Catatan Mis Juli (16)

Kisah sebelumnya: 
http://misjulie.blogspot.com/2019/11/catatan-mis-juli-15.html

Sungguh seru dan mengharukan sekali pengalaman itu. Ini cukup menjadi trauma tersendiri untuk seorang Ms Juli, dan tidak ingin lagi menjadi apapun selain menjadi guru. Kalau ms Juli ingat sejak merintis TPA dulu di tahun 1994-1998 akhirnya juga dengan intrik. Idealis ms yang jujur dan tegas belum bisa diterima oleh pihak manapun yang merintis nggak mau tapi maunya tinggal enak. 

Begitu juga dulu di PDGS, dan kini di SD ini seharusnya tidak berkali-kali jadi sekolah baru. Namun sekali lagi dengan intrik ms Juli mengalami hal-hal yang tidak ms pahami sebagai manusia. Memang yayasan dan sekolah bukan manusia yang sempurna, namun juga harus bekerja sama untuk menjadi sekolah yang baik dan diunggulkan oleh orang tua. 

Berkali-kali lagi ada yang menawari ms untuk menjadi kepala sekolah atau pemilik sekolah dengan dewan penasehat ms tolak. Terakhir kali mantan kepala sekolah di Permata Hati tempat ms mengabdi waktu itu menawarkan diri untuk menjadi kepala sekolah di Al-Azhar Cibubur ms tolak. Ms hanya ingin mengabdi menjadi guru saja yang mengurus siswa di kelas saja. Tidak akan bersinggungan dengan kepentingan apapun. Kalaupun terjadi perselisihan biarlah, bukan sebagai kepala sekolah atau siapapun yang akan berhadapan dengan rekan guru lain atau yayasan. 

Mengambil hikmah atas segala peristiwa dan fokus pada kesehatan kepala keluarga rumah ini yang sakitnya bertambah parah. Diabetes yang dideritanya racunnya telah menjalar kemana-mana. Tapi yang paling utama adalah post power sindrom sebagai kepala keuangan dulu belum juga mau pergi dari dirinya, serta permasalahan keluarga kami yang selama ini justru mengoyak keharmonisan keluarga kecil yang baik ini. 

Setelah menikah lagi dan ketika sakitnya harus kami yang menanggung sesungguhnya berat untuk seorang Ms Juli yang sejak tahun 2000 harus menanggung ekonomi keluarga seorang diri. Tidak ada satupun yang menolong dan bisa diandalkan, termasuk beliau. Tapi sekali lagi ms tidak pernah mengeluh, berusaha melarikan masalah dengan positif seperti bekerja dan saat ini mencoba mulai menuliskan sedikit demi sedikit di blog e-diary yang merupakan kecanggihan internet saat ini. 

Lima bulan terakhir sakitnya bertambah parah. Padahal kami sudah berusaha membawanya kemana saja. Baik kedokteran, maupun secara herbal untuk menuju kesembuhannya. Praktis ms Juli dari pagi sampai malam jarang tidur di 5 bulan terakhir hidupnya. Pagi sampai siang mengajar, pulangnya langsung privat sampai jam 9 malam, setelah itu menjadi suster yang harus mendampinginya sampai pagi. 

Sering kalau malam beliau merasakan kesakitan dan tidak bisa tidur, sehingga ms harus mencari cara dan jalan untuk bisa membuatnya tidur. Tapi jarang berhasil, bisa dipahami juga sih sakit yang dirasakan sudah semakin menjalar. Sebulan bisa masuk rumah sakit 2-3 kali, belum lagi ICU. Dengan keterbatasan ms Juli sebagai single fighter keuangan, serta hubungan keluarga besar yang kurang harmonis, membuat ms dan 3 anak secara bergantian menjaganya. 

Padahal, di tahun pelajaran berikut di SMK Yadika 13 ini ms mendapat tanggung jawab mengajar 6 kelas XII akutansi dan Otomotif dan 2 kelas X akutansi. Sungguh keadaan yang tidak mendukung. Antara mengurus yang sakit dengan tanggung jawab sekolah yang luar biasa amanahnya. Ms berusaha bicara dari hati-kehati dengan kepala sekolah pak Josep tentang kesulitan yang ms rasakan. 

Bungsu yang sudah masuk kelas IX sebentar lagi lulus sering dikorbankan untuk  menjaga di RS sementara ms di sekolah. Sering saat mengajar tiba-tiba pihak rumah sakit menelpon untuk keputusan masalah uang atau pengobatan. Sungguh dilema sekali, namun bisa apa seorang Ms Juli. Sering ms harus minta maaf kepada anak di kelas karena hanya meninggalkan tugas saja. Puncaknya akhir bulan September menjelang idul adha beliau sempat tidak bangun selama 3 hari. Sementara anak-anak ujian mid ganjil, gamang sekali ma Juli. 

Mencoba berbagi tenaga sana-sini ternyata kalah juga. Sampai ms Juli tetiba dipeluk oleh bunda Titi demikian ms memanggilnya. Seorang guru senior di sekolah ini, saat pagi ms tiba di sekolah. Ada apa? Ms bingung sekali. Rupanya beliau ingin bicara dari hati ke hati, sebagai seorang teman dan kepala jurusan TKR atau otomotif di sekolah ini. 

"Bu Juli, ada apa mengapa matamu menghitam. Seperti orang kurang tidur, sepertinya lelah sekali aku melihatmu, Bu. Boleh bercerita sama saya?" Demikian beliau membuka pembicaraan kepada ms Juli. 

Lalu mengalirlah kata-kata selanjutnya dari beliau dari soal KBM di kelas hingga tekanan struktural di atas. Katanya, anak-anak akan melakukan demonstrasi untuk menuntut ms Juli mundur. Alasannya karena ms Juli banyak meninggalkan kelas dan KBM. Syok dan sedih tak bisa dipungkiri, tadinya hanya ingin menyimpan sendiri masalah dan kesedihan akhirnya pertahanan jebol juga. 

Selama ini juga sudah berusaha komunikasi dengan kepala sekolah sebagai atasan langsung, namun ternyata antara kepsek dan wakilnya belum sejalan dan sepaham. Wakil berdasarkan sentimen pribadi yang masih menyimpan kesal karena bukan beliau yang menerima ms Juli di sekolah, merasa tidak mengerti keadaan sesungguhnya aku sebagai guru matematika yang seharusnya ada di bawah komando. 

Mungkin salah ms juga kurang bicara dan terbuka kepada beliau, tidak punya waktu untuk banyak berbincang dari hati ke hati karena kesibukan selama ini. Sehingga prasangka demi prasangka kedua belah pihak terjadilah. Namun anehnya, beliau tak juga ingin kroschek kepada ms maupun kepsek yang mengetahui keadaan sesungguhnya dalam keluarga. 

Kini sudah terjadi, gejolak demi gejolak akibat buntunya keadaan tak mungkin dihindari. Ms Juli tak tahan juga akhirnya menangis di pelukan bunda Titi sambil menceritakan masalah sesungguhnya. Beban yang selama ini menggunung akhirnya keluar juga. Bunda Titi tentu kaget dan ikut prihatin, tidak menyangka bahwa keadaan ms sudah sedemikian beratnya. Beliau menyesali wakil kepsek yang gegabah mengambil keputusan dengan menggerakkan kelas XII untuk demo ke kepsek. Beliau mengetahui dari keluhan siswa otomotif di bengkel saat pelajaran produktif. 

"Bu Juli, ayo kita naik ke kelas XII kita jelaskan keadaan sesungguhnya dirimu. Biar mereka paham dan tidak menelan mentah-mentah pengaruh dari informasi yang salah." Begitu bunda Titi memintaku. 

Sesungguhnya berat, tapi demi clearnya masalah harus ms Juli lakukan. Dengan langkah gontai ms Juli mengikuti langkah beliau dari belakang. Sedih, itu pasti nggak bisa dipungkiri. Namun, harus diselesaikan itu tidak bisa dihindari. Sedih keadaan sangat bertumpuk antara sekolah dan rumah. Sementara lelah kerap melanda pikiran dan tenaga tanpa mampu ms hindari namun harus dilawan. 

Tiba di depan setiap kelas, bunda membuka dengan penjelasan, selanjutnya beliau meminta ms Juli menambahkan penjelasannya. Baru di kelas pertama, ms Juli nggak sanggup untuk mengatakan sesuatu. Hanya air mata saja yang mengalir deras. Anak-anak di kelas yang seluruhnya laki-laki akhirnya trenyuh dan tak tega melihat keadaan ini. Akhirnya bunda yang meneruskan cerita ms Juli sesungguhnya. 

Banyak anak-anak di kelas yang sangat terharu ditambah melihat ms menangis. . . .

Posting Komentar

0 Komentar