![]() |
forumoperator.blogspot.co.id |
Di zaman serba online ini, pernah tidak kita merasakan
ketidak sabaran akibat bertele-telenya birokrasi? Terlebih buat orang
metropolis saat ini? Rasanya waktu tidak pernah cukup. Dari masalah kemacetan
di jalan, lamanya antrian, sampai masalah betapa tidak ramahnya arti sebuah
pelayanan publik.
Zaman ini, dimana di saat pemerintah
berusaha mempermudah rakyatnya, mengedepankan IT sebagai salah satu alat
teknologi memajukan bangsa, masih saja ada yang menjadi penghalang. Entah
sistemnya, entah oknumnya, apalagi sosialisasi kebawah yang belum berjalan.
Sistem yang sudah dibuat, terkadang masih perlu penyempurnaan. Namun
seringkali, ada keluhan, online rasa offline. Mengapa? Karena katanya online
tapi ketika system tidak berjalan (atau sengaja tidak dijalankan), harus
berhubungan dengan oknum petugas jadi di offlinekan. Terjadinya pungli bukan
tidak mungkin rentan sekali terjadi.
Setuju ya kalau harus mengatakan,
revolusi mental untuk data rakyat
Indonesia. Artinya, butuh penginputan data rakyat Indonesia secara komputerisasi
yang valid, dan itu dibutuhkan kerjasama semua pihak. Kalau, semua pihak mau
berjalan, saya yakin bisa meminimalisasi kecurangan atau pembohongan publik mengenai
data rakyat Indonesia.
Contoh yang paling mudah adalah,
pembuatan e-ktp, yang seharusnya itu adalah sebuah data yang bisa dipakai dimanapun
di seluruh Indonesia, berbagai transaksi, sehingga mudah melacak tentang
kebenaran data warganegara Indonesia. Di sini perlu adanya revolusi mental dari petugas yang ditugaskan mendata dan melayani
data rakyat, juga dari rakyat itu
sendiri. Jangan karena adanya simbiosis mutualisma, saling membutuhkan,
akhirnya terjadilah TST (tahu sama tahu.red).
Rakyat yang tidak mau capek,
merasa punya uang, atau ingin jalan pintas dengan mudah memberikan sesuatu atau
gratifikasi diluar ketentuan, atau bahkan mungkin gratis pelayanan itu.
Sehingga, oknum petugas yang diperlakukan seperti itu juga merasa punya
kesempatan dan akhirnya menjadi budaya yang tidak berkesudahan. Repotnya adalah
kalau itu terjadi pukul rata budaya itu dalam hal pelayanan. Sehingga slogan
melayani dengan ikhlas dan sepenuh hati, hanya omong kosong belaka. Bayangkan
bagaimana dengan warga lainnya yang ingin prosedural atau keuangan tidak
memungkinkan, terlebih bila mengetahui biaya diluar ketentuan.
Apa sih di negara ini yang
dikatakan gratis atau biaya minim? Kalau sudah diviralkan atau dilaporkan baru
mulai berjalan benar. Rasanya KPK atau lembaga hukum lainnya, belum mempan
ditakuti. Padahal ini kepentingan bersama, soal pangkalan data rakyat Indonesia
yang masih amburadul. Selalu mencari keuntungan sepihak, tanpa memikirkan
bersih dan bebasnya negara ini dari segala pungli apapun.
Mau sampai kapan sikap tidak berkesudahan
ini kita teruskan? Sementara negara lain bahkan data terkecilpun sudah mulai
rapih dan bersih dari dari pungli, negara ini masih saja terus bermain. Perlu
ada gerakan revolusi mental untuk memberantas
hal ini, butuh kemauan dan kesadaran semua rakyat Indonesia, sehingga tidak
lagi adanya kesempatan dalam kesempitan.
Siapa bilang rakyat Indonesia
tidak bisa dibiasakan tertib, jujur, disiplin dan bersih? Lihat saja di
comuterline, bisa kan tertib, disiplin? Tinggal ada atau tidak kemauan semua
pihak. Dari atas ke bawah, atau dari bawah ke atas harus selaras, jangan hanya
menuntut, tapi sudahkah diri sendiri melakukan dan memberikan contoh yang baik?
Bukan alasan Negara kecil lebih mudah di atur, atau Negara besar susah di atur,
Tapi ini soal kemauan, mau atau tidak berubah. Itu intinya revolusi mental.
0 Komentar