah acara sukses bahkan Pak Indra
jati Sidi , Pak Satria Darma , bahkan Mas Ikhsan pun hadir , juga Ketua Lembaga
guru yang dari Kotamadya Bekasi pun
hadir , subhanallah surprise , juga Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi
yang hadir hingga acaranya selesai. Itulah pengalaman yang mengesankan bagiku. Sejak itu aku aktif bersama IGI Bekasi
mengadakan kegiatan Workshop dan Seminar untuk memajukan guru guru di Bekasi
Raya.
Ada
yang kusuka dari IGI , ternyata mereka memberikan kesempatan pada kami anggota
untuk berlatih menjadi trainer , motivator bahkan moderator disetiap kegiatan
IGI secara bergilir. Istilahnya dari guru , oleh guru dan untuk Guru. Dan
akupun diberi kesempatan itu. Mulai dari menjadi trainer , presenter atau MC
lalu menjadi Moderator. Banyak sudah pengalaman-pengalaman menarik yang kupetik
saat bersama pembicara-pembicara hebat. Seperti Omjay salah satunya. Beliau
selain sebagai Pembina IGI , juga adalah guru bagiku. Yang terus mendorong dan
memotivasi aku untuk terus menulis.
Hal
yang mengharukan adalah saat suamiku harus dirawat disebuah RS, akibat diabetes
dan harus diamputasi ( tapi kakak – kakak iparku tidak mengijinkan, dan
Alhamdulillah tidak sampai harus
diamputasi ), teman – teman IGI bergotong royong membantu keuangan kami
yang memang saat itu amat besar biaya yang harus ditanggung. Mereka juga datang menjenguk suamiku. Aku
amat terharu dan merasakan persauadaraan yang amat dekat , padahal kami baru berapa
bulan kenal dan bergabung dalam IGI. Luar biasa . . ., dan suamiku juga
akhirnya mendukungku terus untuk aktif di IGI hingga saat ini.
Aku
juga merasakan wawasanku tambah luas , juga info-info hinga workshopnya
menambah pengetahuan dan ketrampilanku dikelas saat mengajar. Aku semakin
bersemangat dan bergairah kembali mengajar. Padahal setelah aku keluar dari
sekolahku sebelumnya ( aku juga sempat keluar lagi dari sekolah berikutnya ,
Aku hanya sempat mengajar selama 1 tahun, karena idealisme lagi ). Ternyata
yayasan swasta dimana – mana sama. Hanya memikirkan profit sharing , tanpa
memikirkan sisi manusia guru. Padahal kalau menurut pak Munir Chotib , sekolah
yang unggul adalah sekolah yang memandang tidak ada siswa yang bodoh dan semua
siswanya merasakan tak ada satupun pelajaran yang sulit.
Dan
sekolah yang unggul adalah sekolah yang memiliki guru professional. Dan
penyelenggaraan sekolah yang professional adalah yang selalu memikirkan
kesejahteraan para gurunya. Itu kata Munir Chotib dalam bukunya Sekolahnya
Manusia . aku saat itu yang berusaha professional harus diam melihat sikap
ketidak profesionalan yayasan kepada teman guru. Dimana muridnya banyak ,
tetapi pelit memberi gaji kepada guru secara professional. Padahal SPP sekolah
swasta ini cukup tinggi mirisnya gaji
gurunya hampir sama dengan honor guru di sekolah negri.
Aku
sempat kehilangan semangatku mengajar , terlebih posisiku di manajemen yayasan
juga yang sekaligus sebagai guru. Dari pada aku yang sakit aku lebih baik
mengajukan pengunduran diri lagi saat itu. Bagaimana aku mampu menahan masalah
didepan muridku yang mereka berharap gurunya adalah idola mereka yang harus
tetap baik dimata mereka. Tapi , sekarang
aku sudah mengajar lagi dengan tenang dan penuh semangat. Disebuah SD yang
muridnya baru sedikit , tapi ada anak yatim dan duafanya disitu. Mereka juga
berhak kuberi ilmu dari skillku yang kukuasai yaitu matematika , kebetulan
sekolah ini menggunakan guru bidang studi semua. Dan bagiku tetap satu motoku ,
“lebih baik tidak punya jabatan dari pada tidak punya kelas” karena aku akan sakit
bila tidak berdiri dikelas sehari saja. Kecuali saat libur. Karena mengajar sudah menjadi darahku dan
kecintaan ku. Aku bertekad untuk terus mengabdikan diri bagi kemajuan
pendidikan Indonesiaku, selagi aku masih kuat dan dibutuhkan. Majulah pendidikan
Indonesiaku yang lebih baik….
0 Komentar