Tangisan Tak Berarti


Baru saja rasanya ngobrol dengannya. Ketika post test itu menyisakan beberapa anak tertinggal seperti biasa. 

"Mas, bawakan buku-buku ini ke bawah. Ms Juli beresin notebook dulu" kataku padanya. Dia yang menurutku pendiam

Dia menunggu ms selesai dan membarengi langkahku. Badannya yang tinggi cukup menutupi langkahku. Kupegang bahunya mengingatkan. 
"Gimana mas? Sudah jarang pulang malam kan? Apa kegiatanmu sekarang?" berondongku, masih di belakang tubuhnya. 

"Nggak ms, saya lebih banyak di rumah sekarang. Jarang sampai malam kalau nggak perlu." jawabnya.  Ms Juli percaya dan belajar percaya . . . Setelah kejadian beberapa bulan sebelumnya di tahun 2019. 

"Masih suka jualan vape mas? Isengku kumat. 
"Nggak ms, kasihan mamah lah" katanya sedikit menunduk malu. Syukurlah batinku. 

Kami sampai di lantai bawah akhirnya. Sebelum masuk ruang guru, kusentuh lagi bahunya. 
"Inget mamah ya, Mas. Jangan bikin nangis sebelum membahagiakannya" tegasku mengingatkan. Dia mengangguk dan meletakkan buku-buku itu di mejaku. Tak lupa kuucapkan terima kasih padanya. 

Itu yang kuingat pembicaraan hangat terakhir bersamanya. Itu mengapa aku shock sekali setelah melihat gambar yang dikirim seorang teman polisi,  dia ada di kantor temankui. What happened, aya naoon, batinku setengah teriak penasaran. 

"Anak sekolahmu bukan ms? 

Posting Komentar

0 Komentar