JANGAN ADA SILET WAKTU DI KEHIDUPAN


Sebelum pulang dari Semarang Juni 2013 lalu, suatu malam aku pernah bermimpi tentang jam. Seseorang yang tak kukenal memberikan jam waktu padaku setelah tertidur usai sepertiga malam-Nya. Sempat terhanyut dengan mimpi itu dan memikirkan apa maknanya.

Krisis moneter keluarga yang berkepanjangan sempat membuat kami sekeluarga terdampar di Semarang tanah kelahiran papah dan mamah. Meninggal dalam waktu berdekatan membuat papah memberiku wasiat untuk menyambungkan silaturahmi agar jangan sampai terputus. 
Kebetulan ekonomi keluarga yang tak kunjung membaik membuatku harus hijrah untuk membuka jalan keluarga kecilku ini.

Sempat mati gaya dan hanya melakukan aktivitas kerja penuh setahun saja. Setahun lebih tak melakukan kegiatan berarti dalam hal keuangan. Aku merasa menganggur dan membuang waktu. Hanya membesarkan anak-anak tanpa pergerakan keuangan yang berarti. Saat itu ingin segera pulang ke Bekasi karena merasa lebih mengenal daerah dan peluang serta relasi yang luas di sini.

Namun, saat itu bukan berarti aku tak melakukan usaha apapun. Kebaikan dan amal sebisa mungkin sambil mengasuh anak, walau dengan keterbatasan yang ada. Tanpa malu aku selalu berterus terang bahwa keuanganku sedang kuperketat, tapi mau jika diajak gratisan untuk silaturahmi walau dengan malu-malu karena bawa pasukan krucil.

Hampir seantero Semarang dan sekitarnya kurambah untuk menemui keluarga besar mamah dan papah. Aneka sikap kutemui tapi kuabaikan, terpenting adalah amanah papah padaku kulaksanakan dengan sebaik mungkin tanpa menimbulkan masalah baru.

Tiba akhirnya aku harus dan ingin pulang tapi uang belum juga ada harapan. Sebenarnya biaya hidup di sana dengan tiga anak dan sekolah mereka di SDN negri sangatlah terjangkau untuk ukuranku yang terbiasa hidup di kota Jakarta dan Bekasi. Biaya hidup di sana lebih tinggi sekali hampir tiga kali lipatnya. Namun, untuk bisa pulang ke Bekasi harus menunggu hampir setahun lamanya, karena tidak ada pemasukan uang yang berarti untuk keluarga.

Alhamdulillah, tetangga sudah seperti bapak untukku. Dulu pernah menyelamatkan anakku nomor dua yang kejang di kamar mandi saat BAB. Panik dan takut kehilangan luar biasa kurasakan saat itu. Subhanallah Allah Maha Penolong, tetangga depan mendengar teriakanku dan segera membawa anakku ke dokter terdekat, di saat sepeserpun tak kupegang uang.

Itulah mulanya mengapa aku memiliki ayah angkat di Semarang.  Begitu juga kakak angkatku yang sangat baik dan peduli kepada anak-anak ku yang menurutnya bule dan santun kepada siapapun. Alhamdulillah kekurangan tak mengurangi tanggung jawabku mengajar dengan baik pada ketiganya.

Allah sangat baik padaku, ekonomi sulit namun ketiga anakku sangat mengerti dan tidak menyusahkan ku. Kalaupun ada masalah hanya soal anak-anak saja. Tapi aku tak ingin terbawa. Jangan sampai anak sudah akur, ibu-ibu nya masih bertengkar.

Hari-hari kulalui dengan ibadah, tangisan, dan permohonan ingin pulang kepada Allah. Curhat ku tak pernah henti meminta pada-Nya untuk diberi jalan rizki yang mudah untuk bisa segera pulang ke Bekasi lagi. Ayah angkatku yang orang Kalimantan mengajariku agama yang kuat dan doa terbaik saat ekonomi seperti ini. Apa saja kulakukan, tanpa ada rasa malu sepanjang bagiku tak mengemis, mencuri, atau menjual diri dan kesusahan kami pada siapapun.

Terutama untuk sholat sunah tahajud, ayah angkat selalu mengajari untuk membaca Asmaul Husna dalam keadaan khusuk. Alhamdulillah aku lebih tenang, dan membuatku yakin bahwa Allah lah tempatku meminta dan mengabulkan permohonan. Subhanallah, miracle nya pelan-pelan mulai kutuai. Begitu Gegana = gelisah, galau, merana aku perbanyak sholat dan doa-doa malamku. Bahkan saat rindu mamah papah dan saudara-saudaraku, ayah mengajariku membaca Asmaul Husna lebih banyak sambil membayangkan mereka dalam pikiranku seperti berhadapan.

Alhamdulillah rinduku merasa diijabah Allah, satu persatu menghubungi ku dan mendoakanku untuk segera pulang. Walau bukan keuangan yang mereka bantu. Nah, mimpi hebat berkali-kali tentang keajaiban sering kurasakan. Terakhir, ya itu soal jam waktu itu. Kini baru kusadari ternyata sepulang dari Semarang walau sempat menganggur sebentar, aku mulai kebanjiran pekerjaan setelah enam bulan di Bekasi lagi. Artinya hampir 24 jam waktuku disibukkan kini untuk peluang pekerjaan. Aku tak ingin merugi seperti dalam surat Al Asr.

Itu mengapa kini waktu benar-benar kujaga. DEMI MASA,  sesungguhnya manusia dalam kerugian. Itu sangat kupegang teguh, ketika pekerjaan berat kupanggul, namun kemauan dan usaha untuk  merubah keadaan lebih besar. Begitu melalaikan waktu, silet-Nya serasa merobek-robek ku dan waktunyang telah kutata.  Itu kenapa aku berusah disiplin dan mendisiplinkan keluarga agar menghargai waktu sebagai bentuk rasa syukur karena Allah telah berikan jalan-Nya untuk keluar dari krisis ekonomi berkepanjangan.

Mengajar, murid privat, pekerjaan, peluang usaha dan relasi, perlahan begitu banyak. Kalau tidak berhati-hati keadaan seperti tersilet oleh waktu. Merembet satu sama lain, menzalimi amanah yang telah Allah berikan sebagai ibadahku. Semoga menginspirasi 

#ODOP
#EstrilookCommunity
#Day2

Posting Komentar

0 Komentar