Catatan Mis Juli (17)

Kisah sebelumnya: 
http://misjulie.blogspot.com/2019/11/catatan-mis-juli-16.html

Di saat seperti itu, di kelas kedua tiba-tiba sebuah telpon masuk di ponselku. Panggilan dari pihak rumah sakit bahwa yang sakit napasnya sesak dan butuh penangan cepat berupa keputusan pengambilan tindakan. 

Antara bingung dan harus segera ke rumah sakit membuat ms kembali menangis. Tapi takut meninggalkan sekolah akibat ada rencana demo siswa tersebut. Ms berusaha konsultasi dengan siswa dan bunda selaku kajur. Mereka semua mendukung, dan berjanji akan menjadi tameng jika ada pertanyaan dan tekanan dari wakepsek tersebut. Mereka menyuruh ms untuk segera ke rumah sakit. 

Sempat melayangkan SMS ke bapak kepsek sekolah ini untuk memberitahukan keadaan yang sakit sekaligus ijin pamit dari KBM. Entah malas sekali untuk melakukan hal yang sama kepada wakepsek. Buat ms beliau orang yang kurang pengertian dan hanya penilaian sepihak. Padahal seharusnya beliau bisa berkonsultasi kepada kepsek karena selama ini ms Juli selalu berkoordinasi kepada beliau. Entahlah kepsek lebih nyaman dan kebapakan dalam membina guru-guru nya. Berbeda sekali dengan wakepsek beliau ini. 

Sampai ulangan UAS siswa akhirnya bisa mengerti dan bahkan efeknya adalah, justru mereka belajar lebih serius dan fokus. Ambil hikmah dari setiap kejadian itu batin ms Juli mengatakan. Dari kejadian itu Ms Juli juga mendapat informasi dari bunda Titi bahwa NEM siswa angkatan pertama yang ms pegang sebelumnya adalah dua siswa otomotif yang mendapatkan nilai 10 untuk matematikanya. Wow, pantas bapak mati-matian mempertahankan ms Juli di sekolah ini. 

Beliau bangga dengan pencapaian angkatan pertamanya. Sayang ms Juli baru tahu belakangan, mungkin juga karena kesibukan kali yaa. Ini sungguh jadi motivasi dan energi baru agar tegar melewati segala ujian dan cobaan. Efek lain, siswa lebih dekat dan memiliki kemauan untuk mengikuti jejak serupa angkatan pertama agar meraih nilai yang sama. Setiap tugas yang ms berikan selalu merameka kerjakan dengan baik. 

Sayang saat UAS ganjil (Ulangan Akhir Semester) ms Juli tak bisa menunggui mereka sendiri. Mengapa? Karena yang sakit kembali masuk ICU. Seperti biasa anak-anak di rumah juga menghadapi UAS, jadi tidak ada yang diandalkan untuk menjaga di rumah sakit. Kadang lelah dan meminta kepada yang sakit untuk mau bekerja sama demi kesembuhannya semata. 

Entah saat itu merasa menjelang 40 hari kematiannya. Tingkah dan sikapnya semakin aneh dan begitu menguji kesabaran sekali. Sementara semua tugas harus ms laksanakan tanpa bisa memilih dan istirahat sekejap saja. Kurang tidur ms akui memang terjadi, sehingga harus menjaga kesehatan dengan cara makan masakan Padang untuk menjaga nafsu makan agar tidak sakit. Begitu juga kopi seringkali ms minum agar tidak mengantuk saat di kelas atau mengajar privat. 

Tidak terpikir jika kelak akan jadi bom waktu penyakit sebagai dampak pola makan dan hidup yang salah. Namun, saat itu yang terpikir hanyalah bagaimana keadaan ini bisa teratasi dan ada solusi. Memang saat itu hanya berusaha ikhlas dan melepas beban agar tidak terasa menghimpit dada ini. Masih ada Allah menemani dan memberikan jalan atas segala kesulitan yang melanda selama ini. 

Menjelang akhir Desember 2012, keadaan semakin berat dan parah. Sementara beliau sudah hilang kesadarannya. Untung di sekolah sudah masuk libur saat itu, namun yang terasa adalah ketika masuk semester genap di awal Januari. Sulung ms yang saat itu baru mulai masuk UAS ganjil kuliah pertamanya di Telkom tidak bisa menemani. Hanya doa dan harapan terbaik yang dia berikan. 

Akhirnya sang kepala keluarga menyerah juga dengan sakitnya. Setelah bertahan sekian lama akhirnya beliau pergi untuk selamanya. Sedih itu pasti namanya 23 tahun menjadi suami istri dengan tiga anak laki-laki. Lepas pernah terjadi masalah itu hanyalah kembang dari ujian keluarga. Seburuk, sejelek apapun sikap dan kelakuannya beliau adalah suami, kepala keluarga, dan ayah dari anak-anak. Tak mungkin ms pisahkan dan jelekkan di hadapan anak-anak. Selama ini ms bertahan dengan menutup rapat keadaan hati dan kesedihan. 

Hal yang tak sangka ms terima adalah saat memberitahu ke kepsek Pak Josep, beliau kaget sekali dan berkali-kali menanyakan kesungguhan berita. Ms bilang "Benar pak, saya sendiri yang dihadapan beliau saat sakaratul  mautnya, Pak." 

Besoknya saat memandikan jenazah, berita itu sedemikian viral menyebar. Seluruh rekan kerja tempat ms mengabdi, juga orangtua siswa di manapun datang semua tanpa dikomando. Motor dan mobil penuh satu gang, begitu juga dengan lautan manusia menyemut. Sungguh tidak menyangka Allah gerakkan seperti ini. 

Di rumah, bergantian yang menyolatkan. Per lima menit bergantian orang masuk silih berganti, Allahu Akbar. Balasan Allah atas segala ujian menerpa dan musibah yang ms terima. Dari sekian sekolah, bimbel, dan rekanan silaturahmi tak henti-henti datang bahkan sampai sebulan ke depan. Sungguh menjadi penguat tersendiri atas kesendirian selama ini. 

Yang mengharukan adalah kelas yang Ms ajarkan meminta untuk datang semua ke rumah. Walau sempat dilarang wakepsek, namun kepsek justru mengijinkan dan memahami kesedihan siswa atas apa yang menimpa ms Juli. Sampai merinding mereka mengawal dan menemani di saat-saat seperti itu. Mesjid tempat menyolatkan jenazah juga penuuh. 

Pemandangan unik adalah saat mengawal jenasah ke pemakaman menggunakan ambulans, sebenarnya ms trauma dan pusing saat itu, namun melihat siswa otomotif yang katanya pernah mau demo minta pengunduran diri seorang Ms Juli dari sekolah ini, justru mereka berdiri paling depan untuk menemaniku. Perjalanan ke tempat pemakaman yang secara logika dengan kemacetan hari-hari bisa setengah jam, kali ini hanya butuh waktu 10 menit. 

Logikanya dimana? Itulah kuasa Allah, ms berusaha kuat dan tegar melihat lautan manusia begitu banyak. Hampir pingsan dan tangisan berusaha ms tahan, kasihan ke tiga jagoan yang turun sendiri menguburkan ayahnya. Bagaimanapun luka yang pernah tertoreh tak nampak dari ketiganya yang baru terasa kehilangan saat itu. Terutama sulung yang sedang menghadapi ujian saat itu, harus ijin dua hari agar bisa menemani ibu dan kedua adiknya. 

Begitu banyak rasa yang tertinggal dan terlewat. Nano-nano rasanya. Inilah panggung perjalanan anak manusia di dunia fana, segala peran yang harus terlaksana dengan sebaik-baiknya nya. Namun, sebagai guru ini adalah puncak kebanggaan seorang Ms Juli. Dalam sejarah mengajar ms, inilah yang paling membanggakan. Hal yang terasa berat dan menyedihkan ternyata Allah berikan balasan keikhlasan ini dengan siswa-siswi dengan ketulusan luar biasa. 

Segala kesulitan yang selama mengurus almarhum dengan kewajiban mengajar selama ini yang gamang, juga menyedihkan Allah tunjukkan dengan sikap siswa-siswi yang begitu baik dan merasakan kesedihan yang ms Juli rasakan. Semoga Allah berikan hikmah kepada ms dan anak-anak di rumah. 

Ms lihat juga ketiga anak-anak sangat kuat satu sama lain dan bangga dengan keadaan saat itu mereka ternyata tidak sendiri. Begitu banyak dukungan dan suport untuk ibunya yang selama ini mereka anggap kuat dan tegar melewati ujian tanpa ada keluarga dua belah pihak mendampingi. 

Ms tak mungkin berlarut-larut menghadapi masalah ini. Ujian kelas XII sudah kembali di depan mata. Ms harus mempersiapkan mereka agar meraih nilai lebih baik lagi.

Posting Komentar

0 Komentar