Lelaki Tak Bertuan (5)

Usai pertemuan hingga dua jam itu membuat Susan lelah. Lupa kalau hari ini tidak membawa motor sama sekali. Di depan sebuah kampus Susan mencoba menunggu mobil 3/4 atau elep untuk menuju jalan raya dekat rumahnya. Nanti dari sana dia bisa naik ojek pangkalan pikirnya. Tiba-tiba berhenti sebuah mobil bagus di depannya.

"Ibu, masih ingat saya nggak?"
"Siapa ya mas?"
"Ibu pernah mengajar di SMEA Widiatama kan? Di Babelan? Ingat?"
Bertubi-tubi pertanyaan menguras ingatannya pada tahun 2000 dia pernah mengajar sebentar di sana.

Laki-laki itu mulai menyebutkan nama kepala sekolah dan rekan-rekan mengajar Susan dulu. Ada beberapa yang diingat, namun fokus perhatian Susan adalah siapa laki-laki gagah tinggi besar ini yang kemudian mencoba turun dari mobilnya. Dibukanya kacamata yang menutupi matanya. Sebuah wajah yang masih juga membuat gagal Susan untuk mengingatnya.

"Maafkan ya mas, ibu lupa. Buat seorang guru mengingat ratusan murid itu tidak mudah. Dibandingkan seorang murid yang mengingat gurunya bukan?" Kata Susan akhirnya menyerah.

"Saya Ammar Bu, ibu dimana sekarang? Mengapa waktu itu pergi begitu saja meninggalkan kami? Terutama saya. Saya sangat terkesan dengan cara mengajar ibu yang belum pernah saya temui selama ini" berondongnya penuh semangat.

Pertemuan simpatik saat itu membuat Susan sedikit melupakan rasa lelahnya hari itu. Juga, ada haru di hatinya. Seorang murid yang ternyata begitu memperhatikan saat mengajarnya. Lalu mengalirlah cerita dari keduanya. Begitu Ammar menawarkan untuk mengantar nya pulang ke rumah Susan. Susan tak menampik, perasaannya saat itu adalah Ammar adalah mantan muridnya.
*****

Babak baru dimulai. Banyak hal yang dibicarakan saat Susan diantar Ammar pulang ke rumah malam itu. Tak bisa dipungkiri wajah bahagia di mata Ammar, seakan bertemu sosok lama yang dirindukan nya kini bertemu akhirnya. Walau sambil menyetir tak henti Ammar berceloteh dan bertanya banyak hal pada Susan, laksana bujang sedang pdkt pada seorang gadis. Herannya, Susan merasakan gairah yang berbeda pada malam itu.

Susan tak mampu menolak, saat Ammar meminta nomer hp, pin BB hingga facebooknya. Susan hanya berpikir, dia mantan muridnya. Tidak masalah toh kalau berteman dengan mantan murid. Banyak murid yang berteman dengannya akhir-akhir ini, jadi apa salahnya? Seolah tanpa beban diberikan semuanya ke Ammar.

Sebagai kepala sekolah yang sudah hampir dua tahun menjabat, Susan memang kurang memiliki waktu untuk memegang alat komunikasi. Mengingat banyak kegiatan dan tanggung jawab yang harus diembannya. Hanya sempat setiap akhir Minggu hp itu bisa dibacanya tuntas, itupun sambil mengerjakan tugas kuliah S-2nya.

Sejenak Ammar terlupakan, walau kadang Susan sesekali mengunggah status saat melakukan kegiatan di sekolah atau tulisan di blognya. Ternyata, Ammar mengamati semua sepak terjangnya di sosial media. Hingga tiba malam itu, . . .

*******

Postingan ini diikutsertakan dalam One Day One Post bersama Estrilook Community'.

Posting Komentar

0 Komentar