Riuh
rendah pilkada Bekasi sudah selesai dan
sepertinya kemenangan Paslon Petahana sementara mengantongi suara terbanyak.
Apa yang tertinggal? Ramai- ramai teriak kontribusi suara rendah. Loh , siapa
yang harus intropeksi? Siapa yang harus disalahkan? Warga yang tidak memilih?
Begini ceritanya . .
Saya
termasuk yang tidak memilih. Sudah tinggal kembali di Bekasi sejak 2003 setelah
sempat hijrah ke kota Semarang mulai tahun 2000. Tapi rasanya saya belum
merasakan banyak memilih karena, tidak mendapat surat undangan. Bahkan setelah
2007 saya tinggal di perumahan tertua di sini pun hingga hari ini baru sekali
punya kesempatan memilih waktu itu saat SBY. Praktis saya sudah hampir 10 th tinggal di
sini. Belum pernah ada pendataan pemilih tetap.
Apa
karena saya bukan penduduk tetap? Atau kontraktor? Ah enggak juga tuh. Teman
mengajar di sekolah cerita dia dan suaminya KTP dan KK sudah di situ, tapi yang
mendapat undangan hanya beliau istrinya. Suaminya marah, merasa tidak dianggap
penduduk jelas. Mengapa begitu? Merasa karena sudah punya SIM sebagai warga di
sana.
Ini lagu
lama. Betapa joroknya administrasi pencatatan penduduk di Bekasi pada khususnya
dan Indonesia pada umumnya. Kerja nya apa saja sih pak RT, RW, Kelurahan atau
BPS (persepuluh tahun ini) masa nggak
move on sih?. Se gang saya setiap rumah hanya mendapat 1 surat undangan. Ini
jorok administrasi atau . .permainan? Agar timbul suara siluman? Siapa yang
bisa menjelaskan? Bukan rumput yang bergoyang kan? Atau saling tuding tidak
jelas? Bagian kependudukan? Ah sudahlah mari menciptakan SDM yang lebih mampu
mencatat kependudukan lebih baik yaa
0 Komentar