ADA CINTA DALAM BALUTAN MAKANAN YANG TERSAJI


Memiliki dapur dan bisa berkreasi dalam masakan bukanlah cita-cita seorang perempuan, apalagi sepertiku. Perempuan yang dikenal tomboi dan lebih suka kegiatan macho daripada feminim. Pengalaman pahit juga menyertai perjalanan memasakku. Sejak kecil dididik sebagai laki-laki oleh papah membuatku hampir tak pernah menyentuh kompor sama sekali.

Sesekalinya harus memasak karena dua gadis mama lainnya merantau di Semarang, dan mamah sakit. Papah yang lapar saat itu nggak tega juga untuk dibiarkan. Kucoba untuk memasak telur dadar dan sambal dengan bertanya pada mamah apa saja yang harus kusiapkan. Setelah masak, eh mbak dan adikku pulang dari Semarang tanpa kutahu sebelumnya. Jadilah mereka ikut makan karena merasa lapar. Apa yang terjadi, aku habis diledek oleh mereka karena rasanya ngalor-ngidul nggak karuan.

Papahpun cuma bisa menahan senyum seolah tak ingin menyakiti perasaanku. Tetap berterimakasih karena sudah memasakkan untuknya. Walau belum enak dirasa lidahnya seperti ucapan dua gadisnya yang lain. Ya kami tiga perempuan anak pertama sampai ketiga, baru dua adik laki-laki setelah itu.

Sama seperti sikap mereka yang selalu meledek tulisanku di buku diariku, membuatku berhenti menulis walau sudah berhasil masuk di koran penerbitan Suara Pembaharuan walau mendapat apresiasi dari Novelis terkenal Alm N.H. Dini.

Itulah aku, jangan ditanya kalau sudah mutung kata orang Jawa. Ngambek istilah kerennya.
Namun, aku tak mungkin memungkiri kodratku sebagai perempuan sekaligus istri dalam keluarga setelah menikah. Mau tidak mau harus berhadapan dengan kompor di dapur. Menghindari sejauh mungkin dengan pernah berucap akan menikah di usia 35 tahun. demi membahagiakan mamah papah ternyata tak semudah itu. Allah membalikkan ucapanku sehingga justru aku menikah lebih dulu dari pada saudara perempuan ku yang lain. Jodohku telah tiba di usiaku menyentuh 19 tahun. Terlalu cepat? Itulah takdir kehidupan, tanpa kukehendaki.

Memasak, dan memasak kemudian jadi rutinitas ku, dari rasa yang tidak enak sampai kemudian dipuji mamah adalah proses belajarku untuk menyajikan yang terbaik dari hati. Tanpa bimbingan mamah, hanya berbekal membaca majalah Ayah Bunda, Nova, dan membeli buku resep masakan yang mudah kupraktikkan. Sejak itu aku percaya, bahwa kemampuan itu tidak hanya melulu bakat dan tangan dingin, tapi kemauan belajar dan mempraktikkan secara terus menerus akan menghasilkan sesuatu yang baik dan menjadi keahlian.

Kuncinya, sabar, mau mencoba, praktik, dan ikhlas niat beribadah. Ini sudah kulakukan terhadap apapun ilmu dan kemampuan baru yang coba kujajaki. Alhamdulillah kata orang bertangan dingin. Padahal semua karena niat dan kemauan bukan?

Sejak kecil hingga tiga krucilku menjadi dewasa, jarang membeli makanan di luar. Selain lebih hemat, mereka lebih suka makan di rumah dengan puas tak terbatas. Itu kenapa tubuh mereka sempat besar-besar sebelum 2015. Sulung 105 kg, tengah 98 kg, dan bungsu 106 kg. Bangga? Justru malah sedih setiap harus berburu pakaian untuk mereka. Susah dan jarang yang murah.

Suatu peristiwa membuat ketiganya memiliki kesadaran bersama bahwa sehat itu lebih utama ketimbang makan banyak dan sekedar kenyang. Diawali dengan jas yang tak muat membuat anak nomer duaku berproses diet no garam setelah lulus. Alhamdulillah nggak sampe setahun turun BB perlahan. Begitu juga bungsu, diawali sakit DB dan sempat turun ke 95 kg akhirnya mencoba diet OCD Alhamdulillah kini sudah stabil di 75 kg dengan tinggi yang sesuai.

Sulung menyusul kemudian dengan berat 75 kg juga saat ini. Alhamdulillah, tugas memasakku sedikit berkurang. Mengurangi keinginan ngemil karbohidrat, kami hanya memasak jika ingin masak saja. Masak nasi juga jarang, 5 kg bisa untuk satu bulan. Kalau ingin masak saja baru kami lakukan. Lebihnya mending beli sayuran atau banyaknya sih makan buah saja. Kalau ingin makanan yang berbeda kami lebih memilih membeli sekali makan saja, tidak perlu berulang-ulang.

Jadi, tidak berarti menyesali kehilangan kesukaan memasak, tapi kami sadari bersama sehat itu lebih utama buat kami. Moment IdulFitri, IdulAdha, atau keinginan masak sambal, ibu tetap orang yang diminta memasak untuk mereka. Belum tergantikan,  Alhamdulillah . . . Happy weekend sahabat.

#ODOP
#EstrilookCommunity
#Day8

Posting Komentar

0 Komentar