Belajar dari Budaya Antri

search1.cnet.com

Ada banyak pelajaran berharga dua bulan belakangan ini. MENGANTRI, sesuatu yang mulai belakangan ini saya hindari tetapi justru saya mengajarkan kan di sekolah.

Pertama, saat saya mengantri untuk mendapatkan blanko e-KTP untuk ketiga anak laki-laki di kecamatan kami.  Saya harus mengorbankan waktu sahur mulai pukul tiga hingga delapan pagi. Sesuatu yang kembali baru saya rasakan maknanya.

Sempat anak nomer dua saya merasa kasihan dan mengatakan seakan terhina. Kenapa sih untuk mendapatkan hak sebagai warganegara harus seperti ini. Tapi saya mencoba memberi pengertian, bahwa ini adalah pelajaran berharga bagaimana memperjuangkan sesuatu harus ada sebab dan akibatnya. Sehingga, kelak jika berhasil tujuan tentu hasilnya lebih bermakna untuk dipertahankan.

Dan ternyata benar, dengan bersabar mengantri saya banyak meraih manfaatnya, seperti silaturahmi dengan orang satu kecamatan yang selama ini jarang sekali saya berbicara di luar dunia pendidikan. Mereka yang berada dalam satu antrian dengan saya. Begitu banyak cerita yang bisa didengar dan dijadikan pelajaran. Bahkan bisa menjadi tulisan loh.

Dengan sosialisasi dan komunikasi ini, saya juga belajar tentang toleransi. Yang datang di awal tentu ada di depan kita, begitu juga bila datang belakangan. Sehingga ketika ada yang ingin menyerobot semua berteriak mengajarkan untuk sabar. Hormati yang datang lebih dulu siapapun itu, mau tua atau muda. Malu mengambil yang bukan hak dan tempatnya.

Kedua saat saya antri di toilet saat mudik di rest area. Tempat yang di sediakan untuk beristirahat bagi pengendara mobil dan penumpangnya untuk melakukan aktifitas apapun seperti sholat, ke toilet atau sekedar meluruskan kaki yang pegal karena harus berjam-jam tertekuk di dalam kendaraan.

Karena besarnya arus mudik, bayangkan semua toilet penuh. Sehingga terciptalah antrian panjang di situ. Di situlah saya belajar memahami untuk bisa menyalurkan hajat diri saja harus antri dan bersabar. Bila dinikmati tentu kita bisa gunakan sambil berkomunikasi, berbicara dengan tetangga depan atau belakang kita mengurangi kejenuhan menunggu.\

Teringat bila di sekolah, saya selalu mengingatkan siswa untuk antri turun ke bawah. Kebetulan sekolah kami sampai lantai empat. Jika istirahat atau pulang sekolah, terasa sekali antriannya. Di situ kami para guru harus sering mengingatkan siswa untuk menghormati yang lebih dulu, tidak perlu menyerobot yang membuat banyak temannya protes dan menimbulkan keonaran sesaat. Ah mendadak saya rindu untuk kembali mengajar di sekolah dan bertemu siswa.

Posting Komentar

0 Komentar