𝗦𝗲𝘁𝗲𝗹𝗮𝗵 𝟱 𝗧𝗮𝗵𝘂𝗻 (8)

𝘽𝙮 𝙈𝙨 𝙅𝙪𝙡𝙞

Aku mulai mencari informasi pelatihan guru TPA seperti BCM (Baca-Cerita-dan Menyanyi). Awalnya aku mengajak adik-adikku dan adik perempuan satu-satunya suami untuk membantu. Sambil merekrut anak-anak muda baik yang masih sekolah atau yang menganggur. Jadilah rumahku ini sebagai markas tempat berkumpul. Agak risih juga ketika, guru-guru TPA mulai memanggilku dengan panggilan  ummi, dan mulai ditiru oleh para orang tua. 

Aku hanya bisa pasrah menanggapi panggilan itu, kata suami panggilan baik terima saja. Mungkin karena perumahan baru, terasa sekali mereka membutuhkan figur-figur yang mengerti tentang agama. Aku yang baru mendapat hidayah 4 tahun ini langsung diberondong untuk membantu kehausan mereka akan jiwa religi yang kosong, kata merekaa ...

Aku menjadi orang yang bersyukur karena mendapat hidayah, diikuti kehausanku belajar agama selama di kampus. Artinya, tidak cukup hanya dengan memakai hijab saja, tetapi mencari ilmu agama yang selama ini banyak sekali diajarkan dalam  Al-Quran dan melalui sunnah rosulullah. Semakin banyak belajar, semakin merasakan betapa bodohnya aku selama ini.  

Bersyukurnya, aku rajin mencatat ilmu-ilmu itu. Itulah yang menjadi bekalku untuk mengajar untuk ibu-ibu, dan anak TPA. Mulai dari 1, kemudian merambah lagi, lama-lama tak terasa hampir 7 majelis taklim di perumahan kami yang cukup besar itu. 


TPA yang kami bangun pun mulai mendapat kepercayaan dari orang tua. Semakin banyak orang tua yang menitipkan anak-anaknya. Padahal kami tidak promosi. Tapi subhanallah dalam setahun jumlahnya hampir 200. Kami mulai merasakan rumah yang kami sewa sementara untuk mushola dan TPA terasa mulai sempit. Padahal kami buka 4 sesi. Pagi jam 8-10 , jam 10-12, jam 15.30-17.00 dan jam 18.30 sampai 20.00 diselingi sholat isya berjamaah.


Antusiasme orangtua dan aplaus dari pengurus RW untuk mendukung kami sangat besar. Sesungguhnya, aku belum mempunyai pengalaman mengajar yang maksimal. Tetapi entah mengapa dari anak-anak, remaja, sampai orangtua jatuh cinta dengan caraku mengajar. Sungguh, pengalamanku minim sekali. Modalku,  karena aku sangat mencintai dunia anak-anak, dan mau mengajar mereka dengan sabar, mau belajar, itu saja. 

Aku libatkan orangtua santri TPA yang sudah mampu membaca al-quran untuk terjun mengajar sebagai praktik mereka, juga para remaja.  Aku menghibur diri sendiri,  ah memang momentku saat itu tepat. Di saat ghiroh atau semangat agama orang-orang itu sedang tinggi, di situlah aku hadir memenuhi kehausan mereka. He he aku tidak mau pusing memikirkan hal itu.

Aku lebih pusing karena mengapa belum kunjung juga dikaruniai kehamilan. Memang sih tidak merasakan kesepian karena kesibukan, tetapi saat melihat anak orang, ibu yang menggendong anak, terkadang membuat naluri keibuanku merasa sedih dan sangat ingin hamil.  Sajadah dan malam-malam panjangku menjadi saksi atas kesedihanku. Aku sempat melontarkan kegelisahanku, kepada suami. Tetapi suami menganggap aku terlalu berlebihan. Tunggu sajalah, jangan suka melihat orang lain. Allah lebih tahu, dari yang kita inginkan, katanya ...


Hingga di tahun ke-empat aku tidak kunjung hamil. Aku mulai pasrah, sempat menyampaikan kepada suami, kalau mau menikah lagi tidak apa-apa. Aku merasa gagal sebagai seorang perempuan, itu perasaan lebai semata. Suami hanya tertawa dan mengabaikan kata-kataku. Diam-diam aku mulai berobat dan konsultasi.  Dokter mengatakan, bahwa aku tidak mengalami masalah apapun. 

“Sabar ya bu” kata dokter. 

Kemanapun orang menyarankan, aku pasti segera mencoba selama itu masuk logikaku. Dari mulai makanan, jamu, sampai ke dokter pun aku lakoni. Sampai tahun ke empat berakhir tidak juga kunjung dikaruniai kehamilan.


Akhirnya aku mulai berserah sesungguh-sungguhnya pasrah. Yakin pasti ada skenario Allah yang terbaik untuk hidupku. Aku mulai mengendorkan pikiran dan perasaan. Santai melewati kehidupan dan kegiatan. Terlebih tidak menyangka, jumlah santri  TPA terus bertambah hingga angka 400, subhanallah. Di situ aku merasa bersyukur, mungkin Allah ingin aku  mengurus keluarga dan umat dahulu dengan keikhlasan. Sebelum  aku diberi amanah. Hal itu melegakanku. Setiap pertanyaan, aku anggap sebagai doa untukku, agar tidak merasa tertekan setiap bertemu keluarga besar. 

#eventSJB
#StatusJadiBuku2
#JoeraganArtikel
#ChallengeStatus
#Nulis20hari
#Harike8

Posting Komentar

0 Komentar