Jika Itu Orang Tua Kita . . .


Arsip pribadi


Hari ini sepulang dari Kemendikbud Senayan Jakarta, saya mampir ke Naga Mall Tambun. Mall ini jaraknya cukup dekat dengan rumah saya, dan harganya  sangat bersahabat.  Tak heran, mall ini selalu ramai setiap akhir bulan atau awal bulan. Tergantung siapa yang gajian. Kalau buruh pabrik, biasanya gajian setiap tanggal 25-27 tiap bulannya. Sedangkan PNS atau guru seperti saya ini gajiannya antara tanggal 1-5 tiap bulannya.

Bukan soal gajian atau Naga Mall Tambun yang akan saya bahas disini. Tetapi sesuatu yang membuat saya harus menuliskan ini. Ada yang berbeda kali ini buat saya. Sesosok orang tua yang menurut saya, sudah sangat renta. Beliau tengah menggelar dagangannya didepan pintu masuk mall ini. Karena sering sekali kesini, buat saya aneh melihat hal ini. Mungkin buat orang lain hal biasa, tapi tidak untuk saya. Entah terlalu peka atau lebai. Saat itu saya berniat membeli dagangan kakek itu nantinya setelah selesai berbelanja kebutuhan sehari hari.

Jualan kakek itu tidak istimewa, hanya kerupuk. Kebetulan saya dan anak-anak suka sekali kerupuk. Dipasar setiap saya belanja mingguan, pasti membeli kerupuk 10.000 rupiah dan mendapat 6-7 bungkus. Ukurannya sama yang dijual oleh kakek ini. Tetapi entah mengapa saya sangat bersemangat membelinya.  Beliau bilang 10.000 ribu 3 buah. Tapi hati saya tidak berkata mahal. Bahkan menawarpun tidak. Saya langsung mengambil 3 buah dan membayarnya. Lalu saya ucapkan “ berkah ya kek, moga laris dagangan kakek”. Dan kakek itupun mengaminkan.

Bungsu yang menjemput saya didepan halte Naga Mall Tambun, berkata “Tumben ibu beli kerupuk di sini. Lalu berceritalah saya pada bungsu. Belum selesai dia langsung berkata, “ih mahal bu, dipasar segitu bisa dapat 6 bungkus bu”. Saya langsung menasehatinya, bahwa kita harus membedakan orang mengemis dan yang mau berusaha. Mungkin bagi kakek itu yang mudah adalah mengemis baginya. Dan saya yakin, pasti akan banyak yang iba padanya. Dibandingkan bila kita melihat pengemis yang masih sehat dan masih muda.

Nah, kakek ini tidak mengemis. Tetapi beliau berjualan sesuatu untuk mencari nafkah. Perkara mahal atau tidak itu relative. Teman saya pernah bercerita, di lapas tempatnya bekerja itu kerupuk seperti itu dijual 8000 sampai 10.000 sebungkusnya. “Buat ibu dek, itu lebih baik dari pada mengemis. Karena ibu tidak pernah mengajarkan itu pada kalian selagi kalian mampu berusaha”. Ada rasa haru, saat mengatakan itu pada bungsu. “Bayangkan bila itu adalah orang tua kita”. Si bungsu terdiam, ikut larut dengan kesedihan itu.

Ya, saya sudah kehilangan kedua orang tua saya sejak tahun 2000-2001. Disaat saya masih sangat membutuhkan bimbingan keduanya. Mama wafat saat berumur 47 th dan papa wafat saat 61 th. Alhamdulillah sempat menunggui, memandikan, mengafankan, sampai menguburkannya. Itu yang membuat saya terharu. Saya membayangkan bila itu kedua orang tua saya. Entah dengan alasan apapun, jangan sampai orang tua saya harus berjualan diusianya yang sudah renta. Karena beliau berdua sudah bersusah payah membesarkan saya dan saudara-saudara saya.

Walau kini tanpa mereka berdua, saya bersyukur. Paling tidak, orang tua saya tidak seperti itu. Alangkah durhakanya saya bila tidak mampu membahagiakan keduanya. Kedua saya bersyukur tidak perlu khawatir akan kehilangan mereka. Teman saya mengajar pernah bercerita bahwa orang tuanya hilang dalam keadaan pikun selama 2 hari. Alhamdulillah allah masih baik ditemukan supir angkot dan mengajak pulang kerumah sambil mengingat-ingat alamatnya. Subhanallah, allah lebih tahu yang terbaik untuk saya. Saya tidak perlu merasakan seperti itu. Kini hanya doa yang bisa kupanjatkan bagi mama dan papa.

Sudahkah kita membahagiakan kedua orang tua kita? Sebelum kita kehilangan kesempatan itu? Yuk sebelum terlambat. . .


#Edisi kangen mama Chamdanah dan papa Poniman Karyoredjo.

Posting Komentar

0 Komentar