Memaafkan Itu Melepas Bebanku


Alhamdulillah tiba juga di hari ke 22 Ramadan. MashaAllah fabiayyialairobbikuma tukadziba. Nikmat Allah mana yang mis Juli mau dustakan. Melewati Ramadan ke 21 adalah menjalani pembiasaan untuk menjadi suatu kebiasaan, kata orang Jepang butuh 21hari. 7 hari pertama berat, begitu juga kedua. Alhamdulillah melewati 7 yang ketiga semakin ringan dan menjadi terbiasa. Sahur pagi hari walau hanya sekedar air hangat setengah panas plus cumeng, dan 3 potong kurma manis. Begitu juga berbuka melakukan hal yang sama untuk kemudian sholat maghrib dan tadarusan. Setelah Isya baru makan setelah minum air segelas. Tujuan nya bukan kurus, tapi mau enteng badan, detoks tubuh agar penyakit bisa menjauh dari umur yang terus beranjak melewati setengah abad. 

Dengan terbiasa menahan rasa lapar mis Juli juga merasakan yang dialami oleh saudara-saudari kita di Gaza. Menghadapi Ramadan dengan keadaan yang sedang tidak baik-baik saja, penuh kewaspadaan dan berjaga, tetapi tidak mengurangi cinta-Nya ke Allah. Meletakkan segala kepasrahan akan apa yang akan terjadi namun tetap berusaha menjadi mukmin yang istiqomah dan tawadhu. Siap jihad dan sahid sewaktu-waktu setelah Israel hampir 5 bulan tanpa henti, teruus melakukan genoside. 

Ya Allah, mis Juli juga manusia biasa. Beban Palestina seberat itu mereka kuat. Bagaimana seorang mis Juli harus menahan beban dendam dan kekesalan terhadap manusia sehari-hari? Akukan bukan malaikat yang harus teruus bertahan dibilang sok suci dengan hijab syariku. Sok idealis yang selalu menyampaikan yang benar itu benar, dan masih banyak lagi. Menyampaikan dengan cara santunpun dengan cara baik tidak mendapat dukungan, apalagi dengan marah-marah saking kesalnya terus dipojokkan. 

Pada akhirnya mis Juli harus belajar, dari Ramadan dan Gaza. Melepaskan beban kemarahan, kekesalan, dan kegelisahan keadaan hati yang justru bikin tubuh takkan kuat menahan detoksnya jika kita bertahan mengeraskan jiwa. Mis Juli juga manusia biasa, yang nggak luput dari dosa dan salah. Nggak luput juga dari kekurangan dan kelebihan. Jika tak mampu lepaskan, seperti kita mengambil napas dari hidung dan menghembuskannya dari mulut. Seperti itulah leganya dada kita. Menghilangkan sesak dada, kegelisahan, dan ketenangan. 

Ucapan memang lebih ringan daripada tindakan, tapi menjadi pemenang melawan ego diri sendiri itulah utama. Takkan lemah dan hina memaafkan juga melepaskan segala yang ada di hati dengan keikhlasan, yakinlah. InshaAllah banyak kemenangan sesungguhnya dan langkahpun menjadi ringan, aammiiin. Yuk kita coba bareng, ukhtiee. Mis Juli juga sedang belajar menuju ke sana ... Sudahkah? Ukhtiee


#day22
#ramadanmembukapintumaafku
#tantanganmenulisramadan
#nurulamanahpublishing
#misjuli

Posting Komentar

0 Komentar