TERASI DALAM SETANGKUP CINTA



Ada yang tidak biasa dalam hidupku kini. Kenapa nggak biasa? Karena kini terasi senantiasa hadir dalam keluarga kami. Full utuh, artinya nggak ada persediaan terasi itu nggak lengkap keluarga ini. Kok bisa? Bisa dong . . .

Dua orang dalam keluarga ini menjadikan terasi adalah bagian pelengkap dalam semangat makannya. Bungsu sejak kecil hingga besar jarang mengenal sambal, apalagi sempat merasa salah, begitu pertama kali kubuatkan sambal ketika kakinya tetiba kena penyakit kulit akibat tes interview pekerjaan harus lari mengelilingi stadion olahraga di Cikarang Bekasi, sedangkan saat itu sedang menggunakan sepatu pantofel.

Entah sambalnya yang mengandung terasi atau kakinya memang jadi kena virus penyakit kulit, kakinya jadi basah dan gatal setelah makan sambal terasi. Sementara, lagi doyan-doyannya makan sambal terasi. Akhirnya sampai hampir setahun aku nggak berani masak yang mengandung ikan-ikan an apalagi yang menimbulkan gatal.

Alhamdulillah setelah berobat sana-sini sampai terakhir menggunakan  magnesium dari bahan dasar teripang emas, gamat inilah yang menyembuhkan total kaki bungsuku. Alhamdulillah. Sekarang kalau bikin sambal, ga lengkap tanpa terasi pasti melengkapi masakan itu. Nggak cuma bungsu, abang-abang nya dan ayah pasti ikut menikmati juga, komentarnya sama. 

"Inget sambal inget ibu, jagonya sambal apalagi kalau tambah terasi . . ." kata tiga jagoan dan ayah.

Orang ke-dua adalah si ayah. Sejak pertama menikah hal yang paling membuatnya menyukai rujak adalah karena di sebelah rumah kami ada pohon mangga muda yang masuk ke pekarangan atas rumah kami. Pak Buyung yang merawat dan menanam pohon itu sejak kecil selalu berkata: 

" Bu kalau mau ngambil dan menikmati mangga itu, makan saja dengan keluarga. Silakan, mangganya kecil nggak bisa besar tapi manis loh," kata tetanggaku ini.
Ayah, yang mendengar di sebelahku rupanya jadi bersemangat.
"Bu, ayah sebenarnya ngiler banget nih. Tapi takut mau mintanya, tapi denger ini jadi pengen ngerujak sekarang juga."

Wah kode keras nih, tanpa menunggu lama aku sudah menyiapkan sambalnya, Kutambahkan terasi sebagai tambahan penyedap. Setelah itu kukupas mangga muda berikut kulitnya, subhanallah tandas ludas dalam hitungan waktu ke perut ayah.  Apalagi mangga ini setahun berbuah hampir 2 kali karena rajin dipanen dan dibagi-bagi. Kalau pulang kerja, pasti yang ditengok mangga-mangga muda yang buahnya seperti anggur bertumpuk. 

"Bu, mangganya minta ayah petik nih" kodenya padaku. Mau nggak mau kami pasti harus naik ke atap rumah hanya untuk memetik mangga muda yang begitu ranum di mata ayah. Kini terasi, ditambah asam Jawa adalah menu wajib yang harus tersedia di rumah kami. Baik adek bungsu maupun ayah, selalu bersemangat kalau sudah disajikan makanan mengandung terasi yang tentunya ada setangkup cinta menyertai caraku memasak, ahayyy.
 
Emak, punya cerita apa tentang terasi? Seperti akukah? Sebenarnya lucu, tapi bukan lagi sunah melainkan menjadi WAJIB ada di rumah. Jelang lebaran ini aku harus pulang ke Jogja tempat ibu dan ayah angkatku kini, karena terasi Purworejo tempat adiknya yang terkenal memproduksi makanan ini.

Tahun lalu saat pulang lebaran tahun ke-2, ibuku membawakan terasi ini dalam ukuran besar. Berapa? Hampir setengah kilo, dan baru habis dalam kurun waktu hampir 6 bulan lamanya. Semua anggota keluarga ini begitu menyukainya. Subhanallah . . .semoga tahun ini ibu bisa membawakan lagi untuk kami.

#Dayseven
#RWC2019
#OneDayOnePost

Posting Komentar

0 Komentar