Belajar Menjadi Orang Tua


Saya bukanlah seorang ibu / guru yang sempurna . Bukan pula guru / seorang ibu yang super , yang selalu sabar dalam menghadapi anak saya  atau seorang murid baik itu dikelas maupun diluar , selau  telaten menjawab pertanyaan mereka sebagai anak-anak yang …seperti tak ada habisnya. Bukan juga seseorang yang selalu bersemangat merancang pendidikan untuk anak2nya  , baik anak saya sendiri atau anak murid saya.  Saya adalah seorang ibu atau guru yang sama seperti ibu / guru  yang lain ,yang juga  mengalami pasang surut semangat dalam menjalankan tugas sebagai  seorang ibu , seorang guru , seorang istri atau sebagai seorang mahluk Tuhan  dalam beribadah .
         

Namun meski begitu , saya bertekad untuk  terus belajar dan berusaha meneladani  sesuatu yang dapat meningkatkan semangat saya ,  baik sebagai ibu maupun sebagai seorang guru. Bagi saya menjadi orang tua di rumah maupun dikelas adalah sekaligus menjadi murid dari mereka. Artinya saya  juga belajar dari mereka , Karena kehadiran anak-anak ternyata menjadi pemicu baru dan sumber inspirasi yang bisa membuat saya belajar lebih dalam lagi tentang kehidupan. Dimana pelajaran ini tidak saya dapat saat saya masih kecil  maupun saat masih gadis . Dan ini semua tidak akan saya dapati bila saya tidak menjadi orang tua atau seorang guru.


         

Mengajar seorang anak/ murid itu membutuhkan kesabaran yang lebih besar ketimbang kita menghadapi suatu masalah atau kerusakan suatu barang . Mereka mahluk yang kecil dan tidak berdaya , yang belum mengerti mana salah mana yang benar. Benar-benar membutuhkan kesabaran untuk terus menerus mengarahkan mereka untuk menjadi benar , dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka . Saya harus sabar menjadikan mereka untuk menjadi  anak  yang mandiri , anak yang percaya akan kemampuannya sendiri. Mulai dari dari mereka  belajar untuk bisa makan / minum  sendiri dan mulai belajar berjalan  , terkadang saya  tidak sabar ketika mereka belajar menyuap makanan / minum  mereka yang kita lihat masih sering tumpah , sering jatuh ketika mereka mulai belajar berjalan  sehingga mudah sekali saya membantu mereka padahal saat itu mereka sedanng berusaha , dan  kalau kita bimbing dan diarahkan pasti bisa. Seperti lagu “ Aku bisa …aku pasti bisa  “ yang menjadi jingle iklan Dancow menggambarkan bagaimana mereka berusaha untuk bisa. Kalau mereka baru mencoba tetapi terus sering dibantu , bagaimana mereka akan bisa .


Ananda tidak akan punya mental juang untuk terus berusaha dalam artian  ketika susah sedikit dia akan mudah berkata…” ma susah , ma gak bisa..”. Wong belum dicoba kok sudah bilang susah / gak bisa. Dan ini saya alami  pada anak / murid saya  yang saya pikir  sudah besar ( anak kelas  1 SMP  ) ternyata mudah sekali berkata seperti itu.  Ternyata saya pikir-pikir kita sebagai orang tua punya kontribusi besar ( ikut andil ) loh atas sikap ananda tersebut. , Ya  karena sikap tidak sabar tersebut yang mudah mengulurkan tangan untuknya  , sehingga ketika ananda mengalami kesulitan sedikit mudah sekali menyerah sehinggaa kecenderungan menyerah  bahkan terkadang mengandalkan kita sebagai orang tuanya.        


Mungkin kita bisa mengatakan seperti ini ..”Ayo kamu pasti bisa ..coba  dulu  dech kalau tidak bisa baru dibantu. Tapi ibu yakin kamu pasti bisa…” . Mungkin kata-kata itu yang  mulai sekarang kita coba ungkapkan , tentunya  bila mereka bisa melakukan kita pun tidak pelit dengan pujian dan berkata , “ Tuch kan kamu bisa kan kalau kamu mencoba… , kamu memang hebat !! “. Karena dimanapun anak-anak pasti suka dengan pujian dan dia akan bersemangat bila kita puji. Kita juga orang dewasa kadang-kadang butuh untuk dipuji .
         

Bila sejak kecil ananda sudah diajari untuk mudah dibantu terlebih urusan pribadi mereka seperti makan , mengerjakan PR , memakai baju dll , bagaimana mereka bisa tumbuh kepercayaan diri mereka. . Terlebih untuk ananda yang saat ini duduk dikelas 6 , perlunya pengakuan bahwa mereka ingin dianggap sudah besar ,  sudah bisa naik motor ( jaman sekarang anak  9 tahun sudah banyak yang bisa naik motor )  sudah bisa berangkat sekolah sendiri , les sendiri  , nonton bareng teman-temannya ke bioskop , membuat KTK sendiri dan sebagainya . Yang saya pikir itu satu hal yang dulu pernah saya lewati saat saya duduk dikelas 6 juga sama seperti mereka. Namun terkadang kekhawatiran saya  sering berlebih , saat putra no 2 saya minta ijin untuk pergi ke BTC nonton “ Laskar Pelangi “ yang sedang in saat itu. Respon spontan saya “ jangan nak.. nanti kalau..bla-bla gimana…“ sehingga tidak sadar saya telah mengajarkan suatu ketakutan yang belum dicoba./ belum terjadi. 

Mungkin akan lebih bijak jika saya berkata  “ Oke dengan siapa kamu pergi.. yakin kamu bisa pergi sendiri..? pulang jam berapa nanti dan sebagainya. Merekapun  akan belajar tentang ketenangan dan sebuah tanggung jawab  yang kelak akan mereka tularkan kembali jika mereka punya anak seusia mereka.  Karena saya menyadari , mereka terus besar , tidak mungkin kita terus  mengikuti kemana mereka pergi , itu akan membuat mereka tidak percaya diri . Dengan tips dan nasehat yang kita berikan sebagai bekal ketika mereka harus pergi tanpa kita orang tuanya atau orang dewasa yang mendampingi mereka  , itu mengajarkan mereka untuk belajar berhati-hati  , tanggung jawab dan kepercayaan diri . Mungkin ada bagusnya kalau dinegri Barat para orang tua hanya mengatakan agar berhati-hati terhadap orang asing yang tidak mereka kenal.
         

Saya jadi ingat pengalaman saat saya di Semarang , saat itu saya harus membesarkan 3 putra saya seorang diri , karena ayahnya harus bekerja diluar kota dan pulang 1 bulan sekali itupun hanya 2 hari bersama anak-anak kalau pulang . Saya mengatakan kepada anak-anak untuk tidak mudah percaya atau mudah diajak dengan orang yang tidak mereka kenal . Walau tidak semua anak saya menurutinya dan dengan sifat anak-anaknya yang terkadang melanggar tapi rata-rata mereka cukup mematuhi itu . Saya tidak terbayang kalau mereka hilang atau tersesat mau minta tolong siapa , sementara suami saya tidak bersama saya.  Dan saya cukup tenang meninggalkan mereka sejenak untuk urusan privat atau kepasar untuk membeli sesuatu . Namun suatu hari ada kejadian yang bikin saya geli dan belajar secara sadar bahwa kita harus luwes menyikapi permasalahan.  Putra saya no 3 yang saat itu duduk di TK A hampir 2 bulan tidak masuk sekolah  karena kakinya tersiram air panas dan kulitnya melepuh besar  sehingga  tidak bisa memakai sepatu atau sandal . Sementara kakak-kakaknya tetap bersekolah , karena memang mereka sudah mandiri sejak kecil . Ketika Putra no 2 saya pulang sekolah dan melewati TK adiknya , dia disapa seorang ibu – ibu yang menanyakan adiknya kenapa tidak masuk sekolah . putra saya yang tidak merasa  mengenal ibu itu  hanya menjawab singkat dan ingin cepat-cepat pulang . Namun ibu itu yang kebetulan membawa kue mengejarnya karena penasaran dan  ingin  menitipkan kue tersebut untuk  adiknya. Tambah ketakutanlah dia ,  semakin kencang dia berlari  . Semakin kencang pula ibu itu mengejar , maksudnya mau mengikuti kerumah saya karena sebelumnya dia belum tau rumah saya jadi sekalian kerumah saya dengan mengikuti putra saya no 2 .
         

Dan saya cukup terkejut ketika putra saya pulang sekolah dengan muka yang ketakutan seakan-akan ada orang jahat yang mengejarnya . Belum sempat saya bertanya , ibu itu sudah dibelakang putra saya tersebut.  Dan saya mengenalnya sebagai  orang tua teman bungsu saya di TK . Kami sering duduk bersama menunggu anak-anak kami  selesai belajar .  Dan ibu tersebut sambil mengatur nafasnya yang terengah-engah karena berlari  , menceritakan permasalahannya.  Sayapun tertawa geli dan sadar saya belum mengenalkannya kepada putra no 2 saya , wajar anak saya ketakutan . Tapi sejak itu saya belajar menjelaskan kepada putra saya itu bahwa walau tidak mengenal tetap harus menghormatinya dengan menjawab baik-baik. Sehingga tidak menyinggung dan membuat penasaran orang asing dan bahkan mencegah orang asing untuk berbuat jahat / kasar kepadanya.
         

Nah mungkin dengan sharing dan berbagi pengalaman seperti hal-hal diatas i saya bisa mengajak para orang tua  dimanapun  . Untuk terus melatih ananda untuk mandiri dan terus mendorong mereka untuk  mengurus dirinya sendiri , ini akan memunculkan jiwa kreatif dan inisiatif ananda serta sensitifitas ananda yang tinggi  untuk  menyikapi sekelilingnya. Sehingga kita berharap mereka bisa fighting dalam menghadapi proses kedewasaan mereka Amien. Inilah yang saya katakan dengan hadirnya anak-anak kita belajar menjadi orang tua sekaligus menjadi murid untuk saya belajar lebih banyak lagi tentang hidup.

Posting Komentar

0 Komentar