Ruangan ini kesannya berantakan. Kepala sekolah sebelumnya begitu saja meninggalkan tanggung jawabnya, begitu diterima menjadi PNS di sebuah SMK. Aku termangu bingung entah harus merapihkan dari mana? Begitu kotor dan berantakan, tiba-tiba dingin meniup leherku. Sebuah energi negatif seakan menggodaku untuk segera keluar dari ruangan ini. Kecil hanya 3 x 3 meter, tapi bentuknya tidak simetris.

Sebuah tangga di samping ruangan ku hanya dilapisi sekat triplek, mendadak ramai suara ketiplak sandal seakan mondar-mandir ke tangga atas dan cekikikan suara anak kecil bermain beradu dengan tubuh mereka yang bersender pada dinding triplek itu. Padahal masih libur, anak siapa sih? Batinku sedikit terganggu.

Belum hilang rasa heranku, "Mis, sudah dari tadi?" 

"Eh iya Mpok, berantakan sekali ruangan ini ya? Iya Mr Jey jorok, Mis"
"Berkali-kali Mpok mau nyapu, ditolak bae. Bagen ngapa katanya nggak butuh Mpok ngerapihin." Cerocosnya.

Aku hanya mendengarkan dengan senyum getir, duh kenapa sih aku harus menerima tanggung jawab ini? Kan masih banyak yang lebih senior dariku.
"Mpok, anak siapa sih pada maen di atas?" Tanyaku tanpa melihat raut wajahnya. Tanganku sambil berbenah.

"Anak yang mana, Mis? Siapa? Mis bercanda kali, ah"
Keningku berkerut dan mendadak pusing seketika. Lalu siapa tadi seperti kumpulan anak yang bercanda sedang bermain, menggodaku.

"Tadi ada yaaang . . ." Kulihat wajah Mpok yang senyum-senyum kecut buatku.
"Wah, si Mis rupanya sudah diajak kenalan ya? Sama penghuni sini. Syukurlah, Mis. Mpok nggak perlu repot-repot lagi jadinya menjelaskan. Nanti Mis salah tangkap lagi. Kalau sekarang kan Mis ngadepin sendiri." Seolah tanpa beban.

"Semoga Mis jadi kepala sekolah yang mencintai kerapihan dan kebersihan, serta dikasih sabar menghadapi begituan" Mpok mulai membantu merapihkan ruangan ini.
Semua bangku-bangku sofa dikeluarkan untuk dijemur, dan debu-debu dibersihkan.

"Kok ngomongnya gitu, Mpok ada apa? Ada yang salah dari pertanyaan saya tadi?" Tanyaku bingung, sambil terus menata meja kerjaku serta meja komputer berisi Monitor tua dan sebuah PC baru tapi tak terawat.

"Kepala Sekolah sebelumnya, nggak pernah betah, Mis. Duduk dan bekerja di ruangan ini."  seolah tanpa beban.

" Tapi dulu kan sebelum Mr. Jey kepala sekolahnya perempuan, Mpok" tanyaku masih keheranan.

Kunyalakan PC dan monitornya dengan membersihkan debu-debu yang seakan sudah bersarang sekian puluh tahun. Ada kemoceng baru nampaknya teronggok tapi belum pernah terpakai. Kebersihan pelan-pelan lalu kuambil tisu basah di tasku. Alhamdulillah masih menyala, batinku melonjak senang. Pasti pekerjaanku akan semakin lancar.

"Mis, kalau layar monitor tiba-tiba gelap dan bergaris, itu tandanya harus pulang, ya. Jangan heran . . ." 

" Nanti Mis mah diajak kenalan lagi deh setelah anak-anak tadi. Mpok mah sudah hapal, da"
Bulu kudukku mendadak bergidik setelah mendengar kata-kata terakhir Mpok tadi.

"Mpok, heran dari tadi mau njelasin apa sih, ke saya? Jangan bikin saya bingung dan menebak-nebak omongan Mpok mau kemana dan artinya apa?" Kataku seakan tak sabar.

"Mis sudah sholat? Mpok sediain perlengkapannya ya? Hari sudah mau ashar nih. Mis sengaja ya datang agak siangan? Tapi, memang Mis mau mulai kapan bertugas dan bekerja?" Berondongnya cepat.

Ruangan kerjaku kini telah rapih. Mpok bercerita usai kami bersih-bersih ruangan, bahwa tempatku bertugas nantinya adalah tempat yang bikin semua kepsek tidak pernah betah untuk bertahan duduk di dalamnya. Ada banyak mahluk halus senang bermain di ruangan ku. Entah main di atas, sampai di samping ruangan kepsek bekas penyimpanan buku-buku stok. Kini ruangan itu adalah UKS, dan terkunci ke arah bawah.

Sekolahku memang berdekatan dengan kuburan keluarga penduduk asli. Sebenarnya tidak hanya ruangan ku saja yang digemari, tapi lab komputer lantai tiga ternyata juga. Tapi, hanya satu perempuan berambut panjang berbaju putih. Lebih banyak di ruangan ku entah kenapa.

Sejak menghuni ruangan ini, aku lebih banyak membaca Alquran dan sholat wajib di ruangan ini. Begitu juga guru-guruku, agar ruangan tidak lagi sepi seperti kuburan. Ruangan kepala sekolah bukan ruangan mengerikan dan dihindari. Aku juga manusia, guru yang diberi tugas tambahan untuk menjadi kepala sekolah selama dua tahun ke depan.
Rasa takut itu manusiawi dan pasti ada, bersyukur aku tidak diberi kemampuan untuk bisa melihat mahluk gaib itu.

Mereka juga tidak usil untuk menggangguku, karena ketika mulai terasa gangguan itu aku selalu berkata "Jangan ganggu Mis yaa, kalau mau main silahkan tapi Mis cuma mau kerja saja. Jangan mengganggu yaa."

Jika komputer mulai aneh akupun mencoba berkata, "Bantu Mis ya, sedikit lagi nih tanggung. Kasihan kalau guru-guru sampai nggak keinput kerjanya. Nanti Mis pulang deh ya". Mereka kuanggap teman, dan memahami bahwa dimanapun akan ada mahluk. Yang penting menyadari bahwa kita punya dunia sendiri, tidak saling mengganggu. Tidak sadar sering aku pulang sampai jam 9 malam saat akreditasi selama satu bulan penuh.

#tugasfikmin3
#trainingfikminJA
#SDputradarmaglobalschoolkompas
#tugastambahankepsek
#2004sampai2011
#pengalamanpribadi
#nggakhoror