Menjemput Takdir Poligamiku (3)




Pernah kau menyinggung untuk menjadikanku sebagai istrimu, aku masih menolak karena aku masih menikmati hadirmu. Ingin memahami sosokku. Walau, hati kecil juga ingin segera engkau miliki. Entah kebodohanku atau apa, aku tak perduli dia siapa, tinggal dimana. Yang kuperdulikan hanya telponmu dan senyummu. Lebih sesungguhnya aku masih takut untuk melangkah jauh sebelum kupastikan.


Kini setelah kamu menghilang baru kusadari kehilangan. Ya Allah, ampuni kebodohanku sebagai wanita. Aku ternyata mulai mencintai nya ya Allah. Laki-laki yang lima bulan ini mencoba menahlukkan kesendirian ku. Mengapa kuabaikan. Apa karena aku merasa kesepian ditengah kesibukanku. Atau aku merasa tidak membutuhkan siapapun lagi dalam hidupku? Entahlah, yang jelas lima bulan lalu berlalu sia dia bagiku.


Di wajahku memang tak terlihat kehilangan dirimu mas, semua tahu aku perempuan yang gampang ceria. Kalaupun kadang marah atau sedih hanya 1-2 hari saja. Setelah itu aku melupakan. Namun, ternyata tidak dalam malam-malamku. Aku mulai kehilanganmu mas.
Masalah demi masalah semakin membuatku terpuruk dalam kesedihan. Tekanan tempat kerja dan kerinduan menghantam kesehatanku. Aku mulai ngedrop, tapi yang kurasakan adalah sakit gigi berkepanjangan. Aku sudah berusaha untuk pergi ke puskesmas untuk konsul tentang gigi. Aku takut ke dokter gigi khusus, kutahu gigiku bermasalah karena sering rontok akibat salah penanganan waktu hamil anak-anak dulu.


Bagiku lebih nyaman ke puskesmas, dimana dokter puskesmas lebih wise menangani pasiennya yang rata-rata katanya masyarakat kelas bawah. Padahal hihi nggak juga, contohnya aku. Alhamdulillah aku sukses konsultasi dengan dokter. Beliau mengijinkan untuk cabut gigi yang membuat sakit selama ini. Tapi tensiku bermasalah, Dokter minta untuk meminum obat tensi dulu beberapa hari sampai dicek tidak tinggi, baru siap untuk dicabut.


Ternyata tensiku tidak turun selama seminggu ini, dokter memutuskan untuk memberiku obat lagi dengan dosis tambahan. Sungguh aku tak mengerti, apakah kerinduanku juga berpengaruh padamu Mas. Nyatanya di Minggu ke-2 tensiku juga belum turun juga. Dokter bilang, kalau belum juga turun maka aku harus dirujuk ke Rumah Sakit untuk dirawat inap. Dan saat di sekolah aku mulai limbung, di tangga ke-3 terasa pusing sekali. Hingga tak sadar jika aku berpapasan dengan kepala sekolahku.


Setengah sadar aku berteriak,
"Pak aku ijin pulang, ga kuat gigiku sakit sekali dan terasa pusing"
Kepala Sekolah hanya bengong mendengar kata-kata ku. Karena aku sudah meluncur ke ruang guru. Kutelpon anakku di rumah, si bungsu memang saat itu baru pulang kerja magang di salah satu perusahaan. Sebagai anak SMK harus melaksanakan PKL sebagai syarat untuk ujian di kelas 12 nantinya.


Oleh anakku, aku dibawa ke rumah sakit langganan keluarga. Begitu melihat aku sempoyongan, rumah sakit merujukku langsung ke UGD. Ternyata, saat itu tensiku 180. Terlalu tinggi untuk ukuran ku saat itu, entah tak sadar aku pingsan. Saat terbangun, aku mencium bau obat di dalam ruangan yang berbeda. Sudah masuk ruangan rawat inap ternyata diriku, sebuah selang infus sudah menjalar di tanganku.


Bungsu dan yang nomer dua sudah bersama. Mereka terlihat khawatir begitu melihatku siuman dan tersadar. Aku hanya tersenyum tipis, seolah berkata 
"Ibu nggak apa-apa nak"
"Bagaimana keadaan ibu sekarang?" Tanya mereka serempak.
"Sudah lebih baik inshaallah" jawabku lemah.
Pandanganku berputar menjelajah kamar nomer dua dalam fasilitas rawat inap BPJS. 

Sungguh, yang kurasakan saat itu adalah kekosongan hati yang begitu dalam.

Teringat pada sosok yang beberapa bulan ini kurindukan. Dimanakah hadirmu, Mas? Kemana kerinduan dan cintamu selama ini? Pertanyaan demi pertanyaan mampir ke sudut ruang hatiku terdalam. Sampai lelah berpikir, tak kunjung jua kutemukan jawabannya. Hingga tersadar aku melupakan dua jagoan di hadapanku.
"Adek, tetap berangkat ya!" Kataku tegas.


"Nggak, adek ogah ninggalin ibu sendiri di sini" Katanya merajuk.
"Dek, ada suster dan dokter 24 jam di sini. Ibu aman, ada bel kalau kenapa-kenapa. Cuma bawakan ibu notebook, ibu mau sambil kirim soal" kataku teringat murid di sekolah.

Posting Komentar

0 Komentar