Guru Hebat itu Nggak Harus Berbakat


Siapa bilang jadi guru itu harus berbakat. Itu pertanyaan yang sering saya terima ketika ada pertanyaan apa profesi saya. Mereka akan selalu berkata, wah kamu memang sudah berbakat mengajar sejak SMA, Juli! Terlebih jika mereka bertanya lebih lanjut lagi, apa mata pelajaran yang saya ajarkan.

Mendengar kata MATEMATIKA, langsung terlontar. 

"Wah, pelajaran yang aku benci sejak kecil." Atau,
"Aku selalu gagal paham untuk pelajaran yang satu ini."
"Salut ya Juli, kamu memang pinter matematika dan berbakat mengajar sejak kita SMA." Jika bertemu teman alumni SMA saat reuni.

Kembali saya hanya tersenyum dan berpikir keras dalam hati. Mereka tidak pernah tahu. Bagaimana saya terdampar di bidang ini. Begitu berliku jalannya untuk menemukan profesi guru dan mata pelajaran Matematika yang kini hampir 30 tahun kugeluti.

Lahir sebagai anak ke-2 kata papah hanya saya yang mau diajar beliau dengan patuh. Walau sepulang kerja letih dan emosi ikut bermain, saya tetap sabar menghadapi papah yang susah payah mengajari dengan modal buku TANGKAS matematika. Sayang, di SMP papah nggak bisa mengikuti pelajaran saya lagi, dan guru matematika SMP juga jarang masuk kelas, kalau masuk kelas hanya marah-marah saja sambil merokok dan hanya memberi tugas.

Namun begitu, saya tetap rangking 4 dari 165 anak keseluruhan empat kelas pararel. Hanya, di kelas 9 karena sakit Bronkhitis sejak kecil kumat, dua Minggu menjelang ujian rangking saya jatuh ke 9 saya pengumuman kelulusan.

Saya baru bisa bangkit lagi menyukai matematika di kelas 10 SMA saat bertemu dengan Bapak Sinaga yang killer tapi baik dan runtut saat mengajar. Terus terang, tipikal mengajar saya, kurang lebih mencerminkan beliau. Karena lewat beliaulah kesukaan akan matematika saya kembali bangkit. Sampai kelas 12 saya berhasil mempertahankan nilai matematika 9 di raport.

Sayang, saya mendapat PMDK di D-3  Pendidikan Matematika IPB. Jujur saya takut dan nggak ingin jadi guru. Hanya papah bilang, beliau tidak akan mampu menguliahkan saya jika tidak mengambil beasiswa ini. Sebagai anak yang patuh tentu saya harus menyenangkan orangtua. Padahal selama tiga tahun saya harus ngos-ngosan berpacu dengan anak seluruh Indonesia dalam kelas saya untuk tidak DO itu berat sekali. Kalkulus menjadi pelajaran momok buat saya, saat kalkulus 3 nilai saya D ya Allah beraaat Dilaaan.

Ternyata kini setelah menjadi guru hampir tiga dekade, kunci keberhasilan adalah, berani magang dan praktek selain kuliah. Kalau melulu teori, yang ada stress. Untungnya, saya sudah berani mengambil privat dan mengajar sejak semester pertama. Sehingga agak mengimbangi nilai-nilai kuliah juga diluar matkul matematika. Selain untuk menambah keuangan selama menjadi anak kost.

Catatan yang kedua adalah ber-network dengan kakak kelas, dalam artian buka link SKSD sok kenal sok dekat. Saya memang senang berorganisasi sejak kecil. Jadi sejak kuliah saya masuk di GUMATIKA gugus mahasiswa matematika di situlah saya menjalin link ke kakak kelas atau alumni. Alhamdulillah lulus dengan nilai pas-pasan itu sudah bagus. Karena buat saya matematika kampus itu susah dan beraaat. Itupun banyak dibantu kakak kelas, walau kadang kakak kelas laki-laki sering salah sangka dengan kedekatan saya kepada mereka. Curcol masa mahasiswa dulu.

Kini takdir saya menjalani sebagai guru, sejujurnya, awalnya terpaksa. Tapi, semakin ditekuni dan dipelajari ternyata asyik juga loh. Dan, kini saya justru enjoy mengajar di Matematika ketimbang pelajaran lain. Bangganya sempat mengantarkan siswa olimpiade ke tingkat nasional walau akhirnya kalah. Karena kami berangkat dari Kabupaten Bekasi.
Begitu banyak pelajaran dan filosofi matematika yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sampai hari inipun, saya terus belajar bagaimana menakhlukkan matematika agar mudah ditangkap anak di kelas.

Jadi? Apakah butuh bakat? Tentu tidak. Hanya butuh kemauan dan ketekunan untuk belajar lagi seperti siswa di kelas. Ada yang punya pengalaman lain?  Yuk berbagi

Posting Komentar

24 Komentar

  1. Memang kemauan dan ketekunan bisa mewujudkan impian kita ya Mis..
    Salut dengan perjuangannya!
    Saya selalu kagum dengan orang yang pintar Matematika...Karena saya sendiri kuatnya di hapalan kalau angka nomor ke sekian hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jika berusaha maksimal apapun yang diusahakan akan terlihat tampak jelas mbak

      Hapus
  2. Barakallah Mis... Wha tidak mudah ya ibaratnya "jatuh cinta" dengan sesuatu yg sebetulnya kita tidak suka. Namun salut dengan semangatnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jika melakukan dengan hati maka keikhlasan akan mengiringi

      Hapus
  3. Kadang kita jadi suka dengan pelajaran tertentu karena cara mengajar gurunya ya..
    Dulu saya juga suka dengan pelajaran kimia karena kagum dengan kepintaran bu guru dan cara mengajarnya yang runut.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya naksir kimia fisika karena hitungannya sedikit mirip matematika

      Hapus
  4. Kalau saya menjadi guru karena memang suka. Menurut saya jadi apapun kita bisa, asalkan mau belajar. Cuma memang belajar sesuatu yang tidak kita sukai itu kurang menyenangkan, ya dan luar biasa sekali kita jadi suka dengan sesuatu yang awalnya kurang kita sukai

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar jika berusaha maksimal pasti bisa masalahnya, mau atau tidak itu saja mbak

      Hapus
  5. Tidak semua orang bisa mengajar matematika dengan menyenangkan. Apalagi murid² udah takut duluan. Selamat Mis, bisa menggeluti bidang yang dihindari banyak orang...

    BalasHapus
    Balasan
    1. He he awalnya saya juga menolak mbak tapi kesadaran yang membawa saya

      Hapus
  6. Saya pun sempat menjadi guru selama 4 tahun. Sungguh, tak pernah terbayangkan sebelumnya kalau saya harus menekuni profesi tersebut. Alhamdulillah, saya kemudian menyukainya meski Qadarallah, saya harus berhenti karena ikut suami ke luar negeri. Insya Allah, kalau kembali ke tanah air pengen kembali menjadi guru.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menjadi guru anak-anak kita juga pengalaman yang sangat berharga mbak

      Hapus
  7. Saya pernah baca katanya orang sukses itu 10% bakat, 90% usaha. Jadi yaa... meski berbakat tetap saja harus mengasah diri. Berlatij, berjejaring dan terus berusaha ya bun...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya benar mbak Bety berusaha dan attitude yang paling utama itu pasti adanya

      Hapus
  8. Perjuangan membuahkan hasil yg bisa dinikmati, wlpn dalam proses pasti byk hambatan. Bakat bkn yg utama. Sukses ya mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar mbak perjuangan itu yang utama inshaallah

      Hapus
  9. Hehe...Betul saya mati kutu kalau pelajaran Matematika. Hihi..mungkin karena belajarannya kurang perjuangan seperti Mis Juli ya...Sukses terus ya mis thx sharingnya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama mbak hanya berbagi pengalaman saja inshaallah

      Hapus
  10. Masyaallah perjuangan Mis Juli sungguh luar biasa. Salut dengan perjuangannya Mis. Semoga selalu diberi kesehatan agar bisa menemani anak2 belajar

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin yra mbak inshaallah terimakasih dengan doa yang sama mbak aaamiiin yra

      Hapus
  11. Wah, berasa ketemu temen niiih mbak. Aku juga suka banget matematika, menurut aku pelajaran ini asyik, dan juga ilmu pasti, kan. Hanya saja aku ga jadi guru mbak. Tapi aku merasa memang ga cocok jadi guru, soalnya aku emosian kalo yang diajarin ga ngerti. Hahaha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. He he hanya perlu latihan lebih banyak lagi ya mbak inshaallah bisa

      Hapus
  12. guru yang hebat itu sulit di dapat. hebat sekali, mbak :)
    Mengajar matematika yang asik itu jarang banget di dapat :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin yra terimakasih mbak berusaha totalitas

      Hapus