"Mas, ada apa? Kenapa sepagi ini sudah muncul di sini?" tanpa tedeng aling-aling Susan langsung bicara begitu tiba di depan rumah.
"Assalamualaikum, Ms. . .apa kabar? Saya kangen, sudah beberapa hari kita nggak ngobrol. Ms nggak kangen saya?" Senyum mempesonanya melupakan kekhawatiran Susan. Duh mengapa dengan hatiku, batinnya.
"Saya khawatir Ms sakit, makanya langsung ke sini walau berisiko bertemu bapak" Masih dengan senyum penuh kehangatan.
Susan tak tahu harus bicara apa, segera dibukanya pintu gerbang. Anak-anak sudah berangkat semua berbarengan tadi pagi. Faisal sendiri, begitu menerima uang dari Susan semalam langsung pergi lagi, seperti biasa ke perempuan nya. Susan tak pernah lagi peduli. Tak enak juga ngobrol dengan Amar di depan pagar, apa kata tetangga. Semoga mereka tahunya Amar adalah mahasiswanya. Jadi, tidak ada yang curiga.
"Aku sedang tugas mas, ga enak meninggalkan pekerjaan di kantor" Begitu segelas air putih disorongkan di hadapan Amar.
Amar memegang tangan Susan, memintanya duduk. Susan tak mampu menutupi gejolak hatinya. Seakan berebut untuk berpacu. Kedua mata beradu pandang tak bicara, tapi cukup mewakili perasaan masing-masing.
"Jangan begitu mas, nggak enak kalau tiba-tiba ada yang datang." Susan mengalihkan wajahnya kemudian. Wajahnya terasa pias tapi malu. Menyadari sudah tak muda lagi. Ini harus diakhiri, sebelum hatinya lebih jauh berharap dan bermain api.
"Kamu pantasnya adalah adikku mas, jangan begitu! Masih banyak perempuan yang lebih muda dan lebih pantas bersamamu." Sakit sekali hatinya berkata itu di hadapan Amar.
"Memang kenapa? Salah? Saya kan sudah bilang sejak awal. Saya mencintai Ms sejak pertama mengajar di kelas saya. Tapi, sebelum sempat saya menyampaikan ms sudah pergi. Sekarang kita dipertemukan lagi, berarti Tuhan berkehendak, bukan?" Ada nada getir Amar saat menyampaikan.
"Jadi kalau yang tua harus dapat yang lebih tua? Begitu juga yang muda harus dapat yang lebih muda begitu?" desak Amar lagi.
"Ya, nggak juga sih. Kalau memang jodoh siapa yang bisa mengelak mas. Tapi ini berbeda, please . . .kita berteman saja ya." pinta Susan setengah memaksa.
Amar tak menyangka akan mendapat jawaban seperti ini, setelah apa yang terjadi antara dia dan Susan sebelumnya. Saat itu baginya begitu indah. Hanya sayang yang membuat gairah asmara antara keduanya terjadi. Empat belas tahun Amar menyimpan rapat cintanya pada guru matematikanya yang sudah mengambil hatinya. Entah apa yang mendorong keberaniannya sepagi ini datang ke rumah Susan menemui perempuan impiannya. Tak ia pedulikan pekerjaan klien yang mendesak untuk dikerjakan. Hati Amar terlalu sibuk bahagia karena menemukan Susan lagi dalam hidupnya.
Susan harus bisa dan mampu menahan perasaannya. Ini sudah tak sehat, posisi nya sebagai kepala sekolah dan seorang ibu dari anak laki-laki yang sudah beranjak besar, memaksanya untuk menutup hatinya. Terlebih sulung, dia butuh perhatian lebih, setelah kecewa dengan ayahnya yang begitu dikaguminya ternyata menduakan umminya. Kalau kini Susan malah menambah cerita kelam keluarga, akan seperti apa rumah tangganya kelak?
Mati-matian selama ini Susan bertahan demi ketiganya. Mudah baginya pergi dari rumah, atau malah ikut bermain gila seperti Faisal. Tapi bukan itu yang diharapkannya. Susan tak ingin menyakiti anak-anak nya. Merekalah semangat terbesar membuatnya bertahan dari neraka masalah rumah tangganya.
"Ms, kok malah bengong" sapa Amar menyadarkannya.
Susan meminta Amar untuk meninggalkannya. Adalah kebahagiaan bisa bertemu dengan Amar, namun saat ini bukan waktu yang tepat. Susan tak ingin merusak karir dan rumah tangganya yang memang sudah rusak menjadi lebih dalam lagi. Pasti berat buat keduanya untuk menyatakan tidak ada apa-apa. Kenangan di kamar waktu itu adalah saksi betapa Susan menikmati pesona Amar walau perbuatan itu terlarang untuk mereka.
Seperti lagu Fathin . .
Inilah akhirnya harus kuakhiri . . .
Sebelum cintamu begitu dalam
Maafkan diriku . . .memilih setia
Walaupun kutahu cintamu . . .lebih besar darinya
Loh kok malah nyanyi sih hati Susan . . .sementara di sudut mata Amar ada yang tergenang berkaca-kaca.
26 Komentar
Duh, harus baca dari awal nih sepertinya agar nggak bingung. Hehehe...lama nggak ngikutin tahu-tahu sudah episode 14 aja.
BalasHapusAlhamdulillah mbak perlahan sambil nyari mang Ilham nepi dulu . . . Supaya asyiik dibacanya
HapusWah ini sudha endingnya kah, miss? Hufff... berat sih memang, tapi yang terbaik ya tetap kembali pada keluarga ya....
BalasHapusBegitukah mbak? Belum berakhir sih karena kan di awal ada anak di antara mereka
HapusAkhirnya tamat ya Mis...
BalasHapusIni happy atau sad ending ya?...
Belum mbak Hani masih berlanjut masih terus bikin diksinya he he
HapusWah ini episode terakhr ya miss. Aku suka deh endingnya, ga happy bagi keduanya tapi terbaik tentu saja
BalasHapusBelum mbak Sinta masih memacu adrenalin mbak belajar berkonflik terus
HapusAduhh, Susan kamu harus tegas. Bagaimanapun kamu masih isteri orang. Hihi, jadi baper saya,Miss
BalasHapusSabar sabar mbak Eni semua akan indah pada waktunya
HapusBaca kisah di bagian akhirnya, membuat saya lega. Akhirnya tersadar kembali ke keluarga, good choice!
BalasHapusHe he begitulah semoga ada pilihan lebih baik lagi ya mbak
HapusEh...ini ada part sebelumnya kah?
BalasHapusAda mbak 1-13 sudah tayang bertahap
Hapuswaduh ini seri yang ke 14 ya, aku mesti baca dari pertama nih supaya ngerti jalan ceritanya
BalasHapusHarus mbak tunggu jadi novelnya yaa
Hapuswah wah wahhh, ini mah harus baca dari awal, penasaran ama ceritanya. great story mbaaa! sukaaa!
BalasHapusHarus mbak sabar yaa tunggu novelnya
Hapuswaaaahhh...cerbung ya mbak, keren mbak...selalu semangat buat Ms Susan dan Amar :)
BalasHapusHe he terimakasih sudah mampir mbak
HapusKirain si Amar ini kekasih Susan ternyata oh ternyata baru menyatakan perasaannya ya. Duh, kalau di posisi Susan saya juga pasti merasa ada yang salah apalagi sebagai kepala sekolah dan sudah punya satu anak. Jadi bagaimanakah kelanjutannya?
BalasHapusDitunggu yaa mbak kuh he he
HapusKisahnya makin menarik nih mis Juli, Susan kudu miloh sapa ya diantara dua lelaki yang brusaha merebur hatinya. Penasaran nih...hehe...
BalasHapusSabar ya mbakku sayang
HapusEuhh.. Td baca yg 17.. Waduuuh.. Seruu
BalasHapusAlhamdulillah mbak terimakasih sudah mampir ke-17
Hapus