Innalillahi wa inna ilaihi rojiuun. Allahummaghfirlahuu warhamhu waafihii wa'fuanhu.
Selamat jalan, Pak Habibie
Terima kasih atas jasa-jasa dan pengabdian Bapak untuk bangsa dan negara. Terima kasih telah mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia.
Semoga Allah mengampuni dosa-dosa dan menerima amal ibadah beliau. Aamiin yaa rabbal alamiin.
Al Fatihah.
Al Fatihah.
Jangan ditanya sedih menyeruak begitu saja. Mendengar bapak bangsa, orang yang kuidolakan dan kubanggakan pergi untuk selama-lamanya. Hari ini, Rabu 11 September 2019. Setelah hoaks bersliweran begitu kencang berhembus menembus mata batin serasa tak ingin mendengar dan tak rela.
Namun, begitu berita valid diusung oleh TVONE, dan SCTV tak terasa merinding dan meneteskan airmata. Mengajak siswa privat kelas 12 akutansi yang sedang belajar statistik untuk persiapan ulangan matematika besok. Satu-satunya bangsa Indonesia yang mampu membuat pesawat dan diakui dunia, Mentri yang pernah menduduki kursi kepresidenan walau hanya setahun, dengan prestasinya yang bijaksana.
Membebaskan semua tahanan politik bahkan diajak untuk memikirkan kemajuan Indonesia. Bayangkan penjara penuh dan anggaran negara hanya dihabiskan untuk makanan napi yang kapasitasnya sudah tidak layak. Apalagi ditambah dengan tahanan politik. Pemerintahan yang tak siap dikritik diberi masukan dan menganggap orang-orang seperti itu bersebrangan dengannya, seharusnya jangan menjadi pemimpin.
Berhasil menurunkan dan menekan rupiah dari krisis keuangan moneter yang menggila sehingga dolar sempat tembus di atas 20.000 rupiah. Bisa di bawah 10.000 itu kereen. Ah, banyak sekali kelebihan yang tidak seimbang dengan kesalahan nya tentang timur-timur. Dimana terlalu banyak kepentingan yang menunggangi dan dimanfaatkan negara lain dan orang-orang yang iri dengan bapak Habibie.
Indonesia kehilangan, bapak bangsa yang tetap bersahaja hingga di hari terakhirnya.
Tetap cerdas dan berwibawa, bahkan terus berkarya menorehkan prestasi tak henti. Nggak baper berkepanjangan walau bunda Ainun sang belahan jiwa meninggalkan lebih dulu, memilukan hati dan perasaan bangsa ini pula. Kisah cinta sejati yang tak lekang oleh sejarah dan dibukukan dalam film "Ainun dan Habibie." So sweet iiih, ayaah mana ayaah.
Teringat waktu tahun 1999 akhir bertemu bapak di Menara Dea Kuningan. Saat itu pekerjaanku adalah manager supervisor kesehatan di salah satu perusahaan. Satu lift dengan beliau dan dua anaknya, wow. Santun dan bersahaja. Tanpa pengawalan, tanpa wajah julid ataupun sombong padahal posisi saat itu adalah Menristek. Kami bertegur sapa hangat sekali seakan tidak ada pembatas antara pejabat dan rakyat. Kenangan tak terlupa.
Pantaslah, begitu banyak yang sedih, menangis mendengar kepergian beliau menghadap sang Khalik. Ya Allah tempatkan di sisi Mu yang terbaik, dalam keadaan Khusnul khatimah. Semoga kami diberi pengganti orang terbaik yang juga akan membawa nama Indonesia seperti bapak kebanggaan kami semua. Aammiin yra.
0 Komentar