Di Pangandaraan Segalanya Bermula


Gelas ditumpuk saja bisa retak apalagi orang yang berbeda bergabung dengan segala perbedaan. Tapi bila yang dikedepankan adalah SALING, dan bukan PALING inshaallah bisa saling memahami satu sama lain. Berbeda itu indah, agar kita belajar satu sama lain. Kalau sama dimana enaknya? Tidak ada tantangannya benar tidak?

Dalam satu rumah tangga saja menyatukan dua, dua kepribadian, perbedaan, budaya, kebiasaan, keinginan, dan masih banyak lagi butuh berpuluh tahun untuk menyelaraskan.  Apalagi lebih banyak lagi rekan kerja dalam keseharian Senin-Jumat. Memang, kita tidak dapat memaksakan siapapun untuk suka atau tidak suka kepada kita. Tapi jangan dipikirkan.

Pikirkan bahwa nobody perfect. Setiap kita punya kelebihan dan kekurangan. Justru SALING melengkapi dan menguatkan, bukan merasa PALING dibutuhkan. Seperti kupu-kupu semua berproses dari yang jeleknya sampai cakepnya semua sudah dilewati bersama.

Setiap kita semua punya ego, tinggal bagaimana menyikapinya. Semua berpulang pada kita, mau mengedepankan atau membuat ego kita kecilkan. Sehingga yang diambil adalah kelebihan. Masalahnya! Mau atau tidak. Nyatanya sekolah ini adalah rumah kedua kita setelah baiti jannati rumah sendiri. Semua ingin bersaudara dan bersosial, karena pada dasarnya kita mahluk sosial tak mungkin hidup sendiri.

Saling membutuhkan satu sama lainnya. Untuk menghasilkan goal sukses menghantarkan output atau lulusan kita dengan karakter yang lebih baik. Sukses itu bersama bukan sendiri. Terimakasih yang sudah membersamai dengan memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing. Yang belum saya berdoa semoga Allah membukakan pintu hidayahnya.

Bahwa, memahami dan mengenal keunikan masing-masing pribadi rekan kerja adalah keren. Setiap kekurangan adalah jadi kelebihan yang lain, begitu juga kelebihan adalah menutupi kelemahan yang lainnya. SALING melengkapi. Butuh proses tidak sedikit, tapi bukan tidak mungkin.

Terimakasih untuk kepsekkuh Novita Yusnaini, SS yang sudah berani ambil keputusan keren, bahkan berani untuk di salahkan ketika setiap guru diminta untuk membuka ganjalan dalam dirinya selama ini. Dan itu butuh kesabaran luar biasa mendengarkan dengan emosi yang super, saat semua guru sekalipun menyalahkan.

Memang, yang mudah adalah menyalahkan orang lain.  Tetapi tak mudah menyalahkan diri sendiri. Kehidupan, permainan bola yang ramai adalah penontonnya, komentatornya yang dengan mudah pedas terucap. "Bego loh masa gitu aja nggak bisa sih. Coba gue yang main pasti goll!"

Yakin? Saya kok belum yakin. Allah tempatkan kita pada porsi dan tempatnya masing-masing untuk menjalankan peran dengan tanggung jawab dan sebaik-baik nya action. Tapi, cobalah sebentar saja kita menjadi posisi beliau, apakah mudah? Dimana berada pada posisi sebagai kepanjangan tangan yayasan, dan manager bagi sekian puluh guru dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Yang harus beliau direct agar tumbuh berkembang atau mati suri. Karena kepala sekolah itu pada dasarnya adalah guru, yang diberi tugas tambahan sebagai kepsek. Dan itu, buat saya berat nggak mudah. Enakan jadi Dilan saja ya Bu Nov.

Pemimpin itu, adalah orang pertama yang akan disalahkan baik yayasan atau gurunya dibawah kepemimpinannya. Seperti simalakama. Membela yayasan katanya nggak punya hati cuma mikirin diri sendiri, membela guru kata yayasan bisanya cuma merongrong perusahaan saja. Saya salut, selama dua hari ini kami secara tidak langsung telah dicoaching  oleh kepsek satu ini.

Kita dibentuk satu sama lain oleh keadaan. Keadaan ritme kerja profesional, ritme hubungan kerja yang mencoba SALING menyelaraskan satu sama lain. Hanya karena jam kerja yang padat, tekanan dan deadline yang tidak sedikit, kejenuhan, segala permasalahan, hal itu menimbulkan gesekan-gesekan yang bila tidak wise menyikapi akan menjadi bola salju yang makin lama makin membesar.

Keputusan untuk pembinaan selama dua hari untuk satu sama lain saling mengenal, menyatu tanpa adanya siswa atau KBM sama sekali adalah tepat. Kegiatan yang di EO kan pihak lain sehingga rekan guru betul-betul duduk manis mendengar pengarahan, menikmati perjalanan, hingga menjalani kegiatan yang telah dirancang tanpa harus bercabang memikirkan apapun.

Tanpa disadari kegiatan di pantai Pangandaran saat kita api unggun, kemudian dilanjutkan body rafting di Si-Tumang Pangandaran itu adalah menyatukan kesamaan dan mengikis ego-ego perbedaan. Kakak-kakak pemandu telah membuat ice breaking bersama di awal kegiatan, menyebrangi sungai yang dalam bersama, semua bersama.

Saya, hampir menangis saat hampir tenggelam dan panik saat kaki tiba-tiba keram. Tapi rekan-rekan semua care dan membuat saya tenang untuk kemudian malah menikmati kebersamaan. Belum lagi saat kakak pemandu mengajarkan kita untuk bagaimana caranya menyebrangi sungai yang dalamnya lebih dari 6 meter bersama-sama sampai di setiap sesi tujuan. Sampai selesai nyatanya kita bersama.

Bagaimana saya harus terus bertahan dengan ego saya untuk meminta kembali resign setiap tahunnya. Dengan alasan tidak nyaman dengan rekan sekerja. Yang saya butuhkan adalah, pemimpin yang memahami bahwa guru-guru nya butuh waktu menikmati kebersamaan untuk saling menghilangkan gesekan satu sama lain. Ditengah kejenuhan bekerja dan segala permasalahannya, tanpa ada siswa dan KBM sama sekali.

Ini adalah kesimpulan saya di akhir tulisan. Ini akan jadi motivasi atau energi baru lagi untuk saya dan kita semua rekan kerja. Bukan mengedepankan PALING tapi menguatkan SALING. semoga ini bisa jadi budaya yang baik untuk diteruskan siapapun kelak yang menjadi pemimpin SMK YADIKA 13. Di sinilah obatnya, mau saling memahami satu sama lain. Terimakasih buat bu Nov atas ide briliannya.


Pangandaran, 24-25 Agustus 2018

Posting Komentar

0 Komentar