𝗦𝗲𝘁𝗲𝗹𝗮𝗵 𝟱 𝗧𝗮𝗵𝘂𝗻 (7)

𝘽𝙮 𝙈𝙨 𝙅𝙪𝙡𝙞

Di situlah aku sering merasa sedih, namun kesedihan itu tidak kutampilkan. Ya, sejak kecil aku selalu pandai menyimpan kesedihan sendiri. Aku lebih suka melarikan kesedihan dengan melakukan kegiatan yang lebih positif, karena suami pulang kerja juga sudah malam. 

Alhamdulillah aku diijinkan untuk menghidupkan dakwah  di perumahan kami yang baru. Kami dianggap suami istri yang lebih mengerti tentang agama. Mengapa? Tahun 1993- 1998 masih sedikit yang memakai hijab. Aku datang dengan menggunakan hijab, adalah bagian yang sedikitnya (minoritas). Bahkan boleh dibilang, baru beberapa. Kami senang sekali diajak membuka dan menghidupkan Islam di perumahan kami.

Aku mulai dengan mengajar ibu-ibu mengaji, dan membaca al-quran. Aku mengajarkan, mulai dengan menggunakan metode iqra 1-6. Alhamdulillah pernah menjadi tenaga pengajar TPA di masjid kampus Al-Ghifari Bogor.  Pengalaman itu yang  kuajarkan kepada ibu-ibu di perumahan. Mereka senang sekali, karena katanya aku sabar mengajarkan mereka. Hebatnya, dalam 3 bulan mereka bisa lancar membaca. Subhanallah senangnya. 

Itu memacu semangatku lagi. Aku bisa melepaskan kesumpekan pikiran dari kata-kata dan kegundahan, akan belum hadirnya seorang momongan di rumah ini. Juga kesendirian di rumah karena suami bekerja dan pulang malam. Berangkat jam 5.30 pagi sampai rumah jam 21.00 kadang lewat larut malam jika ada lemburan karena harus menunggui pekerja yang ditarget harus selesai dalam sekian waktu. Suami adalah kepala keuangan yang harus standby untuk segala keperluan yang berhubungan dengan uang.

Rupanya, berita itu mulai menyebar dari mulut ke mulut. Padahal yang berhasil baru beberapa orang, tetapi sudah menyebar ke blok-blok perumahan lainnya. Aku jadi malu, apalagi beberapa orang tua sudah mulai menitipkan anak-anaknya untuk mengaji. Aku terima dengan senang hati, suami juga mulai menyewa rumah untuk dibuat sebagai cikal bakal mushola perumahan di blok kami. Aku ingat mulai dari 10 anak, aku  pindahkan ke mushola tersebut, agar belajarnya lebih leluasa.

Lama-lama kepercayaan orang tua mulai bertambah. Aku juga mulai didaulat untuk membuat pengajian ibu-ibu. Awalnya dimulai pengajian malam jumat, yang bikin pusing adalah aku juga harus memimpin dan memberi materi. Masha Allah aku sempat takut. Memang sih, selama kuliah dan mengaji bersama murobbi rajin mencatat dan mengikuti pengajian rutin. Tapi aku merasa belum pantas untuk menjadi pemberi materi di usiaku yang baru 24 waktu itu. Namun posisi dan keadaanku adalah, aku dianggap sebagai orang yang mau mengajarkan agama, dan mempunyai kemampuan untuk membimbing  dengan baik juga sabar.

Glek! Aku merasa tidak berdaya dengan permintaan itu. Setelah berdiskusi dengan suami, aku diijinkan untuk lebih banyak lagi aktif di dunia dakwah. Dengan catatan, tidak membuatku lelah dan melupakan kewajiban sebagai seorang istri. Perjanjian itu aku  sanggupi. Aku tahu, belum memberinya anak, program kami adalah memiliki momongan. Dengan mengucapkan bismillah  aku mulai mantap menjalani dunia dakwah.😍

#eventSJB
#StatusJadiBuku2
#JoeraganArtikel
#ChallengeStatus
#Nulis20hari
#Harike7

Posting Komentar

0 Komentar