PEMBELAJARAN
ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR ISBD
A. DASAR
PEMIKIRAN
1. Latar
Belakang Paedagogis
Dorongan
yang logis bagi dosen tatkala memerankan dirinya sebagai pengajar. Fungsi dan
peran dengan menempatkan dosen pada otoritas yang berlebihan, sebagai sumber
informasi tunggal dan sebagai sentral aktivitas pembelajaran.
UNESCO
(1988) mendeklarasikan empat pilar pembelajaran yaitu:
(1)
learning to know (pembelajalan untuk tahu) ;
(2)
learning to do (pembelajaran untuk berbuat) ;
(3)
learning to be (pembelajaran untuk membangun jati diri) ;
(4) learning to live together (pem-belajaran untuk
hidup bersama harmonis). Misi-misi ini, khususnya learning to live together
dalam bidang ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Ilmu yang tidak dikehendaki oleh
filsafat ilmu-ilmu social dan humaniora mengembangkan pendidikan secara
sistematis melainkan bagaimana bidang-bidang ilmu yang ada menjadi alat untuk
mengkaji fenomena dan problema sosial serta budaya yang terjadi sehingga
seseorang mampu memecahkan masalah sosial dan budaya tersebut.
2. Dasar
Yuridis
Mata
Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB) di perguruan tinggi, seperti tercantum
dalam Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI No. 38 Tahun 2002 Pasal 1 yang
menyatakan bhwa: “Mahasiswa memiliki landasan pengetahuan, wawasan, dan
keyakinan sebagai bekal hidup masyarakat selaku individu dan makhluk sosila
yang beradap serta bertanggung jawab terhadap sumber daya alam dan
lingkungannya”. Metode pembelajaran yang digunakan oleh dosen dalam pasal 5,
harus menempatkan mahasiswa sebagai subjek didik, mitra dalam proses
pembelajaran, anggota masyarakat, dan warga negara. Pendidikan tinggi
diharapkan mampu menghasilkan mahasiswa yang unggul secara intelektual, angyn
secara moral, kompeten menguasai iptek, serta memiliki komitmen tinggi untuk
berbagai peran sosial (Hamdan Mansoer, 2001, hlm. 3).
Harapan
DIKTI di atas, sejalan dengan Deklarasi UNESCO Oktober 1998 tentang kesepakatan
Perguruan Tinggi, yang intinya sebagai berikut:
1. Pendidikan Tinggi abad XXI harus memainkan
peran sebagai suatu komponen vital dari pembangunan budaya, sosial, ekonomi dan
pilitik sebagai suatu tiang penyangga dalam pembentukan kemampuan masyarakat untuk
demokrasi dan perdamaian.
2. DIKTI harus merancang fungsi prospektifnya
melalui analisis berkelanjutan tentang kegawatan sosial, ekonomi, budaya dan
kecenderungan politik, serta bertindak sebagai pemandu dalam mengatasi bencana,
mampu melihat ke masa depan, mengantisipasi dan menyiapka peringatan perdana.
3. DIKTI harus sadar akan perannya sebagai pelayan
masyarakat, dan harus berusaha agar tyerjamin keseimbangan antara misi
pendidikan dan sosial.
B. VISI, MISI, TUJUAN, DAN BAHAN ISBD
Visi Ilmu
Sosial Budaya Dasar sebagai berikut: ”Mahasiswa selaku individu dan makhluk sosial
yang beradap memiliki landasan pengetahuan, wawasan, serta keyakinan untuk
bersikap kritis, peka, dan arif dalam menghadapi persoalan sosial dan budaya
yang berkembang di masyarakat”. Sedangkan Misi Ilmu Sosial Budaya Dasar adalah:
a) Memberikan pengetahuan dan wawasan tentang
keragaman, kesetaraan dan martabat manusia sebagai individu dan makhluk sosial
dalam kehidupan masyarakat.
b) Memberikan dasar-dasar nilai estetika, etika,
moral, hukum dan budaya sosial sebagai landasan untuk menghormati dan
menghargai antara sesama manusia sehingga akan terwujud masyarakat yang tertib,
teratur dan sejahtera.
c) Memberika dasar-dasar untuk memahami masalah
sosial dan budaya serta mampu bersikap kritis, analisis dan responsif untuk
memecahkan masalah tersebut secara arif di masyarakat.
Atas
dasar visi dan misi Ilmu Sosial Budaya Dasar di kembangkan tujuan Ilmu Sosial Budaya
Dasar sebagai berikut:
a) Mengembangkan kesadaran mahasiswa untuk
menguasai pengetahuan tentang keragaman dan kesetaraan manusia sebagai individu
dan makhluk sosial dalam masyarakat.
b) Menumbuhkan sikap kritis, peka, dan arif pada
mahasiswa dalam memahami dan memecahkan masalah sosial-budaya dengan landasan
nilai estetika, etika, moral dan hukum dalam kehidupan masyarakat.
c) Memberika landasan pengetahuan dan wawasan yang
luas serta keyakinan kepada mahasiswa sebagai bekal hidup bermasyarakat, selaku
individu dan makhluk sosial yang beradap dalam mempraktikan pengetahuan
akademis dan keahliannya.
Berdasarkan
visi, misi, tujuan Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB) dan Ilmu Sosial
Budaya Dasar tersebut, maka Ilmu Sosial Budaya Dasar termasuk pada kategori
General Education (pendidikan umum) yang bertujuan untuk membina individu
(mahasiswa) untuk menjadi warga masyarakat dan warga negara yang baik, yaitu
pendidikan yang berkenaan dengan pengembangan keseluruhan kepribadian seseorang
dalam kaitannya dengan masyarakat dan lingkungan hidup.
Manusia
dalam kehidupan mengalami pengalaman hidup yang penuh makna, bahkan aktivitas
sosial dan budayanya pun di pengaruhi oleh pola-pola makna yang memberdayakan
hidupnya. ”Pendidikan umum merupakan proses pembangkitan makna-makna yang
esensial yang membimbing pelaksanaan hidup manusia melaluiperluasan dan
pendalaman makna-makna tadi”. Makna-makana esensial yang melekatdalam kehidupan
masyarakat dan budaya manusia meliputi enam pola, yaitu simbolik, empirik,
estetik, sinoetik, etik, dan sinoptik. Makna simbolik meliputi bahasa ,
matematik, termasuk juga isyarat-isyarat, upacara-upacara, tanda-tanda
kebesaran, dan sebangsanya. Makna simbolik ini sangat berarti dalam kehidupan
bermasyarakat-berbudaya manusia. Makna empirik mencakup ilmu kealaman, hayati,
kemanusiaan. Makna empirik ini mengembangkan kemampuan teoritis, konseptual,
analitis, generalisasi berdasarkan fakta-fakta, dan kenyataan yang bisa
diamati. Makna estetik meliputi sebagai seni seperti musik, karya seni,
kesenian, satra, dan lain-lain. ke dalam kawasan makna estetik ini, termasuk
hal-hal yang berkenaan dengan keindahan dan kehalusan, keunikan menurut
persepsisubjektif berjiwa seni. Makna sinoetik berkenaan dengan perasaan,
kesan, penghayatan, dan kesadaran yang mendalam. Kedalam makna ini termasuk
empati, simpati, dan sebangsanya. Makan etik berkenaan dengan aspek-aspek moral,
akhlak, perilaku yang luhur, tanggung jawab, dan sebangsanya. Makna sinoptik
berkenaan dengan pengertian-pengertian yang terpadu dan mendalam seperti agama,
filsafat, pengetahuan sejarah yang menuntut nalar masa lampau, dan hal-hal yang
bernuansa spiritual.
Secara
histori, studi sosial, dan studi kebudayaanmemiliki tujuan yang beragam, yaitu:
1. Mendidik mahasiswa menjadi
ahli di bidang ilmu. Oleh karena itu, kurikulum disusun secara terpisah sesuai
dengan body of knowledge masing-masing disiplin ilmu sosial dan budaya.
Organisasi bahan harus di susun menurut struktur dsiplin ilmunya baik
penyusunan konsep maupun sintaksisnya. Mereka tidak mengaitkan suatu mata
pelajaran dengan mata pelajaran lain dan tidak memikirkan bagaiman seseorang
menjadi warga negara yang baik (seseorang menjadi warga negara yang baik hanya
sebagai hasil sampingan saja). Pendekatan ini lebih menekankan pada content
continuum, oleh karena itu mereka tidak setuju bahwa ilmu sosial/ilmu budaya
dipandang sebagai studi sosial dan studi kebudayaan, tetapi lebih senang
menyebutnya ”Social Sciences dan Cultural Sciences”.
2. Tujuannya menumbuhkan warga
negara yang baik. Oleh karena itu Ilmu Sosial Budaya Dasar harus merupakan ”a
unified coordinated holistic study of men living in societes” (Hanna, 63).
Warga Negara yang baik akan mudah ditumbuhakan bila pendidik menempatkan
mahasiswa dalam konteks kebudayaan, dibanding dengan memusatkan perhatian pada
disiplin sosial dan budaya secara terpisah. Karena itu, program pengajaran
harus dikorelasikan bahkan mengintegrasikan beberapa disiplin ilmu
sosial-budaya dalam unit program studi. Paham ini lebih menekankan pada process
continuum dalam mencapai tujuan pendidikan.
3. Kompromi antara pendapat
pertama dan kedua. Oleh karena itu, tujuan pelajaran harus mampu mengembangkan
dasar-dasar untuk menjadi ahli dalam bidang ilmu tertentu serta mampu
memecahkan masalah sosial-budaya ketika mahasiswa terjun dimasyarakat. Oleh
karena itu, Ilmu Sosial Budaya Dasar harus merupakan:
a. Simplifikasi dan distalasi dari berbagai
disiplin ilmu sosial dan budaya untuk kepentingan pendidikan (Wesley, 64. hlm.
3)
b. Tujuan merupakan ”...a body of predigested and
organized knowledge,....,storehouse of knowledge, skills, specific virtues, the
presumed product of research in the social science, to be transmitted to the
student.”
c. Bahan pelajaran harus merupakan sebagian dari
hasil penelitian ilmu-ilmu sosial dan budaya yang dipilih dan diramu sehingga cocok
untuk program pendidikan.
4. Ilmu Sosial Budaya Dasar dimaksudkan
mempelajari bahan-bahan yang sifatnya tabu, tertutup (closed areas) atau
controversial issues yang timbul dalam bidang ekonomi, polotik, sejarah, hukum,
moral, dan lain-lain. Dengan bahan seperti di harapkan mahasiswa:
a.
Dapat mempelajari masalah sosial dan budaya yang dipecahkan.
b.
Iklim kelas yang mencerminkan kehidupan demokratis.
c.
Melatih berbeda pendapat
d.
Bahan tabu dekat kegunaannya dengan kebutuhan pribadi masyarkata.
(Numan Somantri, 2000, hlm. 260-261)
C. PENTINGNYA
PENDEKATAN INTERDISIPLINER DALAM ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR
Penggunaan
pendekatan multisiplin dalam proses pembelajaran Ilmu Sosial Budaya Dasar bisa
menggunakan pendekatan struktural, yaitu beberapa disiplin ilmu sosial atau
disiplin ilmu budaya digunakan untuk mengkaji masalah, tetapi sistematika salah
satu struktur disiplin tertentu masih terlihat dominan sebagai pisau
analisisnya, karena masalah yang dikaji senagat erat dan banyak kaitannya
dengan disiplin tertentu (misalnya masalah korupsi erta kaitannya dengan ilmu
hukum, kemiskinan dengan ilmu ekonomi, banjir dengan ilmu geografi, dan
sebagainya) sedangkan ilmu-ilmu yang lain sebagai penunjang analisisnya.
Selain
itu, dengan menggunakan pendekatan fungsional, yaitu pembelajaran yang bertitik
tolak dari masalah yang terdapat dalam masyarkat atau lingkungan mahasiswa atau
masalah sosial-budaya dimana mahasiswa terlibat secara langsung. Oleh karena
itu, pendekatan fungsional tidak berangkat dari satu disiplin ilmu, bahkan
karena luasnya pembahasan, identitas disiplin ilmu hampir tidak kelihatan
karena banyaknya konsep yang berhimpitan dan bersintesis. Misalnya saja ketika
membahas pergaulan bebas di luar nikah, atau anarki pascareformasi dikaji
faktor historis, faktor politis, faktor yuridis, faktor sosiologis, faktor
kultural, serta faktor sosial-ekonomi.
Bisa juga
digunakan pendekatan interfield, yaitu bertitik tolak dari ruang lingkup yang
luas, misalnya saja masalah humanitis dengan tema reformasi, pembangunan,
pemilu, demokrasi, multikultur dsn lsin-lsin ysng dikaji dari berbagai ilmu
yang cukup luas seperti bahasa, IPA, pendidikan, agama, teknologi dan
sebagainya. Dalam pendekatan interfield ini dapat juga digunakan the area
approach yang berusaha menyusun bahan kuliah berdasarkan kebudayaan suatu
daerah, misalnya saja kebudayaan Bali, kebudayaan Jawa Barat, kebudayaan
Betawi, dan lain-lain, atas dasar daerah tersebut maka aspek politik, sejarah,
antropologi, ekonomi, pendidikan, teknologi, agama dan lain sebagainya ikut
melengkapinya.
D. BEBERAPA
ALTERNATIF MODEL PEMBELAJARAN ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR
Model
pembelajaran problem solving, inqury, klasifikasi nilai, science technologi and
society, social action model, serta portopolio based learning sangat diperlukan
untuk mengembangkan empat pilar pendidikan yang dikemukakan oleh UNESCO. Model
pembelajaran yang disebut ini membutuhkan keterampilan mahasiswa untuk
menguasai teknik pemecahan masalah. Masalah sendiri dapat diartikan setiap
kesulitan yang merintangi atau belum ada jawaban secara pasti dan membutuhkan
pemecahan apabila manusia ingin maju dan berkembang terus.
John
Dewey dalam bukunya, How The Think (1910). Mengemukakan langkah pemecahan
masalah sebagai berikut:
(a) A
feeling of perplexy;
(b) The
definition of the problem;
(c)
Sugesting and testing hypotheses;
(d)
Development of the best solution by reasoning; and
(e) Testing of conclution followed by
reconsideration of necessary. Kalau disederhanakan sama dengan langkah-langkah
kegiatan ilmiah, yaitu mulai:
(a) Merasakan adanya masalah; (b) Merumuskan
masalah; (c) Membuat hipotesisi atau membuat pertanyaan-pertanyaan penelitian
untuk memecahkan masalah; (d) Menetapkan sumber data yang akan dijadikan objek
penelitian; (e) Membuat intsrumen untuk melakukan penelitian; (f) melakukan
pengumpulan data; (g) Melakukan klasifikasi atau analisis data; (h) Menguji
hipotesis atau Pembahasan hasil penelitian; (i) Rekomendasi.
E. PROSES PEMBELAJARAN BERBASIS PORTOFOLIO
1.
Pengertian
Dalam
konteks pendidikan, pengertian portofolio menurut D. Budimansyah (2002, h. 1-2)
bisa diartikan sebagai ”Wujud benda fisik” yaitu bundel, yaitu sekumpulan atau
dokumentasi hasil pekerjaan peserta didik, seperti hasil bundelan pre-test,
tugas, post-test, dan lain-lain. Bisa juga diarrtikan sebagai “kegiatan social
paedagogis”, yaitu collection of learning experience yang terdapat dalam
pikiran peserta didik baik yang berwujud pengetahuan, sikap, maupun
keterampilan. Sedangkan sebagai model pembelajaran Boediono (2001) mengataka
bahwa portofolio merupakan bentuk dari praktik belajar kewarganegaraan, yaitu
inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami teori
secara mendalam melalui pengalaman belajar praktik-empirik.
U.
Syarifudin (2002, hlm. 31) mengatakan bahwa portofolioadalah tampilan visual
dan audio yang disusun secara sistematis melukiskan proses berpikir yang
didukung oleh seluruh data yang relevan, sehingga secara utuh melukiskan
“Integrated learning experiences” atau pengalaman belajar terpadu yang dialami
oleh mahasiswa dalam kelas sebagai suatu kesatuan. Dengan demikian, model
pembelajar berbasis portofolio merupakan pembelajaran yang melibatkan mahaiswa
secara aktif dan kooperatif mulai dari menentukan masalah secara demokratis,
mengumpulksn data, mengoleksi data, menampilkan data, menentukan solusi
permasalahan sehingga dia mampu menilai, dan memengaruhi kebijakan umum dari
hasil temuannya.
2. Langkah-langkah Pemelajaran
a.
Mengidentifikasi Masalah
Dalam
kegiatan ini mahasiswa dipinta untuk menjawabhal-hal sebagai berikut:
(a)
Apakah masalah ini merupakan masalah penting bagi saudara atau masyarakat
(mengapa) ?;
(b) Lembaga manakah yang ebrtanggung untuk mengatasi masalah
tersebut ?;
(c) Kebijakan apakah yang telah diambil oleh lembaga tersebut untuk
mengatasi masalah tersebut ?;
(d) Apakah keuntungan dan kerugian dari kebijakan
tersebut ?; (e) Apakah kebijakan tersebut dapat diperbaiki ?;
(f) Adakah silang
pendapat terhadap kebijakan tersebut di masyarakat ?;
(g) Dimanakah kalian akan
mendapat informasi tentang masalah tersebut ?;
(h) Adakah masalah lain di
masyarakat yang berguna untuk dikaji oleh kelompok lain ?
(Pertanyaan-pertanyaan tersebutdapat pula dipakai untuk menelusuri sumber dari
media cetak atu elektronik,
untuk pertanyaan butir (a) menjadi “Bagaimana
pandangan artikel (berita TV/radio) terhadap masalah yang dianalisis?” Demikian
juga untuk pertanyaan selanjutnya.
b. Memilih
Masalah untuk Kajian Kelas
Dalam
kegiatan ini ada dua kegiatan: pertama, menyususn daftar masalah ditulis di
papan tulis; kedua, melakukan pemungutan suara untuk memilih salah satu masalah
untuk menjadi kajian kelas dengan cara:
(a) salah satu pembicaraan dari setiap kelompok
kecil mengemukakan alasan mengapa masalah itu dipilih dilihat dari
kepentingannya bagi mahasiswa dan masyarakat, serta sejauh mana ketersediaan
sumber informasi untuk menganalisis masalah tersebut;
(b) melakukan pemungutan suara untuk memilih salah
satu masalah tersebut bisa secara terbuka maupun tertutup. Hal ini bisa
langsung dilakukan satu tahap artinya dipilih yang terbanyak atau dilakukan dua
tahap dengan dua kali pemilihan, tahap pertama setiap orang memilih 3 masalah,
dan masalah yang menempati peringkat 1, 2, dan 3 dipilih ulang untuk menetapkan
hanya satu masalah saja dengan setiap pemilih menetapkan satu pilihan.
c. Mengumpulkan Informasi tentang Masalah yang
akan Dikaji oleh Kelas
Langkah untuk mengumpulkan informasi bisa
dilakukan dengan cara:
(a)
mengunjungi langsung sumber informasi (misalnya, keperpustakaan, biro kliping,
Biro Pusat statistik, dan lain-lain) ; (b) menghubungi sumber informasi melalui
telephone (bisa dilakukan langsung untuk mendapatkan data yang telah disipakan
dengan daftar wawancara atau hanya sekedar membuat perjanjian untuk bertemu) ;
(c) membuat janji untuk mengadakan wawancara melalui kunjungan langsung, lewat
telepon atau pertmohonan melalui surat (kegiatan ini diperluakan untuk
menetapkan waktu wawancara untuk mendapatakan informasi dari individu atau
kelompok, seperti wawancara dengan anggota legislatif, pejabat PEMDA, kelompok
LSM/ORMAS/ORPOL atau tokoh masyarakat, dan lain-lain) ; (d) memohon informasi
melalui surat.
Informasi
yang telah dikumpulkan disusun secara sistematis berdasarkan sub-subkajian
mulai dari latar belakang masalah (faktor-faktor penyebab), pandangan individu
atau masyarakat terhadap masalah tersebut, dasar yuridis, historis, sosiologis,
ekonomis, dan kultural masalah tersebut. Kebijakan publik yang berhubungan
dengan masalah tersebut, serta faktor-faktor yang mendukung dan menghambat
penyelesaian masalah, pada suatu bundel dokumentasi yang disebut bundel
portofolio.
d.
Mengembangkan Portofolio Kelas
Pada sesi
ini, mahasiswa menjelaskan masalah, mengkaji berbagai kebijakan alternatif
untuk memecahkan masalah, mengusulkan kebijakan publik untuk mengatasi masalah,
mengusulkan rencana tindakan.
e.
Penyajian portofolio (Show-Case)
Show-Case
atau gelar kasus pada dasarnya memberikan pengalaman berharga kepada mahasiswa
untuk mampu menyajikan gagasan dan meyakinkannya kepada orang lain agar
menerima gagasan tersebut.
f.
Kriteria Penilaian Portofolio
(1)
Kelengkapan, meliputi kesesuain tugas dengan kelompok masing-masing;
(2) Kejelasan, meliputi sistematika, penggunaan
bahasa yang tepat dan dimengerti, argumen yang ditampilkan;
(3) Informasi, meliputi keakuratan informasi,
dukungan fakta, dan hubungan informasi dengan masalah yang dikaji;
(4) Dukungan, meliputi contoh aktual yang
mendukung masalah atau pemecahan masalah, serta penjelasan yang mendalam secara
interdisipliner;
(5) Data grafis, meliputi hubungan data grafis
dengan masalah atau bagiannya, apakah lebig mnejelaskan informasi sehingga
orang lain lebih memahami masalah yang dikaji;
(6) Dokumentasi, meliputi keragaman dan keakuratan
sumber dokumenter, teknis pendokumtasian, teknis pengutipan, hubungan
dokumentasi dengan masalah;
(7) Argumentasi, meliputi argumentasi rasional, argumentasi
ilmiah ilmu-ilmu sosial dan budaya, argumentasi nilai-moral dan hukum.
Implementasi
pendidikan karakter bangsa di perguruan tinggi dapat menggunakan tiga jalur
strategi, yaitu melalui :
1.
jalur pembelajaran
2.
jalur pengembangan budaya kampus
3.
pemberdayaan pemangku kepentingan pendidikan atau
komunitas pendidikan.
Pertama, implementasi pendidikan
karakter bangsa melalui jalur pembelajaran berarti mengintegrasikan atau
memadukan komponen-komponen atau anasir karakter bangsa ke dalam pembelajaran
(perencanaan, pelaksanaan dan penilaian). Standar kompetensi, kompetensi dasar,
indikator ketercapaian kompetensi, dan proses atau skenario pembelajaran dapat
dimuati komponen karakter bangsa sehingga silabus dan RPP serta proses pembelajaran
bermuatan karakter bangsa.
Kedua, implementasi pendidikan
karakter bangsa melalui jalur pengembangan budaya perguruan tinggi berarti
memadukan atau mengintegrasikan komponen atau anasir karakter bangsa sebagai
muatan program pengembangan budaya sekolah. Di sini komponen karakter bangsa
bisa dipadukan dengan berbagai program dan kegiatan dalam rangka pengembangan
budaya sekolah, misalnya penciptaan lingkungan hidup sehat, lingkungan bersih,
dan lingkungan saling menghormati sesama warga sekolah. Dengan kata lain,
penciptaan lingkungan budaya yang kondusif atau nyaman bagi pembentukan
karakter bangsa.
Ketiga, implementasi pendidikan
karakter bangsa melalui jalur pemberdayaan pemangku kepentingan pendidikan atau
komunitas perguruan tinggi berarti mengintegrasikan atau memasukan komponen
atau anasir karakter bangsa dengan program dan atau aktivitas di masyarakat dan
atau keluarga siswa. Misalnya, mengadakan karyawisata ke suatu tempat,
kunjungan ke tempat bersejarah, bergotong royong dengan masyarakat, dan lomba
seni-sains-olahraga dengan unsur masyarakat. Di sini berbagai program dan atau
aktivitas komunitas masyarakat atau pemangku kepentingan pendidikan menjadi
bermuatan karakter bangsa sehingga pemangku kepentingan pendidikan atau
komunitas masyarakat menjadi ajang pembentukan karakter bangsa yang fungsional.
Dalam
rangka mencapai keberhasilan atau ketercapaian tujuan pendidikan karakter
bangsa melalui ketiga jalur tersebut diperlukan rencana tindakan (action plan)
implementasi pendidikan karakter bangsa di sekolah. Rencana tindakan itu
meliputi
(i) integrasi komponen karakter bangsa ke dalam pembelajaran,
(ii)
pembudayaan komponen karakter bangsa ke dalam budaya sekolah, dan
(iii) pemberdayaan komunitas perguruan tinggi atau
pemangku kepentingan pendidikan untuk pembentukan karakter bangsa. Rencana
tindakan tindakan pertama mewujud atau mengejawantah dalam silabus dan RPP
serta proses pembelajaran.
Rencana
tindakan kedua dan ketiga bisa menggunakan format sebagai berikut :
Struktur
atau organisasi rencana tindakan implementasi pendidikan karakter bangsa di
perguruan tinggi adalah sebagai berikut.
Rencana
Tindakan Implementasi Pendidikan Karakter Bangsa di Sekolah
Visi,
Misi dan Tujuan Sekolah
a.
Strategi Pendidikan Karakter Bangsa di Sekolah
b.
Permasalahan Pendidikan Karakter Bangsa di Sekolah
c.
Tantangan Pendidikan Karakter di Sekolah
Strategi
Implementasi Pendidikan Karakter Bangsa di Sekolah
a.
Faktor Penghambat dan Pendukung Pendidikan
Karakter Bangsa
b.
Penghambat Pendidikan Karakter Bangsa
c.
Faktor Pendukung Pendidikan Karakter Bangsa
Program
Kegiatan Pendidikan Karakter di Sekolah :
Ø Program
Pembelajaran Terintegrasi Karakter Bangsa
Ø Program
Karakter Bangsa melalui Pengembangan Budaya Sekolah
Ø Program
Karakter Bangsa melalui Pemberdayaan Pemangku Kepentingan Pendidikan atau
Komunitas Sekolah
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA
A. Hakikat Manusia Sebagai Makhluk Budaya
Manusia
adalah salah satu makhluk Tuhan di dunia. Makhluk Tuhan dialam fana ini ada
empat macam, yaitu alam, tumbuhan, binatang, dan manusia. Sifat–sifat yang
dimiliki keempat makhluk Tuhan tersebut sebagai berikut.
1. Alam memiliki sifat wujud
2. Tumbuhan memiliki sifat hidup dan wujud
3. Binatang memiliki sifat wujud, hidup dan
dibekali nafsu
4. Manusia memiliki sifat wujud, hidup dibekali nafsu serta akal budi
Akal budi
merupakan pemberian sekaligus potensi dalam diri manusia yang tidak dimiliki
makhluk lain. Kelebihan manusia dibandingkan makhluk lain terletak pada akal
budi. Anugerah Tuhan akan akal budilah yang membedakan manusia dari makhluk
lain. Akal adalah kemampuan berpikir manusia sebagai kodrat alami yang
dimiliki. Berpikir merupakan perbuatan operasional dari akal yang mendorong
untuk aktif berbuat demi kepentingan dan peningkatan hidup manusia. Jadi,
fungsi dari akal adalah berpikir. Karena manusia yang dianugerahi akal maka
manusia dapat berpikir. kemampuan berpikir manusia juga digunakan untuk
memecahkan maslaah–masalah hidup yang dihadapi.
Budi berarti juga akal. Budi berasal dari
bahasa Sansekerta budha yang artinya akal. Budi menurut kamus lengkap Bahasa
Indonesia adalah bagian dari kata hati
yang berupa panduan akal dan perasaan dan yang dapat membedakan baik–buruk sesuatu. Budi dapat pula berarti
tabiat, perangai dan akhlak. Sutan Takdir Alisyahbana mengungkapkan bahwa
budilah yang menyebabkan manusia mengembangkan suatu hubungan yang bermakna
dengan alam sekitarnya dengan jalan memberikan penilaian objektif terhadap
objek dan kejadian.
Dengan akal budinya, manusia mampu
menciptakan, mengkreasi, memperlakukan, memperbarui, memperbaiki, mengembangkan
dan meningkatkan sesuatu yang ada untuk kepentingan hidup manusia. Contohnya
manusia bisa membangun rumah, membuat aneka masakan, menciptakan beragam jenis pakaian,
membuat alat transportasi, sarana komunikasi dan lain–lain. Binatang pun bisa
membuat rumah dan mencari makan. Akan tetapi, rumah dan makanan suatu jenis
makanan tidak pernah berubah dan berkembang. Rumah burung (sarang) dari dulu
sampai sekarang tetap saja wujudnya, tidak ada pembaharuan dan peningkatan.
Manusia dengan kemampuan akal budinya bisa memperbaharui dan mengembangkan
sesuatu untuk kepentingan hidup.
Kepentingan hidup manusia adalah dalam
rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Secara umum, kebutuhan manusia dalam
kehidupan dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, kebutuhan yang bersifat
kebendaan (sarana–prasarana) atau badani
atau ragawi atau jasmani/biologis. Contohnya adalah makan, minum,
bernafas, istirahat dan seterusnya. Kedua, kebutuhan yang bersifat rohani atau
mental atau psikologi. Contohnya adalah kasih sayang, pujian perasaan aman,
kebebasan, dan sebagainya.
Abram Maslow seorang ahli psikologi,
berpendapat bahwa kebutuhan manusia dalam hidup dibagi menjadi lima tingkatan.
Kelima tingkatan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan
psikologis (physiological needs). Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar,
primer dan vita. Kebutuhan ini menyangkut fungsi–fungsi biologis dasar dari
organisme manusia, seperti kebutuhan akan makanan, pakaian tempat tinggal,
sembuh dari sakit, kebutuhan seks dan sebagainya.
2. Kebutuhan akan rasa aman dan perlindungan
(safety and security needs). Kebutuhan ini menyangkut perasaan, seperti bebas
dari rasa takut, terlindung dari bahaya dan ancaman penyakit, perang,
kemiskinan, kelaparan, perlakuan tidak adil dan sebagaimya.
3. Kebutuhan
sosial (sosial needs). Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan dicintai,
diperhitungkan sebagai pribadi, diakui sebagai anggota kelompok, rasa setia
kawan, kerja sama,
persahabatan, interaki, dan seterusnya.
4. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs).
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan
dihargainya kemampuan, kedudukan jabatan, status, pangkat, dan sebagainya.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri (self
actualization). Kebutuhan ini meliputi kebutuhan untuk memaksimalkan penggunaan
potensi–potensi, kemampuan, bakat, kreativitas, ekspresi diri, prestasi dan
sebagainya.
Menurut
Maslow, kebutuhan manusia pertama–tama diawali dari kebutuhan psiklogis atau
paling mendesak kemudian secara bertahap beralih ke kebutuhan tingkat di
atasnya sampai tingkatan tertinggi, yaitu kebutuhan aktualisasi diri. Beliau
menjelaskan bahwa kita tidak dapat memenuhi kebutuhan kita yang lebih tinggi
kalau kebutuhan yang lebih rendah belum terpenuhi. Itu berarti kebutuhan nomor
lima akan diupayakan pemenuhannya kalau kita sudah memenuhi kebutuhan–kebutuhan
sebelumnya. Jadi, kebutuhan manusia
bertingkat dan membentuk hirarki.
Dengan
akal budi, manusia tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi juga
mampu mempertahankan serta meningkatkan derajatnya sebagi makhluk yang tinggi
bila dibandingkan dengan makhluk lainnya. Manusia tidak sekedar homo, tetapi human
(manusia yang manusiawi). Dengan demikian, manusia memiliki dan mampu
mengembangkan sisi kemanusiaannya.
Dengan akal budi manusia mampu menciptakan
kebudayaan. Kebudayaan pada dasarnya adalah hasil akal budi manusia dalam
interaksinya, baik dengan alam maupun manusia lainnya. Manusia merupakan
makhluk yang berbudaya. Manusia adalah pencipta kebudayaan.
B. Apresiasi Terhadap Kemanusiaan dan
Kebudayaan
1. Manusia dan Kemanusiaan
Istilah
kemanusiaan berasal dari kata manusia mendapat tambahan awalan ke–dan
akhiran–an sehingga menjadikan kata benda abstrak. Manusia menunjuk pada benda
konkret, sedangkan kemanusiaan merupakan kata beda abstrak. Dengan demikian
kemanusiaan disebut dengan human.
Kemanusiaan
berarti hakikat dan sifat–sifat khas manusia sebagai makhluk yang tinggi harkat
matabatnya. Kemanusiaan menggambarkan ungkapan akan hakikat dan sifat yang
seharusya dimiliki oleh makhluk yang bernama manusia. Kemanusiaan merupakan
prinsip atau nilai yang berisi keharusan/tutunan untuk berkesuaian dengan
hakikat dari manusia.
Hakikat
manusia bisa dipandang secara segmental atau dalam arti parsial. Misalkan
manusia dikatakan sebagai homo economicus, homo faber, homo socius, homo homini
lupus, zoon politicon, dan sebagainya. Namun pandangan demikian tidak bisa
menjelaskan hakikat manusia secara utuh.
Hakikat
manusia Indonesia berdasarkan Pancasila sering dikenal sebagai sebutan hakikat
kodrat monopluralis.
Hakikat
manusia terdiri atas :
Ø Monodualis
susunan kodrat manusia yang terdiri dari aspek keragaan, meliputi wujud materi
argonasis benda mati, vegetatif, dan animalis, serta aspek kejiwaan meliputi
cipta, rasa dan karsa.
Ø
Monodualis sifat kodrat manusa terdiri atas segi individu dan segi sosial.
Ø
Monodualis kedudukan kodrat meliputi segi keberadaan manusia sebagai
makhluk yang berkepribadian merdeka (berdiri sendiri) sekaligus juga
menunjukkan keterbatasannya sebagai makhluk Tuhan.
Karena
manusia memiliki harkat dan derajat yang tinggi maka manusia hendaknya
mempertahankan hal tersebut. Dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan harkat
dan martabatnya tersebut, maka prinsip kemanusiaan berbicara. Prinsip
kemanusiaan mengandung arti adanya penghargaan dan penghormatan terhadap harkat
dan martabat manusia yang luhur itu. Semua manusia adalah luhur, karena itu
manusia tidak harus dibedakan perlakuannya karena perbedaan suku, ras,
keyakinan status sosial ekonomi, asal–usul dan sebagainya.
Ada
ungkapan bahwa the mankind is one ( Kemanusiaan adalah satu ). Dengan demikian,
sudah sewajarnya antar sesama manusia tidak saling menindas, tetapi saling
menghargai dan saling menghormati dengan pijakan prinsip kemanusiaan.
Prinsip
kemanusiaan yang ada dalam diri manusia menjadi penggerak manusia untuk berperilaku
yang seharusnya sebagai manusia.
Dalam
pancasila sila kedua terdapat konsep kemanusiaan yang adil dan beradab.
Kemanusiaan yang adil dan beradab berarti sikap dan perbuatan manusia yang
sesuai dengan kodrat hakikat manusia yang sopan dan susila yang berdasarkan
atas nilai dan norma moral. Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kesadaran
akan sikap dan perbuatan yang didasarkan pada budi nurani manusia yang
dihubungkan dengan norma–norma baik terhadap diri-sendiri, sesama manusia,
maupun terhadap lingkungannya.
2. Manusia dan Kebudayaan
Kebudayaan
berasal dari Bahasa Sansekerta, yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak
dari buddhi (budi atau akal ) diartikan
sebagai hal–hal yang berkaitan dengan budi dan akal. Ada pendapat lain
mengatakan budaya berasal dari kata budi
dan daya. Budi merupakan unsur rohani, sedangkan daya adalah unsur jasmani
manusia. Dengan demikian, budaya merupakan hasil budi dan daya dari manusia.
Dalam
bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin
colere, yaitu mengolah dan mengerjakan. Dalam Bahsa Belanda, cultuur berarti
sama dengan culture. Culture atau cultuur bisa diartikan juga sebagi mengolah
tanah dan bertani. Dengan demikian, kata budaya ada hubungannya dengan
kemampuan manusia dalam mengelola sumber–sumber kehidupan, dalam hal ini
pertanian. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai kultur dalam bahasa
Indonesia.
Definisi
kebudayaan telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Beberapa contoh sebagai
berikut :
1. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu
yang turun temurun dari suatu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian
disebut sebagai super organik.
2. Andreas eppink menyatakan bahwa kebudayaan
mengandung keseruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan, serta
keseluruhan struktur–struktur sosial, religius, dan lain–lain, ditambah lagi
dengan segala intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
3. Eward B,
Taylor mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang
didalamnya mengandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan–kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
suatu masyarakat.
4. Selo
Soemardjan dan Soelaiman Soemardi mengatakan kebudayaan adalah sarana hasil karya,
rasa dan cipta masyarakat.
5. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan
adalah keseluruhan gagasan dan karya
manusia yang harus dibiasakan dengan belajar besirat dari hasil budi pekerti
Dari
berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan
sebagai sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat
dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari–hari, kebudayaan itu
bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda- benda yang
diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan
berupa benda- benda yang bersifat nyata, misalnya pola–pola perilaku, bahasa,
peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain–lain, yang
kesemuanyan ditujukan untuk membantu Manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakatnya.
J.J
Hoeningman membagi wujud kebudayaan menjadi tiga, yaitu gagasan, aktivitas, dan
artefak.
a. Gagasan (wujud ideal)
Wujud
ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide, gagasan,
nilai, norma, peraturan, dan sebagainya
yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan
ini terletak dalam kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika
masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka
lokasi dari kebudayaan ideal itu berada
dalam karangan dan buku–buku hasil
karya para penulis warga
masyarakat tersebut.
b. Aktivitas (tindakan)
Aktivitas
adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam
bermasyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem
sosial ini terdiri dari aktivitas–aktivitas manusia yang saling berinteraksi,
mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola–pola
tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. sifatnya konkret, terjadi dalam
kehidupan sehari–hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
c. Artefak (karya)
Artefak
adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan
karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda benda atau hal–hal yang dapat diraba, dilihat
dan didokumentasikan. Sifatnya paling kongkret diantara ketiga wujud
kebudayaan,
Koentjaraningrat
membagi wujud kebudayaan menjadi tiga pula, yaitu
1. Suatu kompleks ide, gagasan, nilai norma
dan sebagainya
2. Suatu
kompleks aktivitas atau tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat
3. Suatu benda-benda hasil karya manusia
Sedangkan
mengenai unsur kebudayaan, dikenal adanya tiga usur kebudayaan yang bersifat
universal. Ketujuh unsur tersebut dikatakan universal karena dapat dijumpai
dalam setiap kebudayaan dimanapun dan kapan pun berada.
Tujuh
unsur kebudayaan tersebut yaitu :
1. Sistem peralatan dan perlengkapan hidup
2. Sistem mata pencaharian hidup
3. Sistem kemasyarakatan atau organisasi
sosial
4. Bahasa
5. Kesenian
6. Sistem pengetahuan
7. Sistem religi
Manusia
merupakan pencipta kebudayaan karena manusia dianugerahi akal dan budi daya.
Dengan akal dan budi daya itulah manusia menciptakan dan mengembangkan
kebudayaan. Terciptanya kebudayaan adalah hasil interaksi manusia dengan segala isi alam raya ini.
Hasil interaksi binatang dengan alam
sekitar tidak membentuk kebudayaan, tetapi hanya menghasilkan pembiasaan
saja. Hal ini karena binatang tidak dibekali akal budi, tetapi hanya nafsu dan
naluri tingkat rendah.
Karena
manusia adalah pencipta kebudayaan maka manusia adalah makhluk berbudaya.
Kebudayaan adalah ekspresi eksistesi manusia di dunia. Dengan kebudayaannya
manusia mampu menampakkan jejak–jejaknya dalam panggung sejarah dunia.
C. Etika dan Estetika Kebudayaan
1. Etika Manusia dalam Berbudaya
Kata
etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos. Secara etimologis, etika adalah
ajaran tentang baik–buruk, yang diterima umum atau tentang sikap, perbuatan,
kewajiban, dan sebagainya. Etika bisa disamakan artinya dengan moral (mores
dalam bahasa latin), akhlak, atau kesusilaan. Etika berkaitan dengan masalah
nilai, karena etika pada pokoknya membicarakan masalah–masaah yang berkaitan
dengan predikat nilai susila, atau tidak susila, baik dan buruk. Dalam hal ini,
etika termasuk dalam kawasan nilai, sedangkan nilai etika itu sendiri berkaitan
dengan baik–buruk perbuatan manusia.
Namun,
etika memiliki makna yang bervariasi. Bertens menyebutkan ada tiga jenis makna
etika sebagai berikut :
a. Etika
dalam arti nilai–nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
kelompok orang dalam mengatur tingkah laku.
b. Etika
dalam arti kumpulan asas atau nilai moral (yang dimaksud disini adalah kode
etik)
c. Etika
dalam arti ilmu atau ajaran tentang yang baik dan yang buruk . Disini etika
sama artinya dengan filsafat moral.
Etika
sebagai nilai dan norma etik atau moral berhubungan dengan makna etika yang
pertama. Nilai–nilai etik adalah nilai tentang baik buruk kelakuan manusia.
Nilai etik diwujudkan kedalam norma etik, norma moral, norma kesusilaan.
Norma etik
berhubungan dengan manusia sebagai individu karena menyangkut kehidupan
pribadi. Pendukung norma etik adalah nurani individu dan bukan manusia sebagai
makhluk sosial atau sebagai anggota masyarakat yang terorganisir. Norma ini
dapat melengkapi ketidakseimbangan hidup pribadi dan mencegah kegelisahan diri
sendiri.
Norma
etik ditujukan kepada umat manusia agar tebetuk kebaikan akhlak pribadi guna
penyempurnaan manusia dan melarang manusia melakukan perbuatan jahat. Membunuh,
berzina, mencuri, dan sebagaiya. Tidak hanya dilarang oleh norma kepercayaan
atau keagamaan saja, tetapi dirasaan juga sebagai bertentangan dengan (norma)
kesusilaan dalam setia hati nurani manusia. Norma etik hanya membebani manusia
dengan kewajiban–kewajiban saja.
Asal atau
sumber norma etik adalah dari manusia sendiri yang bersifat otonom dan tidak
ditujukan kepada sikap lahir, tetapi ditujukan kepada sikap batin manusia.
Batinnya sendirilah yang mengancam perbuatan yang melanggar norma kesusilaan
dengan sanksi. Tidak ada kekuasaaan diluar dirinya yang memaksakan sanksi itu.
Kalau terjadi pelanggaran norma etik, misalnya pencurian atau penipuan, maka
akan timbullah dalam hati nurani si pelanggar itu rasa penyesalan, rasa malu,
takut, dan merasa bersalah.
Daerah
berlakunya norma etik relatif universal, meskipun tetap dipengaruhi oleh
ideologi masyarakat pendukungya. Perilaku membunuh adalah perilaku yang amoral,
asusila atau tidak etis. Pandangan itu bisa diterima oleh orang dimana saja
atau universal. Namun, dalam hal tertentu, perilaku seks bebas bagi masyarakat
penganut kebebasan kemungkinan bukan perilaku yang amoral. Etika masyarakat
Timur mungkin berbeda dengan etika masyarakat barat.
Norma
etik atau norma moral menjadi acuan manusia dalam berperilaku. Dengan norma
etik, manusia bisa membedakan mana perilaku yang baik dan juga mana perilaku
yang buruk. Norma etik menjadi semacam das sollen untuk berperilaku baik.
Manusia yang beretika berarti perilaku manusia itu baik sesuai dengan
norma–norma etik.
Budaya
atau kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Manusia yang
beretika akan menghasilkan budaya yang memiliki nilai–nilai etik pula. Etika
berbudaya mengandung tuntutan atau keharusan bahwa budaya yang diciptakan
manusia mengandung nilai–nilai etik yang kurang lebih bersifat universal atau
diterima
sebagian besar orang. Budaya yang memiliki nilai–nilai etik adalah budaya yang
mampu menjaga, mempertahankan, bahakan mampu meningktkan harkat dan martabat
manusia itu sendiri. Sebaliknya, budaya yang beretika adalah kebudayaan yang
akan merendahkan atau bahkan menghancurkan martabat kemanusiaan.
Namun
demikian, menentukan apakah suatu budaya yang dihasilkan manusia itu memenuhi
nilai–nilai etik ataukah menyimpang dari nilai etika adalah bergantung dari
paham atau ideologi yang diyakini masyarakat pendukung kebudayaan . Hal ini
dikarenakan berlakunya nilai–nilai etik bersifat universal, namun amat
dipengaruhi oleh ideologi masyarakatnya.
Contohnya,
budaya perilaku berduaan dijalan antara sepasang muda mudi, bahkan bermesraan
di hadapan umum. Masyarakat individual menyatakan hal demikian bukanlah perilaku yang etis,
tetapi akan ada sebagian orang atau
masyarakat yang berpandangan hal
tersebut merupakan suatu
penyimpangan etik.
2. Estetika Manusia dalam Berbudaya
Estetika
dapat dikatakan sebagai teori tentang keindahan atau seni. Estetika berkaitan
dengan nilai indah–jelek (tidak indah). Nilai estetika berari nilai tentang
keindahan. Keindahan dapat diberi makna secara luas, secara
sempit, dan estetik murni.
a. Secara luas
keindahan mengandung ide
kebaikan, bahwa segala
sesuatunya yang baik termasuk yang abstrak maupun nyata yang mengandung
ide kebaikan adalah indah. Keindahan
dalam arti luas meliputi banyak hal,
seperti watak yang indah, hukum yang indah, ilmu yang indah, dan kebajikan yang indah. Indah dalam arti luas
mencakup hampir seluruh yang ada apakah
merupakan hasil seni,
alam, moral, dan
intelektual.
b. Secara
sempit, yaitu indah yang terbatas pada lingkup persepsi penglihatan (bentuk dan
warna).
c. Secara estetik murni, menyangkut pengalaman
estetik seseorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang diresapinya melalui
penglihatan, pendengaran perabaan dan perasaan, yang semuanya dapat menimbulkan
persepsi (anggapan) indah.
Jika
estetika dibandingkan dengan etika, maka etika berkaitan dengan nilai tentang
baik–buruk, sedangkan estetika berkaitan dengan hal yang indah–jelak. Sesuatu
yang estetik berarti memenuhi unsur keindahan (secara estetik murni maupun
secara sempit, baik dala bentuk, warna, garis, kata, ataupun nada). Budaya yang
estetik berarti budaya tersebut memiliki unsur keindahan.
Apabila
nilai etik bersifat relatif universal, dalam arti bisa diterima banyak orang,
namun nilai estetik amat subjektif dan partikular. Sesuatu yang indah bagi
seseorang belum tentu indah bagi orang lain. Misalkan dua orang memandang
sebuah lukisan. Orang yang pertama akan mengakui keindahan yang terkandung
dalam lukisan tersebut, namun bisa jadi orang kedua sama sekali tidak menemukan
keindahan di lukisan tersebut.
Oleh
karena subjektif, nilai estetik tidak bisa dipaksakan pada orang lain. Kita
tidak bisa memaksa seseorang untuk mengakui keindahan sebuah lukisan
sebagaimana pandangan kita. Nilai–nilai estetik lebih bersifat perasaan, bukan
pernyataan.
Budaya
sebagai hasil karya manusia sesungguhnya diupayakan untuk memenuhi unsur
keindahan. Manusia sendiri memang suka akan keindahan. Di sinilah manusia
berusaha berestetika dalam berbudaya. Semua kebudayaan pastilah dipandang
memiliki nilai–nilai estetik bagi masyarakat pendukung budaya tersebut. Hal–hal
yang indah dan kesukaannya pada keindahan diwujudkan dengan menciptakan aneka ragam
budaya.
Namun
sekali lagi, bahwa suatu produk budaya yang dipandang indah oleh masyarakat
pemiliknya belum tentu indah bagi masyarakat budaya lain. Contohnya, budaya
suku–suku bangsa Indonesia. Tarian suatu suku berikut penari dan pakaiannya
mungkin dilihat tidak ada nilai estetikanya, bahkan dipandang aneh oleh warga
dari suku lain, demikian pula sebaliknya.
Oleh
karena itu, estetika berbudaya tidak semata–mata dalam berbudaya harus memenuhi
nilai–nilai keindahan. Lebih dari itu, estetika berbudaya menyiratkan perlunya
manusia (individu atau masyarakat) untuk menghargai keindahan budaya yang
dihasilkan manusia lainya. Keindahan adalah subjektif, tetapi kita dapat
melepas subjektivitas kita untuk melihat adanya estetika dari budaya lain. Estetika berbudaya yang demikian
akan mampu memecah sekat–sekat kebekuan, ketidak percayaan, kecurigaan, dan
rasa inferioritas antar
budaya.
D. MEMANUSIAKAN MANUSIA
Manusia
tidak hanya sebatas menjadi homo, tetapi harus meningkatkan diri menjadi human.
Manusia harus memiliki prinsip, nilai, dan rasa kemanusiaan yang melekat dalam
dirinya. Manusia memiliki perikemanusiaan, tetapi binatang tidak bisa dikatakan
memiliki perbintangan. Hal ini karena binatang tidak memiliki akal budi,
sedangkan manusia memiliki akal budi yang bisa memunculkan rasa atau
perikemanusiaan. Perikemanusiaan inilah yang mendorong perilaku baik sebagai
manusia.
Memanusiakan
manusia berarti perilaku manusia untuk seantiasa menghargai dan menghormati
harkat dan derajat manusia lainnya. Memanusiakan manusia memberi keuntungan
bagi diri sendiri maupun orang lan. Bagi diri sendiri akan menunjukan harga diri dan nilai luhur
pribadinya sebagai manuia. Sedangkan
bagi orang lain akan memberikan rasa percaya, rasa hormat, kedamaian,
dan kesejahteraan hidup.
Sebaliknya,
sikap tidak manusiawi terhadap manusia lain hanya akan merendahkan harga diri
dan martabatnya sebagai manusia yang sesungguhnya makhluk mulia. Sedangkan bagi
orang lain sebagai korban tindakan yang tidak manusiawi akan menciptakan
penderitaan, kesusahan, ketakutan, perasaan dendam, dan sebagainya. Sejarah
membuktikan bahwa perseteruan, pertentangan, dan peperangan terjadi diberbagai
belahan dunia adalah karena manusia belum mampu memanusiakan manusia lain, dan
sekelompok bangsa menindas bangsa lain. Penjajahan atau kolonialisme adalah
contoh prilaku satu bangsa menindas bangsa lain. Penjajahan tidak sesuai dengan
peri kemanusiaan.
Dewasa
ini, perilaku tidak manusiawi dicontohkan dengan adanya kasus kekerasaan
terhadap para pembantu rumah tangga. Misalkan seorang pembantu disiksa, tidak
diberi upah, dikurung dalam rumah,dan sebagainya. Para majikan telah melakukan
tindakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan.
Sikap dan
perilaku memanusiakan manusia didasarkan atas prinsip kemanusiaan yang disebut
the mankind is one. Prinsip kemanusiaan
tidak membeda-bedakan kita memperlakukan orang lain atas dasar warna
kulit,suku,agama,ras,asal,dan status sosial ekonomi. Kita tetap harus manusiawi
terhadap orang lain, apa pun latar belakangnya, karena semua manusia
adalah makhluk Tuhan yang sama harkat
dan martabatnya. Perilaku yang manusiawi atau memanusiakan manusia adalah
sesuai dengan kodrat manusia. Sebaliknya, perilaku yang tidak manusiawi
bertentangan dengan hakikat kodrat manusia.
Perilaku yang tidak manusiawi akan mendatangkan kerusakan hidup manusia.
Tugas
1. Ada
kasus wanita yang rela menjajakan diri demi memenuhi kepentingan hidupnya.
Mereka bekerja di klub-klub malam, menjadi wanita panggilan, bahkan bertebaran
dipinggir-pinggir jalan pada malam hari. Menurut pandapat anda, apakah perilaku
mereka dikategorikan telah merendahkan harkat dan martabatnya sendiri sebagai
manusia ? Kemukakan argument anda di muka kelas !!
2. Tunjukkan
perilaku yang manusiawi dengan perilaku yang tidak manusiawi ! Lakukan dengan
cara mengkliping pemberitaan dan media mengenai dua hal tersebut !!
3. Globalisasi,
termasuk globalisasi budaya saat ini tengah melanda diri bangsa Indonesia.
Apakah menurut anda globalisasi budaya itu berdampak positif atau negatif bagi
manusia Indonesia ? Kemukakan di muka kelas !!
Manusia Sebagai Makhluk Individu dan Sosial
( juga sebagai makhluk polekbudpsikol)
1. MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU
Individu berasal dari kata in devided. Dalam
bahasa inggris in salah satunya mengandung pengertian tidak, sedangkan devided
artinya terbagi. Jadi individu artinya tidak terbagi, atau satu kesatua. Dalam
bahasa latin individu berasal dari kata individium yang berarti tak terbagi,
jadi merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan
yang paling kecil dan tak terbatas.
Manusia lahir sebagai makhluk individu yang
bermakna tidak terbagi atau tidak terpisahkan antara jiwa dan raga. Secara
biologis, manusia lahir dengan kelengkapan fisik tidak berbeda dengan makhluk
hewani. Namun secara rohani ia sangat berbeda dengan makhluk hewani apapun.
Jiwa manusia merupakn satu kesatuan dengan raganya untuk selanjutnya melakukan
aktivitas atau kegiatan.
Dalam Perkembangannya, manusia sebagai
makhluk individu tidak hanya bermakna kesatuan jiwa dan raga, tetapi akan
menjadi pribadi yang khas dengan corak kepribadiannya termasuk kemampuan
kecakapannya. Setiap manusia memiliki perbedaan. Hal itu dikarenakan manusia
memiliki karakteristik sendiri. Ia memiliki sifat, watak, keinginan dan
cita-cita berbeda satu sama lain.
WHAT IS PERSONALITY ????
Personality
adalah susunan perbedaan tingkah laku atau tindakan dari tiap-tiap individu.
atau ciri-ciri watak seorang individu yang meberikan kepadanya suatu identitas
sebagai individu yang khas.
Unsur-Unsur
Personlity :
1. Pengetahuan (segala sesuatu yang kita ketahui sebagai
hasil penggunaan panca indra)
-Persepsi
(seluruh proses akal manusia yang sadar)
-Apersepsi (penggambaran oleh
manusia yang terfocus pada bagian-bagian khusus,diolah oleh akal fikiran
digabungkan dengan penggamaran lama lalu diproyeksikan sebagai penggambaran
baru dengan pengertian baru)
-Pengamatan (pemusatan akal yang lebih
intensif)
-Konsep (penggambaran abstrak)
-Fantasi
2. Perasaan
(suatu
keadaan dalam kesadaran manusia yang karena pengaruh pengetahuanya dinilainya
sebagai keadaan positif atau negatif)
3. Drive (dorongan) :
- Doronan untuk mempertahankan hidup
- Sex
- Mencari makan
- Berinteraksi
- Meniru
- Berbakti
- Keindahan
2.
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL
Manusia
sebagai individu ternyata tidak mampu hidup sendiri. Ia dalam menjalani
kehidupannya akan senantiasa bersama dan bergabung pada manusia lainnya.
Manusia saling membutuhkan dan harus bersosialisasi dengan manusia lainnya.
Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat.
Manusia
dikatakan sebagai makhluk sosial karena beberapa alasan, yaitu :
a.
Manusia tunduk kepada aturan, norma sosial.
b.
Perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian dari orang lain.
c.
Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain.
d.
Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.
e.
Perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian dari orang lain.
Keberadaannya
sebagai makhluk sosial, menjadikan manusia melakukan peran-peran sebagai
berikut :
1.
Melakukan interaksi dengan manusia lain atau kelompok.
2.
Membentuk kelompok sosial.
3.
Menciptakan norma-norma sosial sebagai pengaturan tertib kehidupan kelompok.
Manusia
sebagai makhluk sosial memiliki implikasi-implikasi :
a.
Kesadaran akan ketidakberdayaan manusia bila seorang diri.
b.
Kesadaran untuk senantiasa dan harus berinteraksi dengan orang lain.
c.
Penghargaan akan hak-hak orang lain.
d.
Ketaatan terhadap norma-norma yang berlaku.
3. MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK POLITIK
Manusia
sebagai makhluk politik manusia selalu membutuhkan orang lain dan memiliki
strategi dalam mempertahankan kehidupannya, sehingga kehidupannya dengan
masyarakat dan organisasi sosial merupakan sebuah keharusan. Allah telah
memberikan watak agresif yang alami bagi setiap makhluk. Manusia diberikan
kemampuan berpikir. Dengan akal nya manusia bisa mempertahankan hidupnya. Maka
dari itu, timbulah suatu cara agar manusia dapat memeuhi keinginannya dan bisa
bersaing mengalahkan orang lain yang dinamakan dengan politik. Dengan politik
manusia bisa merencanakan dan menyusun strategi dalam bertindak. karena manusia
tidak lepas dari yang namanya politik, maka dari itu manusia dinamakan sebagai
makhluk politik. ciri manusia sebagai makhluk politik dapat kita lihat bahwa
dalam kehidupan manusia selalu ditandai dengan adanya penentuan atas
pilihan-pilihan dalam menjalani hidupnya. Dalam kehidupan tak jarang manusia
memiliki suatu keinginan yang sama. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, maka
manusia memeinkan peranannya sebagai makhluk yang memilih untuk menentukan
bagaiman caranya untuk merealisasikan keinginan tersebut.
4. MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK EKONOMI
Ekonomi
merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang
berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran dan konsumsibarang dan
jasa. Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia melakukan berbagai kegiatan.
Kegiatan manusia dalam memenuhi atau memuaskan kebutuhannya harus sesuai dengan
kemampuannya. Kegiatan inilah yang menunjukan kedudukan manusia sebagai makhluk
ekonomi (homo economicus). Inti dari masalah ekonomi yang dihadapi manusia
adalah kenyataan bahwa kebutuhan manusia jumlahnya tidak terbatas, sedangkan
alat pemuas kebutuhan manusia jumlahnya terbatas. Kita harus bijaksana dalam
memenuhi kebutuhan. Setiap kebutuhan menuntut pemenuhan namun dalam memenuhi
kebutuhan itu, kita harus memperhatikan kemampuan kita, kita harus mencari
alternatif untuk memenuhi kebutuhannya. Sebagai makhluk ekonomi yang bermoral,
manusia berusaha memilih dan menggunakan sumber daya yang ada untuk memenuhi
kebutuhan dengan memperhatikan nilai-nilai agama, norma sosial, tidak merugikan
orang lain, menggunakan sumber daya alam secara selektif, serta memperhatikan
kelestarian lingkungan.
5. MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK PSIKOLOGI
Manusia
adalah makhluk psikologi yang memiliki bawaan universal , unik dan terus dikaji
oleh para ahli humaniora. Kita mengakui sebagai manusia tapi terkadang kita
sering lupa bahwa kita adalah manusia. Siapakah kita dan bagaimana kita memfungsikan
kemanusiaan kita agar kita layak disebut manusia. Manusia adalah insan bila
dilihat dari sudut pandang psikologinya. Kenapa manusia disebut insan ??? insan
dalam bahasa arab menunjukan manusia sebagai makhluk psikologi, kata insan
sendiri berasal dari tiga kata : unsur bermakna mesra, harmoni, jinak, tampak.
Nasa Yanus bermakna terguncang, stres. Nasiya Yansa bermakna lupa. Bila kita
menyatukan tiga asal kata tadi menjadi sebuah definisi maka manusia bila
ditinjau dari sisi psikologisnya adalah makhluk yang memiliki harmoni jiwa,
cinta, benci, jinak, terkadang stres dan sering lupa.
Kita
mungkin sering mendapati manusia dalam 2 bentuk yaitu :
1.
Manusia Baik
2.
Manusia Jahat
Kita pun
pernah mengalami keterkaitan atau bahkan sesekali kita menginginkan sesuatu
yang berunsur karakter hewan. Kenapa itu bisa terjadi dan bagaimana cara
menyikapi gejolak-gejolak yang tidak manusiawi dalam diri kita.
Diambil dari Sumber :
1 Komentar
natasya indriyani
BalasHapusx.tkj3