PERPISAHAN ITU ADALAH OBAT



Baru kali ini mereka harus berpisah satu sama lain. Delapan belas tahun bersama dalam segalanya bukan hal yang mudah untuk terpisah dan memisahkan diri satu sama lain.

"Yakinlah kita akan bertemu dan dipertemukan kembali adikku, saudaraku, sekaligus sahabatku" Leno memulai juga akhirnya. Setelah sekian lama berpagut dalam diam, tak rela berpisah.

"Terimakasih Mbak Leni, entahlah apakah aku siap menjalani hari-hari tanpamu selanjutnya?"gamang Leni menjawab, ucapan kakak kembarnya.
 
"Aku percaya, ini kehendak Allah untuk kita saling menguatkan satu sama lain, dengan cara terpisah seperti ini. Tapi, percayalah juga bahwa sayangku padamu melebihi apapun setelah Allah dan mama-papa" Leno kembali menegaskan.

Sementara kereta sudah memberi tanda, tangan mereka seakan tak mau lepas. Mama-papa menyaksikan persaudaraan mereka yang begitu kental dan kuat hanya bisa membisu menahan perasaan masing-masing.

Kenyataannya Allah memisahkan amanah-amanah nya untuk berpisah sementara untuk masa depan masing-masing. Mungkin buat yang lain masih terlalu muda, namun mereka percaya kehendak Allah pasti yang terbaik. Kedua orangtua renta ini percaya . . . Kelak mereka akan dipertemukan dengan cara-Nya kembali. Sudah saatnya Leni juga harus mandiri dan menjemput masa depannya tanpa saudari kembarnya.

Leno dan Leni adalah anak kembar namun tidak identik. Ayah dan ibunya memang terlambat ketika memiliki mereka berdua. Namun masih disyukuri, di usia yang tak lagi muda ibu masih bisa melahirkan mereka walau dengan cara di Caesar. Kasih sayang ibu dan ayah yang begitu besar membuat mereka lahir dan dibesarkan dengan kasih sayang yang sama.

Namun, ada yang berbeda dari karakter mereka berdua. Leno sebagai anak tertua lebih bersikap rajin, manis, dan mau belajar terhadap sesuatu. Itu kenapa dia memilih akutansi sebagai jurusan di SMK yang sama dengan Leni. Sifatnya yang supel dan selalu ramah pada siapapun membuatnya cepat diterima di manapun. Berbeda dengan Leni, selain manja, rasa malas kerap menyelimuti kesehariannya. Sebagai anak kedua sekaligus bungsu di keluarga ini merasa semua penuh dengan pertolongan.

Ayahnya yang sudah mulai berumur terkadang kewalahan untuk memintanya untuk sekedar membantunya di dapur. Pekerjaan perempuan yang mudah tapi dimudahkan oleh Leni hingga sama sekali tak dilakukan, jikapun dikerjakan lama sekali waktu pengerjaan atau penyelesaiannya. Ibunya sadar bahwa mereka berkontribusi atas segala sikap yang kini mereka hadapi dari Leni.

Jurusan yang dipilih Leni adalah TKJ, dan itu cukup membuatnya terlena di depan komputer atau laptopnya. Asyik berkutat dengan hal yang berhubungan yang namanya TIK. Enaknya, Leni lebih mudah dan familiar terhadap apapun hubungannya dengan teknologi dibandingkan Leno. Namun untuk yang lainnya jangan tanya. Belum lagi merasa lebih cantik dari kakaknya, jadi dia merasa dunia dalam genggamannya, termasuk keluarga nya yang selalu siap menuruti permintaannya.

Kali ini Leni salah, begitu Leno kakaknya harus bekerja di Surabaya tak ada lagi teman dan saudara berbagi apalagi memberinya bantuan sukarela. Sikapnya yang pemilih membuatnya susah diterima bekerja di manapun. Merasa cantik dan ingin menjadi programmer ternyata tak semudah yang dibayangkannya. Sementara Leni hanyalah lulusan SMK, sementara yang melamar programmer lulusan universitas dan kebanyakannya adalah laki-laki, itu juga menjadi kendala.

Sebenarnya dia iri dengan keberuntungan Leno, yang begitu banyak tawaran tapi ayah lebih ikhlas melepaskan ke Surabaya karena di sana ada adik bungsu ayah yang memilih hidup sendiri. Sehingga bisa tenang melepas Leno bekerja, mungkin ke depan sambil kuliah kelas karyawan agar ada harapan pengembangan karir ke depan.

Keuangan ayah memang nggak susah-susah amat, namun bukan berarti berkelebihan. Cukuplah untuk sehari-hari karena Ayah sudah pensiun. Leni hidup dengan penuh keterbatasan kini, dibandingkan saat ayah masih bekerja.

"Bagaimana Len, apakah engkau akan menerima kedatangan keluargaku?" Sebuah tanya membuatnya gundah.

Kecantikan Leni, membuatnya enteng jodoh. Kakak kelasnya di SMK saat dia kelas X dulu, ternyata menginginkan pernikahan yang lebih cepat dari perkiraan Leni. Padahal Leni belum puas menikmati masa mudanya, apalagi menikmati uang hasilnya bekerja kelak. Kini malah dihadapkan untuk menikah dan meninggalkan ayah ibunya. Pilihan yang sulit, sekaligus dilema. Menikah dan jauh dari orangtua, kenapa tidak? Reno mengajak untuk menemani bekerja di daerah sambil kuliah di Jogja.

Leni mencintai Reno, namun jika harus menjadi istri di rumah dengan hidup pas-pasan karena gaji suaminya juga sambil untuk membayar kuliah sungguh tak dibayangkan. Terbiasa manja, dilayani, dan berlimpah perhatian sebelumnya kini mungkin harus dilupakan. Leno tak mungkin dimintai untuk memberikan sebagian gajinya demi memanjakan seperti mereka berdua saat masih berkumpul  dalam satu rumah.

Ayah ibu sendiri senang, karena akhirnya ada jalan untuk Leni, belajar mandiri. Walau perpisahan itu pasti menyakitkan untuk mereka, yang juga jauh dari sulungnya, juga kekhawatiran bahwa Leni tidak mampu mengimbangi Reno yang masih merintis hidup sambil kuliah. Namun, bukan hal mudah membujuk Leni, walau keduanya saling mencintai. Reno memang sudah blak-blakan menyampaikan kehidupan yang akan diberikannya pada Leni di Jogja sana. Reno tidak mau menjanjikan hal yang manis, namun dia merasa lebih baik menikah muda daripada berbuat maksiat karena Jogja berlimpah gadis-gadis cantik, belum di kampusnya.  

Cukup lama Leni menjawab kegalauan pilihan sulit yang diterima nya kelak. Rasa khawatir akan kedua orangtua nya yang mulai renta, menyadarkan nya. Ummi guru mengajinya menyerahkan sepenuhnya pilihan Leni melalui sholat istikharah. Pertimbangan demi pertimbangan telah dilewati Leni dua bulan ini. Akhirnya . . . Keputusannya adalah, Leni ingin mengurus kedua orangtuanya di sini. Akhirnya kesadarannya mulai hadir, sejak ibu juga mulai sakit-sakitan karena usia dan kanker rahim yang mulai menggerogoti.

Jauh darinya tentu ibu juga akan kehilangan serta kesepian tanpa kembar yang selama ini menemaninya. Reno masih harus berjuang sampai kuliahnya selesai dan kembali ke Bekasi untuk menemani Leni. Keinginan Leni menikah dengan tetap tinggal di rumah ayah ibunya untuk bisa mengurus ibunya yang sakit adalah permintaan yang tak mungkin ditolaknya. Terlebih orangtua Reno juga denganmemiliki usaha keluarga yang harus diwariskan untuk diteruskan. Adik-adik Reno yang perempuan tak mungkin diharapkan. 

"Tunggu aku di sini dengan kesetianmu, Len" pinta Reno sehari sebelum kepulangannya kembali ke Jogja.

Memilih puasa demi menjaga diri selama di perantauan. Reno berharap Leni kelak menunggunya untuk sekian tahun lagi menuntaskan kuliahnya. Bekerja juga menjadi pilihan selain untuk mengisi waktu juga meringankan biaya kuliah. Reno bukan type anak manja yang mudah meminta pada orangtuanya.

"Kak Leno, aku harus belajar lagi dari nol saat ini. Ternyata, menjadi anak rajin dan peka terhadap masalah keluarga sepertimu tak mudah dan harus dibiasakan. Aku memilih untuk belajar lagi sepertimu. Ibu membutuhkan aku, doakan aku kuat. Perpisahan ini ternyata menyadarkanku," tutup Leni lewat pembicaraannya dengan Leno malam ini. Leno mendengarnya dengan air mata yang perlahan mengalir menutup kebahagiaannya atas doanya selama ini.

Akhirnya perpisahan ini menjadi obat untuk membuat Leni sadar akan kehidupannya yang selama ini salah. Semoga ini juga menjadi obat untuk ibu ya Allah, batin Leno dalam sukurnya di sepertiga malam kali ini.

Bekasi, 16 September 2019

#ODOP 
#EstrilookCommunity 
#Day18


Posting Komentar

0 Komentar