Sholihfikr.blogspot.com |
Dalam perjalanan pulang ke Bekasi, sulung meminta saya mampir ke Bandung. Walau lelah dan kami berdua kurang tidur karena begitu banyak deadline pekerjaan Nurul Amanah Publishing dan tugas saya sebagai guru, tapi demi sulung yang detik-detik jelang selesai kuliah nya ini tetap saja ms Juli seorang ibu.
Si ayah setuju dan memutar arah balik ke Bandung yang ternyata lebih deket, walau muacet karena banyak perbaikan jalan.
Si ayah setuju dan memutar arah balik ke Bandung yang ternyata lebih deket, walau muacet karena banyak perbaikan jalan.
Diperjalanan Jatinangor Bandung, ada kejadian yang menggelitik saya sebagai seorang guru. Seorang gadis bongsor kelas 7 Mts tidak sengaja menabrak bamper bagian mobil kami.
Yang mengagetkan adalah sikap tidak bertanggung jawabnya itu loh. Padahal temannya yang membonceng dibelakang nya sudah mengingatkan untuk berhenti dan ketakutan. Dengan cuek dia terus saja melakukan motornya. Kami kejar, karena saya gemes dan suara tabrakan di belakang itu kencang sekali.
Rupanya mereka hendak ke pom bensin. Saya ikuti bersama suami untuk tahu sampai dimana keberaniannya untuk bertanggung jawab. Sudah tidak ada helm, SIM apalagi stnk. Kalau diperkarakan sudah salah semua. Itu kenapa saya setuju dibawah 17 tahun jangan diijinkan membawa kendaraan bermotor, karena sikap inilah.
Begitu kami turun, terlihat bamper mobil kami somplak kekiri dan sebagian lepas. Tatapan matanya juga seperti menantang, beda dengan temannya yang sudah ketakutan dan hampir menangis. Mashaallah inilah potret anak sekarang? Cuek tidak bertanggung jawab? Kami tanya orang tuanya katanya di Bandung. Saat ini tinggal bersama nenek kakeknya.
Kami beri shock Therapy tentang tanggung jawab. Bagaimana dengan bumper mobil belakang kalau sudah begini? Bagaimana tanggung jawabnya? Dengan alasan masih kelas 7 dan "teu boga Acis" artinya nggak punya uang. Duh, dengan enak sekali. Kami tanya rumahnya dimana? Siapa orang dewasa yang bisa dimintai pertanggungjawaban? Mereka hanya bisa geleng dan geleng kepala terus.
Saya marah sekali, akhirnya sifat saya sebagai guru keluar. Saya ngomel mengatakan, bagaimana kalau sampai nyawa yang kena?
Karena teman boncengan bilang si penyetir ini keras sekali, padahal sudah diingatkan. Dan sudah kejadian dengan temannya. Lalu kemana moral dan etikanya? Hhh krisis mental dan karakter sekali. Tak mungkin sekolah tidak mengajarkan! Atau mengingatkan. Bagaimana nanti remaja dan dewasanya kelak?? Sungguh PR besar buat saya.
Setelah kami berdebat dan tanya jawab setengah jam, saya berpikir tidak mungkin bisa dimintai tanggung jawab kalau sudah begini, saya pasti buang waktu dan terlambat menemui sulung. Saya bujuk suami untuk memintakan maafnya dan memaafkan atas kelakuan anak tersebut.
Selain masih di bawah umur, biar diikhlaskan. Semoga Allah beri ganti ke depan lebih baik lagi.
Saya tinggalkan Jatinangor dengan hati miris, dengan dekadensi moral dan karakter yang hancur dari seorang anak ini. Di bawah umur, hidup susah, dan jauh dari orang tua bukan alasan untuk memiliki karakter yang jauh dari tanggung jawab. Kemana orang dewasa yang seharusnya mendidiknya? Apakah dengan memberikan pinjaman motor dan membuat dia bangga sudah bisa nyetir motor saja cukup? Bagaimana dewasanya kelak???
Jatinangor Bandung, 27 Oktober 2018. Jelang Hari Sumpah Pemuda . .
Postingan ini diikutsertakan dalam One Day One Post bersama Estrilook Community'.
0 Komentar