Meraih Iktikaf-Nya dengan Niat

"Bu nggak boleh apa iktikaf di masjid nanti?" tanya bungsu hati-hati. Aku hanya bisa menahan napas sejenak, mengatur kata yang paling tepat untuk menyampaikan. 

Sejak Pandemik memang mereka semua sudah praktis di rumah shalatnya. Padahal sebaik-baiknya ibadah berjamaah ya di masjid bagi laki-laki. Tetapi, kondisi saat ini jangankan wajib, shalat Jum'at pun sementara ditiadakan sampai batas waktu yang akan diumumkan oleh pemerintah, kapan berakhirnya PSBB, social distancing, phisical distancing, dan sebagainya. 

"Shalat berjamaah memang wajib dek, tapi lebih utama menjadi pahlawan untuk negara saat ini. Dengan ibadah, bekerja, belajar #dirumahaja. Memutus mata rantai Covid-19, selain ibu sayang adek dan  masjid. Sudah 12 tahun kami tinggal di sini. Sepuluh hari terakhir, selalu betah kumpul dan berlomba murojaahan dengan pengurus masjid dekat rumah. 

Si bungsu memang paling tekun dan selalu ingin dekat dengan masjid. Semua itu memang tidak terlepas dari pembiasaan sejak kecil. Semua tidak akan ada yang menyangka, dari yang nggak bisa diam dan super duper kini lebih terkendali emosinya. Bahkan luka yang paling diingatnya adalah ketika kena pinggiran tepi tembok masjid yang tajam. Sehingga membekas di tengah seperti tanda tato orang India. Mengapa? Karena takut ke dokter, akhirnya ms Juli hanya bisa memberi lidah buaya sesering mungkin agar lebih cepat sembuh. Memang sembuh tapi meninggalkan tanda. 

Saat itu umurnya masih 5 tahun kurang 4 bulan ketika meminta masuk ke SD. Alhamdulillah karena kemandiriannya, tampang cabi, membuatnya mudah dikenal tetangga dan dipanggil Ucen padahal nama lengkapnya  adalah Muhammad Malik Hussein, Si bule kampung kata mereka he he. Namun seiring dewasa dan regenerasi selnya tanda itu mulai menghilang. Kini di usianya yang sudah 21 lebih dewasa sekali dari umurnya. 

Banyak sudah bonus yang diterima, tapi apapun yang dirindukan adalah  berdiam di masjid, sayang tahun ini kerinduannya tak tersalurkan. Untung Abang sulung sedang berdiam di rumah. Ms Juli usulkan untuk menjadikan lantai atas tempat iktikaf sementara, semalaman dihabiskan untuk ibadah wajib dan Sunnah. Pagi dan siangnya bekerja di lantai bawah. Nggak bedakan maknanya? Hanya soal niat dan tempat saja, tetap bermakna. 

Judulnya adalah iktikaf atau berdiam diri untuk fokus dan khusuk beribadah. Insya, tujuan akan tercapai dengan segala niatnya. Toh kalau soal teman ada 2 abangnya yang siap menemani, dan ayah ibunya beda sedikitlah dengan di masjid biasanya. Toh masjid kini juga sepi bukan? He he 

#Tantanganmenulisramadhan 
#joeraganartikel 
#day20 
#iktikaf

Posting Komentar

0 Komentar