Saat kubereskan perlengkapan daringku di sekolah, seseorang menyapaku dengan sendu.
"Bu Santi, masih punya kurmakah? Aku mau dong Bu, aku butuh kurma untuk Asiku." Matanya berkaca-kaca.
Segera kuhentikan pekerjaanku dari kesibukan membereskan laptop dan peralatan lainnya. Kuusap bahunya, tapi matanya malah tumpah air mata. Segera kupeluk lembut, dan mengusap punggungnya berkali-kali.
"Ada apa nduk?" Aku memang sudah menganggap seperti adikku sendiri. Lalu dia bercerita bahwa di masa pandemi begini pekerjaan makin sulit, terlebih anak sudah dua. Sebelumnya suaminya sempat berangkat ke NTT 3 bulan, tetapi ternyata pulang tidak membawa hasil seperti yang dijanjikan. Tengah bulan begini, untuk buka puasa saja tidak ada kurma di rumah. Bertahan dengan gajinya sebagai guru sekolah swasta sampai dapat lagi waktu gajian tiba.
"Allah sudah memberi amanah, pasti dengan jaminannya. Kuncinya yakin, Dia menguatkan kita melalui ujiannya, untuk mendewasakan hidup," kataku berusaha bijak. Lalu mengalirlah segala kisah dan ganjalannya. Semua kudengarkan dengan penuh kasih, karena perempuan di saat gundah hanya butuh didengar itu saja. Kulihat jam di hp sudah menunjukkan aku harus pindah tugas ke tempat yang lain, dia tahu itu.
Sore itu, sepulang tugas aku mampir ke tempat teman untuk membeli kurma 1 karton isi 10kg. Setelah membuat bukaan untuk keluarga, kulanjutkan mengemas kurma menjadi beberapa ukuran kiloan dan setengahan. Kukemas rapih dan besoknya kuserahkan padanya.
"Silahkan kalau mau dijual sambil untuk persediaan di rumah stok Asimu mbak. Kurmanya manis dan terbaik yang kudapat dari teman produsenku. Ayo senyum, yaa. Biar Asimu lancar dan sehat untuk babymu." Dia tak menjawab hanya pelukan erat kuterima.
#day5
#TantanganMenulisRamadhan
#NurulAmanahPublishing
#joeraganartikel
0 Komentar