Lelaki Tak Bertuan (6)



"Assalamualaikum mis" sapa Ammar malam itu di BB nya
"Wassalamu'alaikum mas, iya ada apa?"
"Sibuk sekali rupanya ya kepala sekolah kita ini"
"Hahaha, kok tahu? Darimana? Tahu saya kepala sekolah?"
"Dari Facebook laah miis"


"Owh okey, saya lupa he he"
"Ga bosen kerja terus mis?" Rupanya Ammar sudah ketularan dengan panggilan Susan di Sekolah. Karena sekolah Internasional panggilan mis dan Mr adalah panggilan semua tenaga pengajar di sekolah yang Susan pimpin. 


"Bosan dan capek sih, tetapi dinikmati saja lah mas" bijak Susan menjawab.
"Bolehlah sesekali saya nraktir mis makan? Untuk menghormati ibu guru saya? Saya senang sekali bertemu guru yang lama saya rindukan baru bertemu lagi" Ammar tanpa tedeng aling-aling. 


Awalnya Susan ragu, tapi bolehlah sesekali dia menghibur diri. Toh umur Ammar jauh sekali dengan umurnya. Dia lebih pantas sebagai adik ketimbang lelaki iseng yang menggoda. Memang belum pernah sih terjadi, sejak pulang dari Semarang Susan mengajar di SD yang berhadapan dengan anak-anak bukan remaja ABG. Akhirnya, Susan mengiyakan ajakan Ammar malam itu untuk menjemputnya sepulang mengajar di kampus. Sabtu-Minggu Susan mengajar freelance sebagai tenaga dosen.


Tidak ada yang aneh saat pertemuan itu. Hanya, Susan sempat malu saat Ammar menjemput dengan menggunakan motor ABGnya.
"Masa aku harus membonceng seperti anak muda juga, aku kan sudah tua" Batin Susan sedikit jengah.
Mahasiswa yang kebanyakan perempuan banyak yang menggodanya, dan mencuri pandang wajah Ammar dibalik helmnya.
"Ganteng miss" teriak mereka dari jauh.


"Mis kok diam saja, kaku banget ya dibonceng? Belum pernah dibonceng laki-laki?" Tanya Ammar membuka kekakuan saat itu.
"Pernahlah, anak-anak laki saya selalu mengantar saya, kalau mereka sempat. Tapi seringnya saya yang bawa motor ke ke mana-mana" jawab Susan. 


"Tapi naik motor model gini kalau nggak pegangan bisa jatuh mis" Alasan Ammar mulai menggoda Susan untuk tidak kaku.
Susan bingung, tapi benar juga posisinya yang agak tinggi boncengannya membuatnya lebih tinggi dari Ammar. Dipindahkannya tas punggung di depan dadanya. Kemudian dengan canggung dipeluknya pinggang Ammar.


Tiba-tiba tangan Ammar membetulkan pegangan Susan, "gini mis pegangannya. Kan saya murid mis, biasa aja dong" Haduh mendadak grogi Susan, jantungnya berdebar tak menentu. Aneh, sesuatu yang sudah sekian lama dia lupakan entah kapan terakhir kali dimilikinya rasa itu.

Postingan ini diikutsertakan dalam One Day One Post bersama Estrilook Community'.

Posting Komentar

0 Komentar